Menurut Gubernur, penataan Danau Toba menjadi wisata halal sangatlah penting. Tak lain karena mayoritas wisatawan mancanegara yang datang ke sana adalah dari Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, dan sebagian dari Tiongkok. Sementara Malaysia dan Brunei diketahui berpenduduk mayoritas Islam. Tetapi mungkin Gubernur Sumatera Utara lupa dengan sebuah falsafah bahawa "dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung".
Berbeda, Gubernur membandingkan dengan Bali, yang pengunjungnya mayoritas dari Australia, negara dengan mayoritas berpenduduk Kristen. Sehingga tidak ada masalah ketika mereka menemui aneka "kaki empat" di Pulau Dewata.
Apa yang disampaikan Gubernur ini tentunya masih bisa diperdebatkan. Namun yang pasti, fasilitas pendukung pariwisata memang mutlak dibutuhkan. Bukan hanya akses jalan mulus dan penerbangan langsung ke tepian Danau Toba.
Hanya saja, karena ini menyangkut sosial-budaya, pemerintah khususnya Pemprov Sumut wajib lebih hati-hati.
Pertanyaan paling penting yang harus bisa dijawab dengan tegas pemerintah adalah, apakah ada jaminan wisata halal bakal menjadikan kunjungan ke Danau Toba meningkat tajam? Mengingat jauh sebelumnya bahwa kunjungan wisatawan ke danau toba sangat banyak dikunjungi wisatawan mancanegara tanpa adanya embel-embel zonasi kawasan halal dan non-halal.
Sebaiknya kebijakan yang dibuat tidak menimbulkan perdebatan di tengah-tengah masyrakat yang dapat memecah belah kesatuan bangsa. Segera hentikan segala upaya yang dapat merusak keberagaman masyarakat yang berada dikawasan Danau Toba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H