Mohon tunggu...
Rico Nainggolan
Rico Nainggolan Mohon Tunggu... Wiraswasta - quote

hiduplah layaknya bagaimana manusia hidup

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Membongkar Praktik Mafia Tanah di KSPN Danau Toba - Pantai Bebas Parapat

2 Oktober 2022   15:17 Diperbarui: 2 Oktober 2022   16:17 2380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Esensi dari pembangunan adalah kesejahteraan masyarakat dan sejarah peradaban kelompok masyarakat yang harus dipertahankan bukannya malah dihilangkan. 

Setelah ditetapkan menjadi salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional, pembangunan terhadap Danau Toba sangat berkembang pesat. Termasuk Kota Parapat yang menjadi salah satu gerbang terbesar memasuki kawasan Pariwisata Danau Toba. dan salah satu ikon kota Parapat adalah Pantai Bebas Parapat yang telah rampung direnovasi dan dibangun serta diresmikan oleh Presiden Jokowo pada 02 Februari 2022 yang lalu. 

Namun, tidak banyak yang tahu, bahwa diatas lahan Pantai Bebas Parapat tersebut telah terjadi praktek MAFIA TANAH. Mari kita kupas pelan-pelan.

Mungkin banyak orang yang tidak mengetahui sejarah tentang Pantai Bebas Parapat. Bahwa sebelum menjadi Pantai Bebas Parapat seperti saat ini, lokasi tersebut merupakan sebuah perkampungan dengan nama Huta Sosor Pasir yang secara administrasi masuk ke Kelurahan Parapat, Kecamatan Girsang Sipanganbolon, Kabupaten Simalungun. 

Dan pada tanggal 23 September 1989, telah terbit PERATURAN DAERAH   TINGKAT II SIMALUNGUN NOMOR : 7 TAHUN 1989 TENTANG PENETAPAN SOSOR PASIR SEBAGAI PANTAI BEBAS DI KOTA PARAPAT. Dengan tujuan adalah untuk pembangunan pariwisata parapat. Disinilah mulainya titik persoalan Pantai Bebas Parapat saat ini.

Dan untuk menindaklanjuti Perda tersebut, Bupati Kepala Daerah Tingkat II Simalungun mengirimkan Surat Nomor : 475/18338/pemum.1989. tertanggal 18 November 1989 yang pada pokok suratnya berisi : Pemindahan Penduduk dari Sosor Pasir Kelurahan Parapat, Kecamatan Girsang Sipanganbolon, dengan "memberikan ganti kerugian", tempat penampungan, biaya pengurusan sertifikat yang ditanggung Pemda Tingkat II, serta jangka waktu cicilan. Sebuah keanehan luar biasa. 

Bagaimana tidak aneh, dengan alasan relokasi adalah untuk pembangunan pariwisata, akan tetapi warga yang dipindahkan masih harus menyicil rumah/tempat tinggal mereka, bukankah seharusnya pemerintah menyediakan tempat yang layak saat itu, sebab tanah  warga yang diambil adalah untuk kepentingan pembangunan. 

Hal tersebut menunjukkan adanya abuse of power pada masa pemerintahan itu, abuse of power adalah saat dimana seseorang memiliki kekuasaan dan menyalahgunakannya. 

Pada dasarnya, setiap pembangunan pasti akan mengorbankan sesuatu hal, dan untuk warga Huta Sosor Pasir, mereka harus rela mengorbankan sejarah peradaban kehidupan mereka mulai dari nenek moyang yang telah mendiamai perkampungan tersebut yang pada saat itu dihuni oleh 54 Kepala Keluarga. 

Walau dengan berat hati dan menolak penggusuran tersebut, dibawah kekuasaan rezim saat itu, mereka tidak dapat melakukan apa-apa selain meninggalkan kampung mereka sendiri.

Pada saat itu juga, telah terjadi pembodohoan publik yang sangat merugikan warga Sosor Pasir Parapat dimana mereka harus membayar seluruh cicilan untuk dapat menempati rumah yang disediakan, yang jelas-jelas bertolak belakang dengan ketentuan dan kesepakatan bersama warga yang menyatakan bahwa seluruh biaya akan ditanggung oleh Pemda Tingkat II. 

Namun nyatanya, mereka diwajibkan membayar tiap bulan terhadap rumah yang disediakan oleh Pemerintah saat itu, dan hal ini menunjukkan adanya indikasi korupsi dan penyalahgunaan wewenang saat itu.

Dan bahwa hal yang paling menyakitkan dan menunjukkan adanya indikasi praktek mafia tanah adalah ketika pada tahun 2020 telah terbit SURAT PERNYATAAN MELEPASKAN HAK ATAS TANAH pada tanggal 30 Juni 2020, terdaftar dengan Nomor : 593/077/36.16.2/2020, dari seorang yang mengaku bernama : MASRINA NAPITUPULU, mencamtumkan alamat : Jalan Medan km.6 LK III Kelurahan Sumber Jaya, Kecamatan Girsang Sipanganbolon, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, Kepada : REZKY FEBRYKA, seorang pelajar/mahasiswa, beralamat di : Jalan Sumber Jaya LK II, Kelurahan Sumber Jaya, Kecamatan Siantar Martoba, Kabupaten Pematang Siantar, Provinsi Sumatera Utara.

Bahwa hal tersebut merupakan hal yang sangat menyakitkan serta merupakan suatu penindasan dan penghinaan terhadap para ahli waris dan keturunan semua Kepala Keluarga yang mendiami Huta Sosor Pasir ( Pantai Bebas Parapat saat ini ). Bagaimana tidak, berdasarkan keterangan mereka, bahwa nama yang bersangkutan diatas tidak pernah ada dan hidup serta tinggal dihuta Sosor Pasir saat itu. Dan hal yang lebih jelas nyata menunjukan adanya praktek mafia tanah adalah alamat yang dicantumkan oleh atas nama M.Napitupulu diatas tidak pernah ada di huta sosor pasir Kelurahan Parapat, Kecamatan Girsang Sipanganbolon, Kabupaten Simalungun. 

Dan sepanjang sejarah administrasi di Sumatera Utara, Pematang Siantar adalah Kota Madya bukan merupakan sebuah daerah administrasi Kabupaten. Sudah jelas indikasi praktek mafia tanah dan indikasi korupsi. Dan Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah tersebut, berlaku juga sebagai akta jual beli dibawah tangan yang diketahui oleh Camat Girsang Sipanganbolon, Lurah Parapat, Kepala Lingkungan beserta beberapa orang saksi-saksi pada saat itu.

Dan yang menjadi dasar kepemilikan atas sebidang tanah dilokasi Pantai Bebas saat ini adalah adanya Surat Pelepasan Hak Atas Tanah, dari seseorang yang mengaku bernama Halimahrum Sa'diah kepada Masrida Boru Napitupulu pada tanggal 23 Juli 1993. Dan ini juga merupakan keanehan yang sangat luar biasa, sebab pada 23 September 1989, kawasan Huta Sosor Pasir Parapat telah ditetapkan menjadi Kawasan Pantai Bebas Parapat yang berarti bahwa secara keseluruhan, Hutas Sosor Pasir telah berubah menjadi pantai bebas parapat dan menjadi asset Pemerintah Kabupaten Simalungun. 

Dan sampai saat ini, bahwa seseorang yang mengaku memiliki sebidang tanah tersebut juga tidak pernah ada dan tinggal serta memili tanah di huta Sosor Pasir sebelum tanah tersebut diserahkan ke Pemerintah. Hal ini sudah sangat jelas menunjukkan adanya praktek mafia tanah sejak dahulu kala.

Bahwa saat ini, diatas objek tanah Pantai Bebas Parapat yang telah menjadi aset Pemerintah Kabupaten Simalungun telah berdiri sebuah bangunan atas nama pribadi dengan IMB Nomor :  503/501/17.4/2020 yang dikeluarkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Simalungun YANG ALAMATNYA JELAS BERBEDA DENGAN ALAMAT SURAT PELEPASAN HAK DAN ALAMAT DI IMB. Lagi-lagi, temuan ini juga menunjukkan adanya praktek mafia tanah di Kawasan Pariwisata Nasional Danau Toba, yaitu Pantai Bebas Parapat.

Bagaimana, menarik bukan? Hal dan fakta diatas merupakan dugaan kuat adanya praktek Mafia Tanah di KSPN Danau Toba Pantai Bebas Parapat. Maka beberapa upaya perlu dilakukan untuk membongkar permaianan Mafia Tanah ini. Kita tunggu saja apakah pihak yang berwenang akan menindaklanjuti setiap laporan dan pengaduan dari masyarakat? maka integritas pemerintah dan penegak hukum saat ini akan mejadi taruhannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun