Mohon tunggu...
Rico Nainggolan
Rico Nainggolan Mohon Tunggu... Wiraswasta - quote

hiduplah layaknya bagaimana manusia hidup

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pecundang Berdasi Bermodalkan "Cakap Berak" dan "Money Politic"

1 Agustus 2023   13:18 Diperbarui: 1 Agustus 2023   13:32 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bagaimana arah? Merah,kuning, atau hijau?" 

Kata-kata ini akan mulai familiar memasuki tahun-tahun politik di negeri ini. Tinggal hitungan bulan, perhelatan demokrasi akan digelar pada pemilihan umum 2024 mendatang. Dan tanda-tanda itu akan berhubungan langsung dengan warna-warna yag sudah mulai dikotak-kotakkan. Bahkan setiap orang akan menambah kemampuan "intelijen" untuk menganalisa posisi dan dukungan seseorang dari warna pakainnya. Merah, kuning,hijau bukan lagi sekedar warna tapi lebih kepada dikotomi politis dukungan seseorang kepada sesuatu dan warna -- warna yang ada sudah menjadi identitas bangsa menuju tahun politik. Dan hanya di tahun politik, warna-warna yang ada tidak netral lagi tapi merupakan suatu pertanda terhadap posisi politis seseorang.

Bahkan setiap tindakan seseorang, baik perkataan atau kritikan akan diterjemahkan sebagai bentuk dukungan politis terhadap seseorang atau kelompok tertentu. Setiap kritikan dan tindakan akan dianggap sebagai agenda politis, terkhusus diakalangan anak-anak muda yang saat ini masih sangat kekurangan ruang untuk terlibat didalam dunia politik. Yang tentu hal ini disebabkan banyak hal, mulai dari pendidikan politik yang kurang memadai, adanya anggapan bahwa berpolitik itu hanya untuk orang tua, dan stigma buruk yang paling sering muncul adalah bahwa berpolitik itu membutuhkan dana yang sangat besar. 

Dan alasan terakhir tersebut merupakan factor utama para generasi milenial seakan kurang tertarik terhadap dunia politik dan belakangan ini hanya sering digunakan sebagai alat saja bagi generasi tua untuk melancarkan agenda politik mereka yang saat ini sudah sangat jauh dari cita-cita dunia politik itu sendiri.

Tanda-tanda tahun politik juga akan banyak bertambah orang yang tiba-tiba baik dan soleha serta memiliki penampilan yang sangat sopan dan sangat ramah. Rumah-rumah ibadah akan diisi oleh meraka yang memiliki raga yang sehat tapi jiwa nya sakit parah. Kenapa tidak, sebab dengan lantang dan berani mereka akan membawa bau busuk dan janji-janji busuk di bait suci Allah dengan mengobral janji yang dari dulu masyarakat tahu bahwa itu tidak pernah terjadi. dan setelah itu, akan ada bungkusan-bungkusan berwarna identik tadi berisikan foto politisi tadi dan juga sebuah angka tertentu.

Ditahun politik,aparat penegak hukum juga akan kesulitan dalam menegakkan hukum, sebab setiap langkah yang diambil pasti akan dituding bermuatan politis. Bahwa setiap tindakan akan diisukan merupakan agenda politis dan disengaja untuk menjatuhkan seseorang atau partai tertentu. Dan hal ini merupakan salah satu kegagalan dari konstitusi dalam menjamin hak politik warganya. Selama ini stigma tentang politik terkesan buruk dan kotor. Sebenarnya politik bukanlah sesuatu yang kotor dan buruk, karena politik adalah upaya dan jalan untuk mencapai sebuah tujuan dengan harapan dilaksanakan dengan cara yang mulia dan jujur. 

Dalam kehidupan sehari-hari juga meruapakan aktifitas politik. Namun anggapan terhadap hal tersebut sudah mulai pudar dengan mulai meningkatnya ketertarikan anak muda terhadap dunia politik. Terbukti pada pemilu 2019 lalu berdasarkan penelitian dari LIPI bahwa sekitar 30 -- 40 % dari total peserta pemilih secara nasional, meruapakan anak-anak muda atau generasi milenial. 

Masa saat ini adalah masa atau fase digitilasisasi, dimana setiap aktifitas masyarakat akan menggunakan system yang otomatis guna mempermudah kebutuhan dan keinginna manusia. Akan tetapi, saat ini adalah menjadi permasalahan bagaimana meningkatkan minat dan ketertarikan para generasi milenial yang sifatnya individualistic, bergantung pada teknologi dan sedikit apatis terhadap dunia politik.

Bahwa salah satu hal yang paling menonjol terkait dengan teknologi dan pemilu adalah lahirnya sebuah teknologi kecerdasan buatan generative AI ( Artificial Intelligence ). Bahwa dengan memamfaatkan kecerdasan dan kemajuan teknologi, maka akan mempermudaha pekerjaan manusia. Salah satunya adalah teknologi PEMILU.AI yang dapat berperan sebagai konsultan politik personal yang dapat membantu para calon legislative karena system ini dirancang untuk menganalisa data yang berisi data ekonomi,sosial dan politik. Hal ini merupakan salah satu hal yang dapat mendorong dan menjadi daya tarik para generasi milenial terhadap dunia politik.

Akan tetapi, selain kemajuan teknologi tersebut, bahwa salah satu hal yang menjadi penentu ketertarikan para generasi milenial terhadap dunia politik adalah karakater dan background dari orang yang mencalonkan diri atau para calon legislative yang tidak sesuai dengan kriteria para kelompok milenial. Tidak jarang ditemukan bahwa para calon ini memiliki latar belakang yang berbeda-beda bahkan sampai ada istilah "tidak sesuai background" dan menjadi salah satu alasan anak muda tidak tertarik pada politik. Calon-calon anggota legislative saat ini masih banyak yang tidak paham dengan bagaimana mereka dapat meyakinkan rakyat untuk memilihnya. Banyak dari mereka hanya dengan bermodalkan harta kekayaan mereka.

Momen pemilu dan pilkada adalah proses untuk mendapatkan pemimpin atau kepala daerah atau calon legistlatif yang lebih berkualitas sesuai dengan kehendak rakyat, namun dalam kenyataannya perhelatan demokrasi yang seharusnya sebagai ajang untuk memilih sesorang yang lebih berkualitas, kini hanya akan mempertontonkan kebohongan, kecurangan, ketidakjujuran, dan sering sekali mengkampanyekan hal-hal yang terkesan membodohi dan menipu rakyat dengan cara memberikan uang atau barang menjelang pencoblosan, agar memilih calon atau partai tertentu atau sering kita sebut dengan istilah money politic. Bahwa pengalaman selama proses perhelatan pesta demokrasi berlangsung, praktik money politic akan menghilangkan bahkan membunuh kesempatan para generasi milenial khususnya mereka yang memiliki integritas tinggi serta berkualitas karena akan akan kalah dengan mereka yang memiliki uang saja dan akan memiliki control terhadap kekuasaan. 

Dalam pandangan ekonomi, praktek money politik akan menumbuh-suburkan korupsi yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi suatu Negara. Bahwa didalam prakteknya, para calon kepala daerah atau calon legislative sering sekali mencari para "investor" untuk mendukung langkah mereka didalam dunia politik dan tentutnya dengan iming-iming akan diberikan jatah proyek. 

Secara logika, mereka yang berutang didalam proses pilkada, akan membalas jasa melalui berbagi konsesi atau pemberian imbalan didalam bentuk proyek, kerjasama yang terkesan didahulukan dan dipermudah didalam pembuatan surat menyurat dan segala persyaratan secara administrasi. 

Dan secara jelas, hal ini akan selalu menyingkirkan kepentingan masyarakat secara umum serta akan menjadi cikal-bakal lahirnya korupsi,kolusi dan nepotisme. Idealnya, pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah harus bebas dari money politic, agar dapat meredam gejolak sosial dan politik serta memungkinkan untuk melahirkan orang-orang berkualitas, yang memiliki kemauan tanpa harus memikirkan "utang politik".

Posisi milenial saat ini menjadi bagian utama yang menentukan kondisi kehidupan berpolitik yang beradab dimasa ini dan dimasa yang akan datang. Generasi milenial sudah menjadi bagian dari penentu kemajuan dan keberhasilan demokrasi baik ditingkat daerah maupun ditingkat nasional. Artinya, milenial harus berani mengambil resiko dengan menolak segala unsure -- unsure money politic agar melahirkan pemimpin dan legislative yang berkualitas tanpa adanya "sanderaan politik" kedepannya. Bahwa pilkada dan pemilu kerap diwarnai dengan kecurangan yang sistematis dan terstruktur. 

Para golongan tua sudah menggangap diri mereka paham dan paling mengerti dengan system per-politikan bangsa ini, nyatanya mereka hanya bermodalkan uang dan juga janji-janji palsu yang terkesan hanya untuk membodohi dan menipu rakyat. Namun, generasi milenial sudah bosan dan muak dengan system dan tata cara perpolitikan para golongan tua yang menganggap bahwa dengan uang, mereka bisa mengatur dan mendapatkan segalanya walau dengan cara yang salah. Dan anggapan itu sudah menjadi hal yang membosankan bagi generasi milenial. 

Sudah saatnya generasi-generasi milenial berani mengambil sikap dan menyatakan diri sebaga generasi yang menolak money politic dalam bentuk apapun. Sudah saatnya milenial melek politik dan dan berani mengambil sikap untuk menolak seluruh pecundang berdasi sebutan untuk mereka yang terjun ke dunia politik baik didalam pilkada maupun didalam pemilu yang hanya bermodalkan cakap berak dan money politic.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun