Mohon tunggu...
Rico Nainggolan
Rico Nainggolan Mohon Tunggu... Wiraswasta - quote

hiduplah layaknya bagaimana manusia hidup

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Polemik Wisata Halal dan Non-Halal di Kawasan Danau Toba

26 Agustus 2019   23:00 Diperbarui: 26 Agustus 2019   23:56 825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kekayaan alam dan toleransi umat beragama dikawasan Danau Toba (pegipegi.com)

Sebelumnya saya mohon maaf atas penerbitan tulisan ini. Tujuan utama saya membuat tulisan ini adalah untuk mengingatkan Pemerintah Khususnya Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, bahwa keberagaman dan persatuan masyarakat Sumatera Utara dapat terpecah dengan adanya isu pengembangan wisata halal di kawasan Danau Toba.

Hal tersebut sudah mencuat kepermukaan sejak Presiden Jokowidodo menentapkan Danau Toba sebagai salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional. Bahwa salah satu masalah perkembangan Pariwisata Danau Toba menurut mereka adalah masalah kawasan halal dan haram.

Sungguh sesuatu yang sangat sensitif untuk diperbincangkan dan dibahas sebenarnya, namun untuk mengingatkan pemerintah bahwa kebijakan tersebut dapat memecah belah persatuan yang telah lama terbina dengan baik dikawasan Danau Toba maka tulisan ini saya buat sebagai kritik kepada pemerintah.

Bahwa penduduk yang berada kawasan Danau Toba adalah mayoritas suku Batak dan beragama Kristen dan Katolik. dengan semua adat dan kebiasaan yang sudah diterapkan sejak dahulu kala, sungguh sesuatu yang sangat sulit di terima bahwa hanya untuk memotong babi saja perlu diatur dan bahkan akan ditertibkan oleh pemerintah.

Orang Batak sebagai penduduk mayoritas dikawasan Danau Toba sangat akan sulit menerima peraturan  tersebut, yaitu polemik soal penataan hewan berkaki empat (babi). Bahwa Gubernur Sumatera Utara seperti yang diberitakan di harian MedanBisnis (link berita).

bahwa penataan kawasan Danau Toba memang sangat diperlukan tapi tidak untuk kebijakan yang dapat menimbulkan polemik di masyarakat. Sebab halal di Danau Toba justru dicap haram di luar Danau Toba. Sebaliknya, haram di luar justru tetap halal di Danau Toba. Jadi, standar halal mana yang harus diikuti?

Bahwa Danau Toba dengan segala kekayaan adat dan budaya serta kebiasaan yang  hidup ditengah-tengah masyarakat Batak dikawasan Danau Toba dan toleransi yang sudah terjalin sejak dahulu kala, dengan kebijakan baru tersebut yang justru dikhawatirkan adalah menimbulkkan perpecahan di tengah-tengah masyarakat.

Jika pemerintah benar-benar berkomitmen mengembangkan Pariwisata Danau Toba demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dikawasan Danau Toba, sebaiknya segala kebijakan yang akan diterbitkan agar tidak menimbulkan polemik dan aturan yang multitafsir yang dapat memecah belah persatuan dan keberagaman yang ada. 

Seharusnya pemerintah lebih fokus untuk mencegah kerusakan ekosistem kawasan Danau Toba dan menghentikan segala kegiatan yang tidak berhubungan dengan pariwisata dikawasan danau toba.

Selain urusan berkaki empat (babi), Gubernur juga merancang pendirian tempat ibadah umat Islam di beberapa lokasi khususnya di Samosir. Ini penting agar wisatawan Muslim tak membatasi waktunya saat berkunjung, misalnya hanya sampai menjelang sore dan kembali ke Parapat untuk menunaikan ibadah sholat.

Menurut Gubernur, penataan Danau Toba menjadi wisata halal sangatlah penting. Tak lain karena mayoritas wisatawan mancanegara yang datang ke sana adalah dari Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, dan sebagian dari Tiongkok. Sementara Malaysia dan Brunei diketahui berpenduduk mayoritas Islam. Tetapi mungkin Gubernur Sumatera Utara lupa dengan sebuah falsafah bahawa "dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung".

Berbeda, Gubernur membandingkan dengan Bali, yang pengunjungnya mayoritas dari Australia, negara dengan mayoritas berpenduduk Kristen. Sehingga tidak ada masalah ketika mereka menemui aneka "kaki empat" di Pulau Dewata.

Apa yang disampaikan Gubernur ini tentunya masih bisa diperdebatkan. Namun yang pasti, fasilitas pendukung pariwisata memang mutlak dibutuhkan. Bukan hanya akses jalan mulus dan penerbangan langsung ke tepian Danau Toba.

Hanya saja, karena ini menyangkut sosial-budaya, pemerintah khususnya Pemprov Sumut wajib lebih hati-hati.

Pertanyaan paling penting yang harus bisa dijawab dengan tegas pemerintah adalah, apakah ada jaminan wisata halal bakal menjadikan kunjungan ke Danau Toba meningkat tajam? Mengingat jauh sebelumnya bahwa kunjungan wisatawan ke danau toba sangat banyak dikunjungi wisatawan mancanegara tanpa adanya embel-embel zonasi kawasan halal dan non-halal.

Sebaiknya kebijakan yang dibuat tidak menimbulkan perdebatan di tengah-tengah masyrakat yang dapat memecah belah kesatuan bangsa. Segera hentikan segala upaya yang dapat merusak keberagaman masyarakat yang berada dikawasan Danau Toba.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun