Mohon tunggu...
Rena
Rena Mohon Tunggu... Freelancer - nama asli

pecinta proses dan perjalanan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Retrogessive" dan "Progressive" Islam

1 Oktober 2017   00:08 Diperbarui: 1 Oktober 2017   03:17 1043
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang lainnya adalah Islam retrogressive, dimana gerakannya sebenarnya bisa sama dengan Islam progressive (massive dan menggebu-gebu), namun tujuan utamanya bisa dibilang bukan kekuasaan, melainkan perwujudan nilai-nilai tradisional Islam yang berkembang di kawasan arab peninsula pada masa awal perkembangan Islam, atau bisa dibilang corak Islam pada saat Nabi Muhammad menyebarkan Islam dan masa kepemimpinan Rashidun. Coraknya pada masa itu adalah 'pembudayaan Islam' di kalangan masyarakat Arab. Gerakan retrogressive ini seringkali dikatakan gerakan mundur, karena prinsipnya adalah kembali ke Islam ortodoks saat Islam pertama kali berkembang.

Berdasarkan sejarah gerakan Islam di Indonesia, gerakan retrogressive ini sering kali didiskusikan. Para pendiri gerakan retrogressive ini memiliki pandangan bahwa nilai-nilai Islam dan budaya Islam saat itu mampu menjadi solusi kesenjangan ekonomi yang terjadi, misalnya penunain zakat dan infaq.

Menilik kondisi Islam di Indonesia saat ini, dari perspektif saya, mungkin pengklasifikasian seperti itu masih relevant. Pembagian islam progressive dan retrogressive sendiri, bagi saya, menjadi titik awal keberagaman Islam di Indonesia. Saat ini, beberapa kalangan ingin menghapuskan sekulerisme, dan mendirikan negara Islam dengan ke khalifahan yang kuat. Dan beberapa kalangan yang lain, lebih menghayati Islam dari ajaran-ajarannya, dan menginternalisasi Budaya Islam terhadap kehidupan bermasyarakat.

Pada dasarnya, mungkin saat ini gerakan Progressive bisa dibarengi dengan gerakan retrogressive maupun sebaliknya. Dan saya pikir terdapat koherensi disini, saat tujuan utamanya adalah mewujudkan kekuatan dan kejayaan Islam, dibarengi dengan internalisasi budaya Islam dikalangan masyarakat. Klasifikasi tersebut mungkin akan mengotak-kotakan Islam dan gerakannya di Indonesia, tapi sebenarnya tidak. Kedua gerakan ini tidak bertentangan satu sama lain. Sekalipun tujuan nya berbeda, namun keduanya saling menguatkan satu sama lain. Untuk membuktikannya, tentu dibutuhkan penelitian sosial, mengamati fenomena-fenomena populer yang terjadi yang berhubungan dengan ajaran Islam, misalnya popularisasi 'pemuda hijrah' dan merebaknya institusi-institusi syariah.

Akhirnya diskusi berakhir. Sebelum meninggalkan warung kopi, saya menyempatkan diri untuk browsing, mencari informasi mengenai hotel tempat saya menginap, ternyata bukan hotel syariah :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun