Mohon tunggu...
Nisa Nurazizah
Nisa Nurazizah Mohon Tunggu... Lainnya - Bachelor of Communication

Menulis untuk memahami dunia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tantangan Jurnalistik di Era Keterbukaan

8 Januari 2025   22:36 Diperbarui: 18 Januari 2025   12:51 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi jurnalistik di era keterbukaan informasi (Sumber: dok. Pribadi/ Nisa Nurazizah)

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu pesat telah mendorong masyarakat untuk semakin gemar menggunakan media sosial (Instagram, TikTok, X, dll). Ditambah dengan sistem demokrasi yang berkembang juga telah memberikan ruang kepada setiap individu untuk dapat menyampaikan pendapat atau pikiran kritisnya secara lebih terbuka, berani, dan bebas di media sosial.

Namun, sayangnya tidak semua orang memiliki niat yang baik dalam memanfaatkan media sosial untuk mengungkapkan pendapatnya. Terbukti, sekarang ini, semakin banyak kalangan pengguna media sosial yang menulis informasi, memposting, atau mengupload berita-berita yang tidak berdasarkan fakta atau hoax. Bahkan, tak sedikit dari berita-berita tersebut yang cenderung memprovokasi, mengadu domba, atau menyudutkan kelompok tertentu.

Terlebih, kondisi kehidupan perpolitikan di Indonesia yang sudah dipenuhi dengan persaingan tidak sehat, menjadi salah satu penyebab munculnya berita-berita tidak bertanggung-jawab di media sosial. Demi kepentingan pribadi atau kelompoknya, kini berita-berita hoax sengaja dimunculkan untuk membangun opini atau isu yang tidak berkualitas melalui postingan di media sosial. Lebih parahnya lagi, sebagian media meanstream turut serta menyampaikan berita-berita yang cenderung memihak dan kurang bertanggung jawab sebagaimana informasi atau berita yang muncul di media sosial.         

Media meanstream jurnalistik profesional sudah seharusnya hadir sebagai media alternatif yang mampu meluruskan kebenaran dari informasi-informasi tak bertanggung jawab di media sosial tersebut. Media jurnalistik perlu menjadi kontrol atas berita atau informasi yang disampaikan oleh masyarakat (produk citizen journalism) agar tetap terjaga kredibilitasnya.  

Sebagaimana pendapat Salvatore Simarmata dalam buku "Media dan Politik, Sikap Pers terhadap Pemerintahan Koalisi di Indonesia":

"Eksistensi pers sangat tergantung pada kualitas berita yang diproduksinya..." (Simarmata, 2014: 18)

Ya, dalam dunia jurnalistik, kualitas produk (berita) bukan hanya sekadar faktor penentu kepercayaan publik, tetapi juga menjadi kunci utama dari eksistensi pers atau media itu sendiri. 

Saat ini, media menghadapi tantangan atas maraknya berita sensasional dan informasi yang belum terverifikasi di media sosial. Di era persaingan yang ketat ini, hanya media yang mampu menyajikan berita akurat dan objektif lah yang akan bertahan dan tetap dipercaya oleh masyarakat.

Di sisi lain, media jurnalistik juga sering kali dihadapkan dengan dua tantangan besar lainnya, yang dapat memengaruhi produk jurnalistik yang dihasilkannya, yakni idealisme dan komersialisme. 

Adapun berikut ini pendapat Simarmata mengenai media jurnalistik yang tidak independen dalam pemilihan sikap politiknya.  

"Sebagian kalangan menilai bahwa manajer atau pemilik media melakukan intervensi terhadap sikap politik media, sebagian lagi khususnya kalangan jurnalis agak sulit untuk menemukan bentuk intervensi itu, karena intervensi terjadi secara halus, dan juga para editor secara sadar maupun tidak sadar cenderung merekrut reporter yang memiliki pilihan politik yang sama dengan mereka, atau mungkin mereka lebih cenderung mengangkat, mengedit, dan menempatkan berita dengan cara tertentu sehingga menonjolkan kebijakan yang searah dengan kepentingan mereka" (Simarmata, 2014: 31)

Lain halnya dengan tantangan komersialisme yang menuntut media jurnalistik untuk memutar otak bagaimana mendapatkan berita berkualitas yang dapat menguntungkan dari segi komersial. Sisi komersial atau finansial dianggap menjadi sumber daya yang paling penting dalam menjalankan bisnis media, baik cetak, elektronik maupun daring. Tanpa dukungan finansial yang memadai akan sulit bagi media jurnalistik tetap hidup dan berkembang. Maka tak heran, bila ada media jurnalistik yang cenderung mempublikasikan berita yang memihak dengan alasan mengutamakan kenyamanan pihak sponsor.

Maka dari itu, penting bagi media jurnalistik untuk bisa menyeimbangkan antara idealisme dan komersialisme dalam menjalankan bisnis medianya. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Luwi Ishwara dalam buku "Jurnalisme Dasar" bahwa,

"Surat kabar harus mengoperasikan keduanya: mendapatkan uang (setidaknya tidak rugi) dan berbuat baik (seperti mengungkapkan ketidakadilan dan dengan demikian memperbaiki masyarakat)" (Ishwara, 2011: 35)

Dengan adanya fenomena tersebut, media jurnalistik profesional perlu menegaskan sikap ketidakberpihakkan-nya pada institusi manapun.

Dalam kata pengantar buku "Media dan Politik, Sikap Pers terhadap Pemerintahan Koalisi di Indonesia", Dr. Lukas S. Ispandriarno, MA. berpendapat bahwa,

"Melalui pemberitaan media, masyarakat dapat disadarkan, sehingga mampu mengevaluasi jalannya pemerintahan dan menuntut perubahan sesuai dengan cita- cita demokrasi" (Ispandriarno, 2014: VIII)

Pernyataan tersebut mejelaskan bahwa peran media jurnalistik yang independen dan berani berpandangan kritis terhadap pemerintah dan kebijakan yang dinilai kurang memuaskan, adalah bentuk upaya pengawasan oleh media jurnalistik terhadap jalannya pemerintahan.

Ya, kualitas produk jurnalistik secara tidak langsung turut berperan dalam menjaga demokrasi. Pers yang profesional dan bertanggung jawab akan menjadi pilar keempat demokrasi. Pers menjadi garda terdepan dalam membangun masyarakat yang lebih kritis dan berwawasan dengan menyediakan informasi yang mencerahkan.

Dalam buku "Jurnalisme Modern", Saidulkatnain Ishak memaparkan bahwa ada prinsip-prinsip yang harus menjadi pegangan setiap wartawan atau jurnalis dalam menjalankan profesi mulianya itu. 

"Ada beberapa prinsip universal yang sesungguhnya menjadi rambu- rambu dalam kehidupan manusia, termasuk wartawan yang menyandang salah satu profesi yang mulia di jagat ini. Pertama, melaporkan kebenaran dan tidak berbohong. Kedua, memeriksa keakuratan informasi sebelum disiarkan. Ketiga, mengoreksi kesalahan yang diperbuat. Keempat, tidak boleh membeda- bedakan orang. Kelima, cara memperoleh informasi harus jujur. Keenam, tidak boleh menerima suap atau penerimaan lain yang dimaksudkan untuk memengaruhi hasil kerjanya. Ketujuh, tidak boleh membiarkan kepentingan pribadi mengganggu pekerjaannya" (Ishak, 2014: 178-179)

Dari pernyataan tersebut sangat jelas, bahwa penting bagi seorang jurnalis memiliki komitmen dan integrasi moral yang kuat dalam menegakkan kebenaran, kejujuran, dan keadilan. Godaan popularitas dan kekayaan, sikap egoisme serta arogansi dapat meruntuhkan komitmen seorang jurnalis dalam menyuarakan kebenaran. Sikap-sikap atau tindakan yang secara moralitas sangat rendah itu harus menjadi musuh utama bagi dunia kerja jurnalistik pada umumnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun