Apakah kau ingat dengan foto ini? Ah, agaknya ini menjadi foto pertama kita waktu itu. Kalau saja tidak tertera tanggal pengambilan foto pada gambar ini, pastilah aku tidak ingat kapan pertama kali kita berfoto. Waktu itu kau agak malu-malu menggandengku, yang kemudian pernah kau katakan bahwa kau menyesal kenapa saat itu kau tidak menggandengku. Sebetulnya aku tidak mempermasalahkan itu. Dan sebenqrnya juga, tidak ada yang terlalu istimewa dari foto ini. Namun, selain ini foto pertama kita, apakah kau tau, foto ini sangat berkesan. Kalau saja aku tidak bertemu denganmu waktu itu, mungkin foto ini tidak akan pernah ada.Â
Apakah kau ingat saat pertama kali kisah kita dimulai? Mudah-mudahan kau tidak lupa kapan pertama kali kita mengikat janji untuk bersama suka dan duka. Tanggal 29 Oktober 2013. Itulah tanggal jadian kita (bahasanya orang kekinian..hehe).
Masih ingatkah kau saat-saat sulit yang kita lewati, tidak, yang kau lewati maksudnya, maaf sedikit kukoreksi. Baik akan kuulangi. Masih ingatkah kau saat-saat sulit bersamaku ketika kita bersama lebih tiga tahun yang lalu.Â
Ya, menurutku cukup sulit, karena kau berani menerima lelaki sepertiku. Tak sedikit mulut yang menghasutmu waktu itu untuk tidak menerimaku apa adanya. Saat itu kau berani menerima hati seorang lelaki yang bahkan kuliahnya terseok-seok. Awal kita bersama, acap kali aku membohongimu. Aku berkata bahwa sedang menunggu dosen di kampus, dan kau percaya. Meskipun akhirnya aku tau bahwa kau saat itu hanya berpura-pura percaya. Kau bahkan lebih dulu menungguku di depan pintu ruangan dosen, padahal saat itu aku sedang membohongimu.
Ada lagi yang sedikit menggelitik perasaanku, saat kau enggan untuk datang ke seminar proposaku waktu itu. Memang pada saat itu kau kuliah. Kucoba merayumu namun kau tetap tidak datang. Saat itu aku sedikit kesal, karena seminar itu juga kuersembahkan untukmu, wanita yang selalu disampingku melewati masa-masa sulit. Saat itu aku berharap kau datang, karena saat melihat senyummu yang teduh, separuh takutku lenyap.
Dan selanjutnya, jatuh bangun aku mengerjakan skripsi, dan ketika aku jatuh, tanganmu menghampiriku dan membantuku berdiri. Kau merasakan sakitku waktu itu. Ketika hatiku patah, kau mempwrbaikinya.Â
Ketika aku jenuh, kau hidupkan suasana. Sampai pada akhirnya aku akhirnya bisa Sidang Skripsi. Apakah kau ingat, saat aku sidang kau juga tidak datang. Kau ibarat malaikat yang enggan menunjukkan sayapnya yang indah. Kau seperti enggan menerima pujian dan ucapan terimakasih. Ketahuilah pada saat itu aku juga merasa kehilangan, karena saat itu aku hampir saja jatuh, dan aku tak bisa melihat senyummu yang meneduhkan.
Ya, begitulah akhirnya foto ini tercipta. Memang difoto ini kita masih canggung untuk berlaku mesra, terutama kau, masih enggan menggandengku. Alasanmu meneduhkan kekesalanku waktu itu, bahwa kau mengormati orang tuaku, itu kenapa kau enggan menggandengku.
Hei kau wanita yang kupuja, bolehkah aku melanjutkan ceritaku??
Aku mengagumimu, sangat mengagumimu. Kau mrmiliki hati yang kuat, hati yang perkasa, hati yang mulia.
Berkali-kali aku menyakitimu, mengusirmu dari hidupmu, menghancurkan smangatmu, dan meremukkan jiwamu, namun kau tetap berdiri di sampingku. Kau berkali-kali berucap kata sayang ke telingaku, dan berkali kali pula kau membuktikan semuanya.
Banyak sekali kisah yang kita lalui bersama.
Kita sering tertawa bersama, terkadanh kau kesal karena aku menertawaimu dan tak pernah berhenti menertawai kekonyolan kita. Kita tidak sering mengumbar kemesraan seperti kebanyakan orang. Aku selalu mengingatkanmu untuk tidak seperti kebanyakan orang yang mengumbar kemesraan. Kadang kau bertanya kenapa aku seakan tidak bangga memilikimu. Kadang kau tidak percaya ketika kukatakan aku bangga memilikimu.
Sudah lebih dari tiga tahun aku mengenal hatimu sangat dalam, segala sifatmu, tutur katamu, sabarmu, kelembutan dan perhatianmu, hingga kusadari bahwa aku ketergantungan pada semua yang ada pada dirimu.
Pernah aku berkhianat, dan kau tetap disampingku. Lagi-lagi aku menyakitimu, membuat masalah dalam hidupmu, dan membebani perasaanmu, tanpa kusadari hal itu lambat laun membuatmu hancur. Tanpa kusadari hal itu menjadikan rasa sayangmu kepadaku tergantikan oleh kebencian dan dendam yang mendalam. Berkali-kali kau menangis untukku, kau buang air matamu untuk lelaki yang tak seberapa ini. Kau tetap mempertahankanku, kau lakukan segalanya untuk tetap bisa bersamaku, namun saat kau menuntut hal yang sama, aku hanya bisa jadi laki-laki pengecut dan pecundang.
Hai kau wanita yang kusayang, baru aku menyadari belakangan perubahan sikap yang ada pada dirimu.Â
Wanita yang dulu mempertahankan hatinya untukku akhirnya menyuruhku pergi dari hidupnya. Wanita yang dulu setia menemaniku dalam suka dan duka akhirnya membuka hatinya untuk orang lain. Wanita yang dulu berucap untuk menyayangiku selalu akhirnya menyayangi orang lain. Aku tak percaya, aku kalap, aku bingung, dan aku tak bisa apa-apa. Aku tak sanggup membayangkan wanita hebat sepertimu yang dulu selalu ada untukku akhirnya memilih orang lain. Aku tak bisa apa-apa karena dari sekian banyak rasa sakit yang kubuat, tak sedikitpun hatimu bergeming untuk mempertahankanku.Â
Kau memaksaku untuk merelakan dirimu untuk pergi bersama orang lain. Aku tak tahu siapa dia, dan akupun tak peduli.
Hanya saja aku sudah tergantung pada dirimu. Aku tak pernah menyangka bahwa wanita yang dulu selalu bertahan untukku akhirnya memilih untuk menyerah. Kau keraskan hatimu, kau keluarkan segenap rasa sakit yang selama ini kau simpan, kau buang segala kenangan kita, dan kau senyapkan panggilan hati kecilmu.
Aku tak mengira wanita yang dulu selalu disampingku, berdebat denganmu, memarahiku, menasehatiku, membelaku, menyayangiku, dan mencintaiku, akhirnya pergi.
Kau yang dulu berujar akan ada selalu untukku dan menungguku akhirnya pergi, berucap bahwa selama ini bagimu kisah kita tak berarti apa-apa.
Hei kau wanita yang kini sudah membenciku, bolehkah aku mengulang kembali waktu? Aku ingin kembali ke masa dimana saat aku jatuh, kau mengulurkan tanganmu untukku.Â
Inilah foto pertama kita, foto yang membuktikan bahwa tanpa wanita sepertimu, lelaki di foto itu takkan pernah bisa untuk memakai toga.
Mungkin kau memang benar-benar sudah membuangku dari hidupmu, kau sudah melupakan setiap rasa sayang yang kau sematkan di setiap senyum simpulmu untukku.
Foto ini, kenangan ini...Dalena Sibuea
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H