Mohon tunggu...
Nun Urnoto El Banbary
Nun Urnoto El Banbary Mohon Tunggu... Penulis - adalah nama pena dari Urnoto.

Menulis apa saja, mulai kebaikan sampai kejahatan. Baik fiksi maupun nonfiksi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Terjebak di Kamar Cinta

9 Mei 2013   04:19 Diperbarui: 17 Juni 2020   16:26 11319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namanya, Ajay. Ia seorang kolektor banyak gadis, mulai dari anak perawan sampai janda-janda kembang. Suatu hari ia diajak pacarnya yang nomer sekian untuk main ke rumah temannya. 

Si pacar menjemput Ajay yang tak punya motor, lalu Ajay percaya saja dengan ucapan pacarnya itu, maka sejak pagi ia sudah ngebut membonceng si pacar menelusri desa Salopeng di kabupaten Sumenep Madura. Tidak berapa lama setelah menempuh perjalanan yang sedikit melelahkan, mereka sampai di rumah yang dituju. Ajay terbengong-bengong melihat rumah yang bak istana di depannya.

"Mana temanmu yang punya rumah?" tanya Ajay, dengan roman penasaran.

"Dia sedang pergi. Ini sudah seperti rumahku sendiri, Mas..." kata si pacar.

Ajay hanya manggut-manggut.

"O ya, silahkah istirahat di kamar dulu. Saya masih mau beli makan," kata si pacar sambil mengajak Ajay ke kamar.

Masih dengan mata melotot melihat kamar yang cukup luas dengan aksesoris yang menyilaukan mata, Ajay tak sadar, kalau pintu kamar dikunci dari luar.

setelah muntap menikmati segala fasilitas kamar, Ajay hendak keluar. eh ternyata, ia baru tahu kalau kamarnya dikunci. Ia memanggil-manggil, tapi tak ada sahutan sama sekali. Sepi. Ia telepon pacarnya, tapi tak diangkat. Ajay merasa aneh dengan keadaannya dan tiba-tiba merasakan firasat buruk akan menimpa dirinya.

Sejak pagi hingga sore, Ajay tak menemukan celah pintu akan terbuka. Di dalam kamar, ia menjadi GALAU. Amat risau. Kamar yang indah tak membuatnya ia tenang seperti saat pertama masuk. 

Ia telepon temannya yang masih satu kos dengan dirinya. Ia ceritakan, tapi temannya tak percaya, malah tertawa terpingkal-pingkal dengan ulah Ajay yang dianggapnya mengada-ngada. Teman kosnya malah menakut-nakuti, kalau penduduk disitu suka makan daging orang alias kanibal.

Ajay semakin ngalengsang, resah! Tiba-tiba saja Ajay menangis tersedu, dengan suara serak dan berat. Si teman satu kos, terdiam. Ia mencoba merasakan tagisnya Ajay. 

Kali ini si teman setengah percaya setengah tidak. Si teman  ragu, kalau-kalau Ajay yang suka guyon, telah mengeluarkan lelucon pamungkasnya. Ia hendak menolong Ajay, tapi keraguan menghantuinya.

Malam pun tiba. Di luar kamar nampak gaduh. Terdengar suara perempuan, laki-laki, dan masih banyak lagi yang lainnya. Di luar kamar, terdengar ramai. Ajay menunggu dengan hati gulana, hingga ia lupa shalat, dan hanya kuasa meratap. 

Pacarnya yang nampak mesra dan seolah cintanya sedalam sumur Lubang Buaya, sudah menjelma seraut wajah Nene Pelet dari Gunung Cermai, di Cirebon. Ia merasa dikhianati. 

Ia merasa pacarnya telah kerasukan setan alas yang tak lagi berperasaan. Hatinya berjanji, kalau berhasil keluar dari kamar itu, ia akan meninggalkannya dengan hidup yang mengenaskan.

Pintu terkuak. Betapa terperanjatnya Ajay, melihat seorang tinggi besar berkopiah dua puluh senti dan berkumis tebal, masuk ke dalam kamar.

"Hai Cong, ayo keluar!" orang itu setengah membentak.

Ajay gelagapan. Ia hampir terkencing-kencing. Jantungnya hampir meledak. Ia berjalan gemetar melewati orang yang berkumis tebal, yang berdiri di dekat daun pintu.

"Duduk," kata orang berkumis.

Ajay duduk, dan di hadapannya sudah bertengger seorang polisi, ketua RT, dan seorang polisi. Wajah Ajay pias, pucat menyerupai mayat.

Di dalam hatinya ia bertanya-tanya, apa salahku? 

Si kumis kemudian mengintrogasi, "kamu apakan anak saya?"

Dengan gemetar, Ajay memberanikan diri menjawab, "saya tidak ngapa-ngapai, Pak?"

"Bohong!"

"Sumpah, saya tidak ngapa-ngapain, Pak!"

"Hei, kalau kamu bohong, akan saya potong, anu-mu!" sambung si Kades.

"Sumpah, disambar petir, saya nggak ngapa-ngapai, Pak!" jawab Ajay, semakin gugup.

"Mana, e-KTPmu?"

"Nggak ada, Pak?"

"Bohong!" bentak si polisi, ikut menakut-nakuti.

Si kumis yang tak lain adalah ayah pacarnya, segera bangkit, "mana dompetmu,"

Ajay memberikan dompetnya yang dari tadi bersembunyi di pantatnya. "Ini, Pak...!"

Si kumis mencari-cari dompet yang tak berisi uang sama sekali itu, "Hem, kau bohong rupanya, ya!"

"Lihat, ini apa?" bentak si Kades, yang baru saja menerima KTP Ajay.

"Itu, KTP, Pak?"

"Tadi Kau bilang, tak ada!"

"e-KTPnya belum jadi, Pak! Itu mah KTP..."

"Kau serius, pacaran dengan anak saya?" tanya, si Kumis.

"Iya, saya serius, Pak! Saya mencintainya..." Ajay mulai mengeluarkn jurusnya.

"Kapan akan dipinang?"

Tanpa banyak cincong, Ajay menjawab mantap. "Sebulan lagi, Pak?"

"Kalau begitu, saya tunggu, tapi KTPmu saya sita!"

"Jangan, Pak! Saya nggak bohong. Saya pasti meminangnya, kalau KTP itu dikembalikan..." regek Ajay.

"Pokoknya KTPmu akan saya kembalikan, kalau kamu sudah meminangnya, nanti! Tapi awas, kalau sampai tak meminang, akan saya cari sampai ke ujung bumi manapun!"

Ajay bergidik mendengar ancamannya. Nyalinya sebagai laki-laki yang telah menelantarkan banyak pacarnya, tak berdaya sama sekali. Ancaman mereka, tak main-main.

"Sekarang, kamu boleh keluar masuk rumah ini," kata si Kumis.

Setelah introgasi selesai, Ajay kembali ke kamarnya seorang diri, dan kamar di kunci kembali dari luar. Ia merasa sudah seperti narapida di kamar kekasihnya. 

Ia seperti pesakitan. Ia hawatir orang tuanya di rumah akan mengetahui peristiwa yang dialaminya. Kalau sampai orang tuanya tau, maka ia pasti akan diusir dan tak diakui sebagai anaknya. Orang tua Ajay adalah seorang tokoh yang jadi panutan masyarakatnya.

Di kamar ia menggerutu sejadi-jadinya, pacar brengsek, lacur, penghianat, pengecut, setan alas, dan segala sumpah serapah lainnya.

Esoknya, tanpa ia mau mandi dan makan yang sudah disediakan pacarnya, ia minta pulang secepat mungkin. Sambil berpura-pura hendak masuk kuliah, Ajay minta diantar.

"Lo KTPnya, nggak mau diminta, Mas?" tanya pacarnya.

"Sudahlah Sayang, mungkin Bapak masih butuh! Ayo segera antarkan aku, ke kampus?" pinta Ajay merajuk.

Seminggu kemudian, Ajay berhasil mendapatkan KTPnya, lalu menghilangkan jejak, dan berujar pada angin, Sayang, bukan aku tak mencintaimu, tapi karena ulahmu dan ulah orang tuamu yang tak manusiawi, maka aku tak lagi bersimpati, alias: AKU BENCI! BENCI SEKALI!

Sampai hari ini, Ajay dalam pengejaran kekasihnya, siapa yang menemukannya silahkan hubungi: 086666666666, dan akan mendapatkan hadiah, kepala SETAN!

untuk yang punya kisah ini, segera bertobat dan kembali ke jalan yang benar, sebelum Tuhan memberikan pelajaran yang lebih mengerikan lagi!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun