Mohon tunggu...
Crysanti Restu NP
Crysanti Restu NP Mohon Tunggu... Mahasiswa - Manusia Biasa

Email : crnpcontact@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Intensi Social Loafing dalam Kerja Kelompok

25 Maret 2023   09:26 Diperbarui: 25 Maret 2023   12:11 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
twitter.com/orphdite 

Istilah "social loafing" adalah konsep sosiologi yang mengacu pada kecenderungan individu untuk memberikan usaha yang lebih sedikit ketika bekerja sebagai bagian dari sebuah kelompok dibandingkan ketika bekerja sendiri. Istilah ini pertama kali dicetuskan oleh Max Ringelmann, seorang ahli psikologi sosial pada tahun 1913.

Beberapa situasi yang dapat menyebabkan terjadinya social loafing adalah sebagai berikut:

  1. Situasi di mana kontribusi individu tidak terlihat: Misalnya, ketika seseorang berada dalam kelompok yang besar dan tugasnya tidak terlihat oleh anggota lain, individu tersebut cenderung tidak memberikan usaha maksimal karena tidak merasa diawasi atau diperhatikan.
  2. Situasi di mana tugas terlalu mudah atau terlalu sulit: Ketika tugas terlalu mudah, individu mungkin merasa tugas tersebut tidak terlalu penting dan meremehkannya. Sementara itu, ketika tugas terlalu sulit, individu mungkin merasa tidak mampu menyelesaikan tugas tersebut dan mengalihkan tanggung jawab kepada anggota kelompok lain.
  3. Situasi di mana motivasi individu rendah: Ketika individu tidak tertarik atau tidak memiliki motivasi untuk menyelesaikan tugas, mereka cenderung tidak memberikan usaha maksimal.
  4. Situasi di mana individu merasa kurang bertanggung jawab: Jika individu merasa tidak memiliki tanggung jawab yang jelas dalam kelompok, mereka cenderung tidak memberikan usaha maksimal.
  5. Situasi di mana kelompok terlalu besar: Ketika kelompok terlalu besar, individu mungkin merasa tidak terlibat secara langsung dalam keputusan atau hasil kelompok, sehingga mereka cenderung tidak memberikan usaha maksimal.

Dalam semua situasi ini, social loafing dapat mengurangi kinerja kelompok secara keseluruhan dan menghambat kemajuan kelompok. Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi situasi yang mungkin memicu social loafing dan mencari cara untuk mencegahnya agar setiap anggota kelompok dapat memberikan kontribusi maksimal.

Umumnya kebanyakan individu berpikiran bahwa jika sudah ada banyak orang yang mengerjakan lalu mengapa saya harus turut mengerjakannya. Karena asusmi tersebut, tugas kelompok malah dikerjakan oleh satu atau dua orang anggota. Sementara anggota lainnya bersenang-senang saja. Padahal, idealnya seluruh anggota menyumbang energi yang sama.

Tentu sudah tidak asing lagi kalau dalam kerja kelompok itu untung-untungan. Kadang dapat kelompok yang bagus, kadang zonk. Yang seharusnya meringankan pekerjaan kelompok malah jadi beban saja. Beban karena anggota yang ilang-ilangan, yang kerjanya asal-asalan, dan yang akhirnya numpang menulis nama saja.

Tipe orang dengan perilaku social loafing inilah yang pada akhirnya menciptakan ketidakadilan penilaian dalam satu kelompok, bukan per individu. Ada dua kemungkinan bagi orang yang menjadi beban dalam kelompok, yaitu nilainya jadi ikutan bagus meski dengan kinerja yang ala kadarnya atau membuat nilai satu kelompok menjadi jelek karena kinerjanya tersebut. Padahal anggota kelompok yang lain sudah berkontribusi dengan baik bahkan tidak jarang untuk saling mem-backup pekerjaan mereka yang seadanya itu.

Orang dengan perilaku seperti ini tidak berhenti hanya di SMA. Setelah menjadi mahasiswa pun masih banyak anggota kelompok yang tidak bisa memposisikan diri dengan baik di kelompoknya. Terlebih lagi setelah kuliah kegiatan menjadi semakin banyak, mulai dari organisasi, kepanitiaan, magang, dan beragam kegiatan lainnya yang sering dijadikan alasan mereka untuk lepas dari tanggung jawab. Padahal seharusnya setelah menjadi mahasiswa, bisa semakin aware terhadap penugasan yang melibatkan banyak orang. Rasa bertanggung jawab dan saling menghargai seharusnya semakin dipupuk setelah dua belas tahun berkutat dengan kerja kelompok.

Bukannya yang punya kesibukan bukan hanya seorang saja, kalau setiap anggota kelompok selalu saling adu nasib karena urusannya masing-masing, lalu, kapan tugasnya akan selesai?

Memang betul bahwasanya mengatur banyak orang bukan hal yang mudah. Bersikap tegas pun akan percuma, kalau anggota kelompok itu tetap susah diatur,  tetap saja tugasnya tidak akan selesai. Pada akhirnya lagi-lagi ada beberapa orang harus bekerja ekstra mem-backup pekerjaan dari seorang pelaku social loafing ini. Ada beberapa cara yang bisa diterapkan untuk mencegah social loafing dalam sebuah kelompok, yaitu:

  1. Menetapkan tujuan yang jelas: Menetapkan tujuan yang spesifik dan jelas akan membantu anggota kelompok memahami tugas mereka dan mengetahui bagaimana kontribusi mereka berkontribusi pada tujuan keseluruhan kelompok.
  2. Memberikan tanggung jawab individu: Memberikan tanggung jawab yang jelas dan spesifik kepada setiap anggota kelompok dapat mendorong mereka untuk memberikan kontribusi maksimal dan merasa bertanggung jawab atas tugas mereka.
  3. Memfasilitasi komunikasi yang baik: Komunikasi yang baik antara anggota kelompok dapat membantu memastikan bahwa setiap orang memahami tugasnya dan berpartisipasi aktif dalam kelompok. Komunikasi yang terbuka dan jujur juga dapat membantu mencegah ketidaksepakatan dan konflik di antara anggota kelompok.
  4. Membangun tim yang efektif: Membangun tim yang efektif melibatkan memilih anggota yang memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas dan dapat bekerja sama dengan baik. Pemilihan anggota yang tepat dapat membantu memastikan bahwa setiap anggota kelompok memberikan kontribusi maksimal dan memaksimalkan produktivitas kelompok.
  5. Memberikan umpan balik positif: Memberikan umpan balik positif kepada anggota kelompok dapat memotivasi mereka untuk terus berkontribusi secara aktif dan membantu meningkatkan kinerja kelompok secara keseluruhan.
  6. Menetapkan sanksi untuk social loafing: Menetapkan sanksi yang jelas bagi anggota kelompok yang tidak memberikan kontribusi maksimal dapat membantu mencegah social loafing. Namun, sanksi harus diterapkan dengan bijaksana dan adil agar tidak merusak hubungan antar anggota kelompok.

Dengan menerapkan cara-cara ini, anggota kelompok dapat bekerja sama secara efektif dan mencegah terjadinya social loafing, sehingga meningkatkan kinerja kelompok secara keseluruhan. Namun, penting untuk diingat bahwa setiap situasi dan orang memiliki faktor-faktor yang berbeda, dan pendekatan yang paling tepat dapat bervariasi tergantung pada keadaan yang sedang dihadapi. Oleh karena itu, membangun hubungan yang terbuka dan saling mendukung dengan orang tersebut dapat membantu mengatasi masalah social loafing dan membangun kelompok yang efektif dan produktif.

Menanggung beban yang sebenarnya bukan kewajiban kita tentu bukan hal yang mudah. Anggota kelompok yang menimbun emosi dari teman yang lepad dari kewajibannya memungkinkan akan terkena gangguan kesehatan mental. risiko kesehatan mental ini dapat berupa depresi dan gangguan kecemasan. Mereka akan selalu merasa cemas manakala anggota kelompoknya ini menghosting atau mengerjakan seadanya. Akan adan banyak pertanyaan-pertanyaan seperti kecemasan kapan tugas itu akan selesai, yang akan terus berdengung di kepala mereka sehingga pada akhirnya, mereka harus turun tangan lagi membackup kerjaan anggota yang lepas dari tanggung jawabnya itu.

Jika hal tersebut terjadi  secaa terus-menerus, maka mungkin saja mereka akan jatuh sakit akibat kelelahan. Seperti yang kita ketahui bahwa, mahasiswa bisa mengerjakan tugas sampai larut malam bahkan sampai tidak tidur. Dan setelah itu semua, ending-nya juga tetap sama, nilai mereka tetap sama rata dengan pelau social loafing tadi.

Mereka menjadi hilang respect dengan orang tersebut sehingga menimbulkan rasa jera dan trauma untuk tidak ingin lagi tergabung dalam satu kelompok yang sama dengan orang itu. Mereka juga berpotensi  akan menjadi individualis karena merasa bahwa bekerja mandiri lebih efektif dan tentunya tak banyak mengalami tekanan batin dan sakit hati dibandingkan bekerja secara kelompok dengan orang-orang seperti itu.

Pada kasus seperti ini, pada akhirnya pihak yang lebih bisa diandalkan adalah mereka yang memberikan penilaian atau pengajar itu sendiri. Walaupun tidak bisa mengontrol secara keselruruhan mahasiswa untuk aktif berkontribusi dalam penugasan kerja kelompok, setidaknya dosen memiliki hak untuk memberikan penilaian secara lebih adil dengan mewajibkan setiap kelompok melaporkan rincian dan bukti pembagian tugas setiap anggota. Jadi, mahasiswa tidak hanya memberikan hasil kerja mereka, tetapi juga melaporkan behind the scene dari tugas tersebut.

Dengan cara ini, dosen tidak hanya menilai kelompok secara keseluruhan, tetapi juga menilai kinerja semua anggota dengan cara yang lebih subyektif, sehingga mereka yang bekerja lebih banyak mendapat nilai lebih baik, dan mereka yang sadar mendapat nilai lebih baik. Jika ada yang mengeluh nilainya kecil, ada bukti laporan kontribusi setiap anggota yang tidak ambigu sehingga nilainya bisa dihitung.

Menjadi seseorang yang hanya beban dalam kelompok bukanlah sesuatu yang pantas untuk dibanggakan. Sekecil apapun kontribusi yang diberikan akan memiliki dampak positif bagi orang lain. Maka, jangan sampai kalian terjebak dan nyaman dalam perilaku ini ya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun