Mohon tunggu...
Cut Tya Syhr
Cut Tya Syhr Mohon Tunggu... -

21th years, every second my imagination grow up and I got some letters here.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Curhat Seorang Perempuan Aceh

21 April 2011   16:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:33 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua Puluh Satu April, inikah harinya kemerdekaan “kita”?


Selamat Hari Kartini!

Sepanjang pagi menjelang siang yang penat ini, mataku menangkap segerombolan anak SD yang sedang baris-berbaris di sebuah sekolah saat menuju kekampus. Dengan segala pernak-pernik yang melekat, hiasan sanggul yang terduduk rapi diatas wajah-wajah polos, kebaya dan baju adat yang menempel dibadan bocah-bocah polos yang mencoba memaknai hari Kartini dengan merayakannya semeriah mungkin tanpa pemahaman. Mestikah aku berkata, “kasihan mereka”.

Terbiasa dan dibiasakan, sejak sekolah dasar dijamu oleh doktrin, cerita sejarah, tanpa memberikan pemahaman dan pilihan untuk memahami. Aku baru menyadari itu saat menjelma menjadi seorang “mahasiswa”. Soal sejarah, Indonesia memiliki gudangnya. Seperti Rosihan Anwar dalam setiap petite histoire nya, merangkum sejarah-sejarah kecil yang selama ini tak bisa didapatkan di sekolah. Bahkan sengaja disembunyikan demi kepentingan tertentu. Dimana makna kata merdeka, jika sejarahpun tak bisa dimiliki secara keseluruhan dan utuh.

Hari Kartini, aku sedang tak mengingat sosok Kartini. Karna bagiku, apapun dan siapapun Kartini, aku tak merasakan apapun yang bergejolak dengan segala cerita tentangnya. Namun, aku tetap menghormati karya beliau, sebatas itu.

Aku.

Ya, aku adalah seorang perempuan. Menggebu-gebu memproklamirkan betapa pentingnya emansipasi yang didukung dengan egaliterasi. Bagiku, emansipasi adalah formula untuk mencairkan kebekuan dan kekakuan ruang gerak perempuan. Kita (perempuan) sudah seharusnya mengejar pendidikan dan tempat yang layak sesuai kemampuan dan selama itu tidak melanggar kodrat (menyusui, melahirkan, dan mensturasi). Sudah sewajibnya, perempuan ikut bergerak, mengisi peran, dan mensejajarkan barisan dengan kaum laki-laki dalam beberapa hal kecuali sebagai imam. Mengejar segala ketertinggalan dan melebarkan segala keterbatasan, mendewasakan langkah dan daya pikir untuk ikut tumbuh mengembangkan pergerakan-pergerakan yang menjuarai moral.

Memaknai Hari Kartini 21 April 2011, tak ada salahnya untuk tidak hanya merayakannya dengan batik, kebaya dan sanggul. Mari sejenak menundukkan kepala yang selama ini angkuh dan arogant karna hanya berbalut pikiran soal mode, pria kece dan fashion. Karena aku adalah perempuan yang sedang dan akan terus mencintai Aceh, indah rasanya jika refleksi soal perempuan Aceh yang sangat berpengaruh terhadap lika-liku revolusi Aceh. Melirik kisah Cut Nyak Dhien, Tengku Fakinah, Cut Mutia, Pocut Baren, Malahayati dan lain-lain. Mereka adalah wanita-wanita hebat yang turut berjuang mempertahankan kemerdekaan Aceh dari serangan Belanda. Tengku Fakinah, selain ikut berperang juga adalah seorang ulama-wanita. Di Aceh, kisah wanita ikut berperang atau menjadi pemimpin pasukan perang bukan sesuatu yang aneh. Bahkan jauh-jauh hari sebelum era Cut Nyak Dien dan sebelum Belanda datang ke Indonesia, Kerajaan Aceh sudah memiliki Panglima Angkatan Laut wanita pertama, yakni Malahayati ( ahmedfikreatif.wordpress.com).

Seorang Cut Nyak Dhien di jaman penjajahan Belanda, tokoh pejuang perempuan Aceh yang keberanian dan ketangguhannya menghadapi kolonialisme dan nasib yang merenggut kebahagiaanya, humanisme yang kejam. Sadarkah,jika saat ini kita sebagai perempuan-perempuan cenderung egois karena mengorbankan diri dijajah oleh konspirasi mode dan fashion serta idealis dalam memilih namun kurang aktif untuk menjadi pilihan. Tidak lain kita dikategorikan sebagai perempuan konservatif dan tidak mandiri.

Sebagai penulis blog ini, aku merasa tersindir oleh tulisanku (*.*)

Acapkali, asumsi yang digunakan orang-orang yang tidak menyetujui mampirnya semangat emansipasi pada perempuan Indonesia adalah “apakah perempuan bisa manjat pohon kelapa? atau benerin genteng? atau ngaduk semen? atau narik ojek? atau supir truk?

Jujur saja saat menelisik asumsi tersebut, aku merasa itu adalah asumsi yang egois dan cenderung merujuk “ketakutan” sehingga terkesan memojokkan. Yang ditekankan adalah, emansipasi harus sesuai dengan “kemampuan”, bukan lagi karena paksaan semenjak ada emansipasi maka perempuan harus bisa manjat pohon dan bla ble blo. Itu namanya memiliterisasi fisik dan kebiasaan perempuan yang sudah dibentuk Yang Maha Kuasa dengan segala kelembutan dan kepiawaiaanya. Namun bukan karena alasan kelembutan tersebut, maka perempuan tidak pantas untuk ikut serta menggapai kelapa setinggi langit, atau ikut mengaduk semen membangun negaranya, berkeliling dunia membela bentuk penindasan dan diskriminasi hak-hak perempuan yang dinomorsekiankan, atapun sebagai supir yang mengarahkan navigasi suatu perubahan yang positif terlebih untuk Aceh.

“hai inong Aceh, jadilah inong yang cantik yang menduduki paras dan tubuh mandiri, intelektual, mampu mengejar dan menganalisis segala perkembangan baik lokal maupun global, jadilah inong yang berjuang dan bertarung setelah kelamnya masa suram Aceh. Jadilah inong yang memancarkan kejora dan kilauan rencong dalam barisan pembangunan seiring demokrasi yang harusnya menjadikan kita kritis dan perempuan modern yang dibutuhkan oleh teman, lingkungan, masyarakat bahkan Negara. Jak ta bela Nanggroe, wahai inong Aceh, jak ta bangun Nanggroe. Katakan tidak, bagi penjarah yang kian memerkosa Aceh, bagi investor kapitalis yang menodai Aceh dengan pesta riba, bagi para penjilat yang kian menjadikan Aceh sebagai tempat bermesum politik demi kepentinngan pribadi”.

Selamat hari kemerekaan bagi perempuan-perempuan dimanapun saat ini sedang tertekan, terkekang, tertindas, diskriminasi hak untuk mendapatkan kelayakan hidup, merasakan keterbatasan dan ketergantungan karena membela perasaan dan kodrat. Jangan menangis! Hadapi sekalipun itu kematian.

Saleum inong nanggroe.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun