Bayangkan, di hadapan ibunya sendiri, seorang bayi maupun balita harus meregang nyawanya di pohon ini. Penjaga memegang salah satu atau kedua kaki sang anak dan tubuh si anak dibenturkan dengan keras di pohon ini hingga meninggal
Bangunan ini dibangun sebagai tempat penyimpanan tulang-tulang para korban. Disini pula orang-orang bisa bersembahyang untuk menghormati tempat peristirahatan terakhir para korban
Tulang-belulang korban, berikut pakaian terakhir yang dikenakannya disimpan dengan rapi dalam lemari kaca besar menjulang ini
Tuol Sleng dan Choeung Ek adalah saksi bisu kekejaman rejim Khmer Merah di masa lalu. Meski tragedi itu telah lama berlalu, namun luka yang dirasakan keluarga yang ditinggalkan tidak akan dengan mudah terhapus begitu saja. Para petinggi Khmer Merah memang telah ditangkap dan dihakimi di Mahkamah Internasional, namun tetap saja tidak bisa mengembalikan wakut dimana orang-orang tidak berdosa tersebut tidak semestinya menjadi korban kebiadaban mereka.
Saya pulang dari Choeung Ek dengan wajah yang pucat dan datar, masih tidak percaya kalau sempat terjadi tragedi kemanusiaan separah itu di sini. Sepanjang perjalanan saya terus saja mengucap syukur karena saya tidak dilahirkan di Phnom Penh pada jaman Khmer Merah dan tidak pernah mengalami masa dimana rejim pemerintah bertindak semena-mena terhadap rakyatnya. Trully, deep inside my heart, saya turut berbelasungkawa…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H