Mohon tunggu...
TUN SAMUDRA
TUN SAMUDRA Mohon Tunggu... Politisi - Laki-Laki

SAYA MENULIS UNTUK 2 MANFAAT

Selanjutnya

Tutup

Hukum

SKMHT "Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan" Sejak Lahirnya Permen ATR/Ka. BPN RI Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi secara Elektronik

24 April 2020   14:10 Diperbarui: 27 April 2020   18:08 2289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Selama kurang lebih 24 Tahun, Lembaga Keuangan baik Bank maupun bukan bank (Bank), memanfaatkan media Akta SKMHT (Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan) berdasar UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta benda-benda yang berkaitan dengan Tanah  dan berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Untuk Menjamin Pelunasan Kredit-Kredit Tertentu. 

Penerapan SKMHT sebagai accesoir dalam perjanjian antara Kreditur dan nasabahnya terkait jaminan atas kredit yang disalurkan,hingga saat ini masih ada Bank yang jika penyaluran kreditnya tidak melebihi Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) maka Perjanjian pada pokoknya cukup di back up dengan SKMHT,  ada Bank yang walaupun Kredit nasabahnya  hanya 10.000.000 (sepuluh juta)  tidak cukup jika hanya dengan SKMHT tapi mau juga dengan Sertipikat Hak Tanggungan, artinya SKMHT saja tidak cukup mesti di tindak lanjuti dengan Pemberian Hak tanggungan dalam bentuk Akta juga (APHT), ada juga Bank yang ditengah-tengahnhya  plafond kredit <  Rp.30.000.000 (tiga puluh juta) ke bawah  cukup sampai SKMHT, kalau ke atas wajib di APHT kan.

Wajar, masing-masing Bank pasti punya pertimbangan dan kebijakan berbeda-beda satu sama lain. 

Semenjak lahirnya Perkaban Nomor 22 Tahun 2017 tentang Penetapan batas waktu penggunaan Surat Kuasa membebankan Hak Tanggungan untuk menjamin pelunasan kredit tertentu, telah mendegdarasi seluruhnya Perkaban No. 4 Tahun 1996 Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Untuk Menjamin Pelunasan Kredit-Kredit Tertentu yang secara hukum dinyatakan di cabut sehingga tidak berlaku lagi yang penegasannya tertulis di pasal 5 Perkaban No. 22 Tahun 2017 sehingga SKMHT berlaku sempai berakhirnya perjanjian pokok meliputi:

  • Kredit/Pembiayaan/Pinjaman yang diberikan kepada nasabah Usaha Mikro dan Usaha Kecil, dalam lingkup pengertian usaha produktif milik perorangan dan/atau badan usaha perorangan.
  • Kredit/Pembiayaan/Pinjaman yang ditujukan untuk pengadaan perumahan yaitu:1). Kepemilikan atau perbaikan rumah inti, rumah sederhana atau rumah susun dengan luas tanah maksimum 200 m² (dua ratus meter persegi) dan luas bangunan tidak lebih dari 70 m² (tujuh puluh meter persegi); dan 2).Kepemilikan atau perbaikan Kapling Siap Bangun (KSB) dengan luas tanah 54 m² (lima puluh empat meter persegi) sampai dengan 72 m² (tujuh puluh dua meter persegi) dan kredit yang diberikan untuk membiayai bangunannya.
  • Kredit/Pembiayaan/Pinjaman produktif lainnya dengan plafon sampai dengan Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

SKMHT adalah suatu Produk yang Unik, dikatakan unik karena merupakan akta yang dapat di buat dengan akta PPAT juga dimungkinkan untuk dibuat dengan akta Notaris.

PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Perbuatan hukum tertentu yang dimaksud dalam pengertian tersebut terdapat pada pasal 2 ayat 2 PP 37 Tahun 1997 yakni  PPAT berwenang untuk membuat Akta Jual Beli,  tukar menukar, hibah, pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng), pembagian hak bersama, pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik, pemberian Hak Tanggungan, pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan.

Keseluruhan kewenangan membuat akta tersebut merupakan objek pengawasan Menteri Agraria/ATR/Ka BPN RI yang di atur dalam Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia   Nomor  2  Tahun  2018 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan  Pejabat Pembuat Akta Tanah, salah satu poin pengawasannya yakni mewajibkan kepada PPAT untuk melakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan mengenai kesesuaian sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan sebelum pembuatan akta, apabila di langgar sanksi pemberhentian dari jabatan PPAT paling lama 6 bulan.

Sedangkan akta Notaris bukan merupakan objek pengawasan dari Menteri ATR/ Ka. BPN RI sebagaimana di maksud dalam Permen ATR/Ka. BPN Nomor 2 Tahun 2018.

Bagaimanakah Kedudukan SKMHT yang dibuat dengan Akta Notaris ?

Sekedar ilustrasi bahwa SKMHT Notaril mempunyai karakteristik yang cenderung sama dengan dengan Akta Surat Kuasa menjual,  persamaannya adalah sama sama bersifat kuasa, mempunyai objek perbuatan hukum  yakni Tanah dan atau bangunan, Akta SKMHT dan Akta Surat Kuasa Menjual sama-sama punya kemungkinan di tindak lanjuti oleh Kantor Pertanahan namun mungkin juga tidak, misalnya dalam SKMHT yang dimaksudkan tanpa ditindaklanjuti dengan APHT namun ternyata kredit nasabah Bank macet yang memaksa pelunasan kredit di selesaikan dengan uang hasil penjualan jaminan, maka SKMHT tersebut akan di tindak lanjuti dengan APHT guna menjemput pelaksanaan eksekusi jaminan.

Pada Akta Surat Kuasa menjual jika si penerima kuasa dapat menjalankan kuasanya dengan baik dan tepat maka akan di tindak lanjuti dengan Akta Jual Beli, namun sama-sama dapat tidak ditindak lanjuti ketika dalam SKMHT kredit nasabah Bank lunas dan pada Akta Kuasa menjual penerima kuasa tidak dapat menjalankan kuasanya atau setidak-tidaknya kuasanya batal sebagaimana yang dimaksud dalam KUHPerd.

Pada prakteknya, dalam membuat Akta Surat Kuasa menjual tidak ada kewajiban dari seorang Notaris untuk melakukan pemeriksaan sertipikat mengenai kesesuaian buku tanah di Kantor Pertanahan, tidak ada kewajiban Notaris untuk melakukan pengecekan apakah ada Blokir dari pihak lain atau tidak atas sertipikat yang menjadi objek dari akta Surat kuasa menjual yang hendak di buat, meskipun dalam prakteknya ada juga Notaris yang melaksanakan Pengecekan Sertipikat sebagai bentuk penerapan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan jabatannya.

SKMHT Notaris menurut kebiasaannya di gunakan dalam hal Objek hak tanggungan berada di luar Daerah Kerja PPAT, karena berhubung PPAT tersebut merangkap juga sebagai Notaris maka dimungkinkan di buat dengan akta Notaris yang wilayah kerjanya meliputi Provinsi di tempat kedudukannya. Menjadi pertanyaan apakah dimungkinkan suatu Objek Hak Tanggungan yang berada di dalam daerah kerja seorang PPAT yang merangkap Notaris, namun di ikat dengan Akta Notaris dengan membuat SKMHT Notaril?

Hal tersebut belum ditemukan aturan hukumnya maupun pembahasan para Ahli mengenai Objek Hak Tanggungan yang berada di daerah kerja seorang PPAT yang juga Seorang Notaris harus di buat dengan akta PPAT, namun jika tidak ada ketentuan yang mengaturnya tentu seorang Notaris dengan adanya Permen ATR/Ka. BPN RI no. 2 Tahun 2018 lebih memilih membuat SKMHT dengan bentuk akta Notaris apalagi seorang Notaris yang bekerja sama dengan Perbankan, yang kita tahu bahwa Perbankan selalu menghendaki pengikatan kredit bukan hanya aman dari sisi legalitas tapi juga cepat dalam pelaksanaannya, maka lahir kesimpulan sekaligus pertanyaan, apakah dengan situasi demikian SKMHT di buat saja dengan Akta Notaris, karena Akta Notaris bukanlah objek Pengawasan dan Pembinaan Menteri sebagai mana di maksud dalam Permen ATR/Ka. BPN RI no. 2 Tahun 2018 sehingga dapat di laksanakan tanpa melakukan pemeriksaan sertipikat Dalam hal ini masih perlu pengkajian lebih lanjut. (Lihat prosedur pembuatan akta kuasa menjual .)

Penerapan Perkaban Nomor 22 Tahun 2017.

Membuat SKMHT berdasarkan Perkaban Nomor 22 Tahun 2017 dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dalam melaksanakan jabatan Notaris dan PPAT

Dengan berlakunya Perkaban Nomor 22 Tahun 2017, tentang Penetapan batas waktu penggunaan Surat Kuasa membebankan Hak Tanggungan untuk menjamin pelunasan kredit tertentu, salah satu poinnya telah menaikan limit kredit atas SKMHT yang jangka waktunya sampai kredit nasabah lunas, yang tadinya paling besar Rp. 50.000.000.(lima puluh juta rupiah {Perkaban 22 Tahun 2017})  Kini dengan adanya Perkaban Nomor 22 Tahun 2017 menjadi 200.000.000.-(dua ratus juta rupiah) {Kredit Mikro}). untuk alasan efisiensi biaya, cepat atau lambat akan diterapkan.

Menjadi permasalahan sekarang semenjak lahirnya Permen ATR/Ka. BPN Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi secara elektronik. Dalam permen ini menghendaki bahwa Pengecekan Sertipikat  hanya dapat di akses oleh Pengguna terdaftar, yakni Kreditur dan PPAT, namun dalam prakteknya setiap Pengguna terdaftar hanya bisa mengakses objek tanggungan/peralihan dalam lingkup wilayah kantor pertanahan setempat.  

Walaupun menurut penulis SKMHT yang dibuat secara Notaril[1] bukan merupakan objek dari Pengawasan Menteri Agraria/Ka. BPN RI namun untuk melindungi hak-hak dari para pihak (Kreditur dan Debitur) tidak sedikit dari kalangan Notaris PPAT ingin memastikan bahwa Objek yang akan di ikat adalah bersih, aman dari sengketa atau sekurang-kurangnya  sebagai upaya para Notaris PPAT untuk meminimalizir terjadinya masalah-masalah yang mungkin bisa terjadi dikemudian hari dengan memanfaatkan akses PPAT sebagai pengguna terdaftar.

Masalahnya sekarang Permen ATR Ka. BPN Nomor 5 Tahun 2020 secara Sistem  tidak mengenal Notaris, Notaris wilayah kerjanya 1 Provinsi, dan Notaris mempunyai kewenangan membuat SKMHT, pemeriksaan sertipikat adalah Objek dari Sistem Hak Tanggungan Elektronik yang hak aksesnya hanya dimiliki oleh Pengguna terdaftar dalam hal ini adalah Kreditur dan PPAT yang notabene lingkup pekerjaannya sebatas cakupan wilayah kerja Kantor Pertanahan setempat, menjadi pertanyaan bagaimana jika ada seorang Notaris yang hendak melakukan pengecekan sertipikat atas objek dari SKMHT dan Akta Surat Kuasa Menjual yang hendak dibuat yang objeknya berada di luar kedudukannya namun masih merupakan wilayah jabatannya. ???? apakah mesti menghubungi kawan sejawat untuk memberikan bantuan pemeriksaan dengan hak aksesnya ?  

Akta Notaris bukan objek HT EL

Terkait dengan Perkaban Nomor 22 Tahun 2017 tersebut, jika seorang Notaris akan melakukan pengikatan Accesoir terhadap nasabah Bank dengan SKMHT dengan akta Notaris sampai kredit nasabah lunas  yang Objek tanggungannya berada di luar tempat kedudukannya sementara  Hak akses pemeriksaan sertipikat hanya dimiliki oleh Pengguna terdaftar yang daerah kerjanya sama dengan Objek Hak Tanggungan, artinya Penerapan Perkaban Nomor 22 Tahun 2017 tidak akan maksimal karena Pengguna terdaftar dalam hal ini PPAT/Notaris yang melakukan pengikatan nasabah Bank tidak dapat melakukannya secara mendiri, . harus ada bantuan dari pihak lain sekurang-kurangnya PPAT tempat objek hak tanggungan itu berada, hal ini sangat menghambat efisiensi dari pekerjaan Bank maupun PPAT karena harus berkordinasi kembali kepada PPAT lainnya, juga tentu akan memakan biaya.

Olehnya itu Menteri ATR/ Ka. BPN RI baiknya memberikan hak akses khusus pemeriksaan atau pengecekan Sertipikat kepada seluruh pengguna terdaftar untuk dapat terintegrasi dengan Kantor Pertanahan di seluruh Indonesia.

Agar Perkaban Nomor 22 Tahun 2017 dapat diterapkan secara maksimal mengingat prosedur pemeriksaan atau pengecekan sertipikat sudah ditunjang dengan teknologi mutakhir, sehingga tidak perlulah ketika seorang Notaris/PPAT mengikat SKMHT yang berdasarkan Perkaban nomor 22 tahun 2017 untuk kemudian SKMHT tersebut diberlakukan sampai kredit nasabah lunas  harus berkordinasi lagi kepada Pengguna terdaftar lainnya ditempat objek tanggungan tersebut.  

Kiranya hal tersebut dapat disederhakan supaya menunjang produktivitas Lembaga Keuangan Bank maupun bukan bank untuk menyalurkan kreditnya kepada masyarakat sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Negara Indonesia.

 1. Kedudukan SKMHT Notaril dan Surat Kuasa Menjual sama, dalam praktek dan kebiasaan, Objek pembuatan Kuasa Menjual tidak wajib dilakukan Pengecekan di Kantor Pertanahan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun