New Media
New media erat kaitannya dengan perangkat media berjaringan internet atau media berbasis teknologi daring. Menurut Flew (2008), new media atau media baru adalah media yang format kontennya berbentuk multimedia, yaitu berupa gabungan data, teks, suara, gambar, yang disimpan dalam format digital dan disebarluaskan melalui jaringan berbasis kabel optic broadband, satelit, dan sistem gelombang mikro.
Bila komunikasi massa (mass communication) identik dengan media televisi, maka video games dan website dianggap sebagai ikon yang dapat mewakili komunikasi new media (Chaffee and Metzger, 2001: 371- 373).
Sebagaimana kita ketahui sejak dulu, ciri-ciri dari komunikasi massa di antaranya:
- Produksi konten bersifat massal
- Komunikasi bersifat satu arah
- Kurangnya kontrol pengguna
- Sifat audiensnya bersatu/ terpadu mengonsumsi konten yang sama
- Jumlah saluran media yang terbatas sehingga mudah diidentifikasi, dll.
Namun, hadirnya new media membuat dasar- dasar komunikasi massa di atas tidak lagi sama seperti dulu. New media sebagai media baru kontemporer memungkinkan:
- Pengiriman dan pengambilan informasi dalam jumlah yang lebih besar
- Komunikasi menjadi interaktif (dua arah)
- Menempatkan kontrol lebih besar atas pembuatan dan pemilihan konten di tangan penggunanya
- Memungkinkan pengguna untuk menjadi produsen konten
- Sifat audiensnya tersebar sehingga sulit diidentifikasi dan dimonitor
- Tersedianya berbagai macam saluran dan konten yang sangat tidak terbatas, dll.
Dengan demikian, hadirnya new media membuat kajian komunikasi massa menjadi semakin kompleks. Penelitian atau studi tentang khalayak media, konten media dan efek media menjadi lebih sulit karena luasnya media komunikasi dan penyebaran khalayak media.
Contoh perubahan kajian Komunikasi Massa setelah hadirnya New Media
Salah satu contoh perubahan yang terjadi pada kajian komunikasi massa dapat dilihat dari segi teori kultivasi. Sebagaimana kita ketahui, teori kultivasi (cultivation theory) mengasumsi bahwa audiens menggunakan media tertentu secara kontinyu untuk mengakses informasi. Dalam teori ini, audiens yang dimaksud adalah penonton televisi yang secara pasif menerima pesan atau konten media.
Jika dilihat dari situasi sekarang, maka akan muncul pertanyaan, apakah saat ini orang masih senantiasa menonton televisi secara pasif dan kontinyu, sebagaimana yang dilakukan orang-orang di masa awal kemunculan teori ini?
Hadirnya internet telah mengubah televisi dari yang hanya beberapa jaringan nasional menjadi sistem dengan ratusan cable channels dan beragam konten. Selain itu, hadirnya internet juga mengubah cara masyarakat dalam mengonsumsi informasi dan hiburan. Maka, menurut beberapa ahli, keragaman saluran dan konten yang tidak terbatas, serta kontrol pengguna yang diberikan oleh teknologi new media menjadi akhir dari teori kultivasi ini (Chaffee and Metzger, 2001 dalam Bryant, 1986).
Contoh Kasus Teori Kultivasi di Indonesia
Penulis akan membahas contoh kasus di Indonesia yang terkait dengan teori kultivasi. Dalam hal ini, terdapat dua kasus pembunuhan, yang keduanya sama-sama terjadi akibat terpaan tayangan media. Namun perbedaannya, terletak di usia pelaku dan jenis media yang digunakan.