Mohon tunggu...
K.R. Tumenggung Purbonagoro
K.R. Tumenggung Purbonagoro Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar

Pengamat dan Suka Menulis Twitter: twitter.com/purbonagoro

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Salahkah Subsidi Mobil Listrik?

9 Mei 2023   17:02 Diperbarui: 9 Mei 2023   17:06 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pidato Anies Baswedan pada 7 Mei 2023 di depan Relawan Amanat Indonesia di Istora Senayan mendapat perhatian dari publik. Berbagai isu strategis disampaikan Anies mulai dari satu kesemakmuran, subsidi mobil listrik, hingga kekuasaan di tangan rakyat.

Salah satu pidato yang mendapat perhatian dan jadi perbincangan netizen terkait dengan subsidi mobil listrik. Kritikan Anies terhadap subsidi mobil listrik tersebut menghadirkan pro-kontra di kalangan masyarakat. Ada yang mendukung penuh kritik tersebut, tapi ada juga yang tidak setuju dengan kritik Anies Baswedan.

Pihak yang kontra terhadap kritik subsidi mobil listrik menganggap Anies Baswedan tidak pro kendaraan listrik dan energi baru dan terbarukan. Benarkah anggapan ini? Jelas salah besar. Pihak yang kontra gagal memahami kritik yang disampaikan Anies Baswedan.

Hal yang gagal dipahami dari kritik Anies adalah Anies tidak anti pada mobil listrik. Anies mengritik pemberian subsidi kepada kendaraan listrik secara jor-joran. Anies sendiri saat menjabat Gubernur DKI Jakarta membuat kebijakan-kebijakan pro kendaraan listrik.

Anies adalah Gubernur yang memiliki perhatian besar terhadap penggunaan kendaraan listrik, khususnya untuk transportasi umum. Pada awal 2022, Anies meluncurkan 30 bus listrik yang kemudian beroperasi di Jakarta. Jumlah 30 armada bus listrik di Jakarta, termasuk jumlah terbanyak yang ada di Indonesia.

Apakah Anies lantas anti terhadap kendaraan listrik untuk pengguna pribadi? Jawabnya juga tidak. Anies juga memberikan kemudahan kepada pemilik mobil listrik. Hanya saja, kemudahan yang diberikan tidak berlebihan.

Anies saat menjabat Gubernur DKI Jakarta menghapus pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor berbasis listrik baik roda dua maupun roda empat. Hal ini tertuang dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta nomor 3 tahun 2020 tentang Insentif Pajak Bea Balik Nama Kendaraan atas Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk transportasi jalan. Aturan itu diteken Anies pada 3 Januari 2020 dan berlaku sampai dengan 31 Desember 2024.

Selain itu, Anies membebaskan kendaraan listrik dari aturan plat nomor ganjil genap.  Hal ini diatur dalam Pergub nomor 88 tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur nomor 155 tahun 2018 tentang Pembatasan Lalu Lintas dengan Sistem Ganjil Genap. Pergub tersebut diteken Anies pada 6 September 2019.

Jadi sekali lagi, Anies tidak anti terhadap kebijakan kendaraan listrik. Poin yang Anies kritik adalah subsidi jor-joran terhadap kendaraan listrik, khususnya mobil. Bayangkan, sebuah mobil listrik bisa mendapatkan subsidi hingga Rp70 juta.

Sebagai  gambaran, sebuah mobil listrik yang sangat populer dari pabrikan Korea Selatan dibandrol sekitar Rp750 juta. Setelah disubsidi, mobil tersebut harganya menjadi Rp680 juta. Pertanyaannya, apakah orang  yang mampu membeli mobil dengan kisaran harga Rp700 juta masih perlu subsidi? Rasanya tidak sama sekali dan terasa tidak adil.

Anies dalam pidatonya memberikan keterangan yang sangat jelas mengenai pemberian subsidi yang lebih tepat guna yang bisa dirasakan oleh rakyat.

"Kita mengarahkan agar sumber daya yang dimiliki negara diberikan melalui sektor-sektor yang memberikan manfaat nyata bagi masyarakat banyak. Bukan semata-mata untuk mendapatkan perhatian dalam percakapan, apalagi percakapan sosial media," kata Anies.

Bayangkan, bila satu mobil mendapatkan subsidi Rp70 juta dan terjual sebanyak 10.000 unit. Berarti subsidi yang diberikan kepada orang kaya yang membeli mobil tersebut sejumlah Rp700 miliar.  Bayangkan bila uang sejumlah Rp700 miliar dibelikan beras lalu dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan.

Foto: id.motor1.com
Foto: id.motor1.com

Misalnya saja satu orang mendapatkan beras sebanyak 25 kilogram. Bila harga satu kilogram beras adalah Rp12.000,  maka uang sebesar itu  bisa digunakan untuk membeli sekitar 2,3 juta karung beras. Artinya akan ada 2,3 rakyat kurang mampu yang akan mendapat beras sebanyak 25 kilogram. Sementara bila diberikan kepada pemilik mobil, uang sebanyak itu hanya dinikmati 10 ribu orang. Adilkah hal ini?

Dari penjabaran di  atas, rasanya benar apa yang disampaikan Anies Baswedan. Subsidi mobil listrik secara jor-joran kepada pemilik mobil listrik pribadi tidaklah tepat. Sebab, subsidi tersebut justru dinikmati oleh orang-orang kaya. Lebih baik dana tersebut dialihkan kepada rakyat yang membutuhkan, khususnya untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka. []

Rekomendasi artikel menarik Ki Tumenggung yang perlu kamu-kamu baca: 

Anies Baswedan dan Kesinambungan Kebijakan Presiden

Adakah yang Lebih Peduli Rakyat dibanding Anies Baswedan

Cinta Lombok pada Anies

Anies Baswedan dan Para Maestro Seni di Bandung

Cerita di Balik Surat Perjanjian Prabowo-Anies

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun