Mohon tunggu...
trisnatun abuyafi
trisnatun abuyafi Mohon Tunggu... guru -

Trisnatun Abuyafi, seorang guru di Banyumas yang sedang dan akan terus belajar menulis. Berharap dengan menulis dapat berbagi dan menerima lebih banyak wawasan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Surat Terbuka untuk Sahabat

26 Juli 2014   03:35 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:13 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

6.

Andaikan kita kebetulan lahir sebagai manusia yang lebih tua dari para pasangan calon yang ada, alangkah baiknya berpikir bahwa karena mereka masih lebih sedikit umurnya, tentu dosa-dosanya lebih sedikit dari yang sudah lebih lama hidup dari mereka.Jika kita lebih muda usia dari beliau ber empat, tentu kita harus menaruh hormat karena sangat boleh jadi, akan sangat banyak bukti yang menunjukkan prestasi dan amal baik beliau-beliau dibanding kita yang masih muda.

7.

Andai kita merasa bahwa beliau ber- empat kurang baik dalam hal tertentu, maka lihatlah betapa Tuhan saja masih begitu sayang kepada beliau ber- empat , terbukti memberi kesempatan yang lebih mulia daripada kesempatan yang diberikan Tuhan kepada kita. Pasangan yang menang jelas akan mendapat kesempatan memimpin bangsa besar ini, sementara yang kalah juga setidaknya telah di beri kesempatan untuk di dukung oleh sekian juta manusia yang di gerakkan hatinya oleh Tuhan untuk memilihnya.

8.

Mari bertanyalah dengan jujur, sisi hidup yang mana yang membuat kita merasa lebih hebat, lebih baik, lebih cerdas, lebih mulia, lebih di sayang Tuhan, lebih terhormat, lebih baik dari beliau ber empat putra-putra ibu pertiwi yang berkesempatan ikut pilihan calon pemimpin bangsa itu? Sementara posisi kita mungkin hanya pendukung, relawan, simpatisan, sahabat, kawan, tim sukses atau apalah istilahnya yang pada intinya sama bahwa jarak derajat kita dengan beliau berempat sangat boleh jadi jauhnya seperti bumi dan langit.Bukankah ketika kita menunjukkan jari telunjuk untuk menuduh atau menghujat,untuk menguliti manusia lain,  empat jari yang lain mengarah ke diri sendiri? Konon kita sebagai bangsa memiliki etika serta budaya yang tinggi, penuh toleransi dan beradab serta berperadaban. Mengapa masih saja gagal untuk mengendalikan diri kita?

Ajibarang, 25 Juli 2014. Jumat Kliwon

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun