Selanjutnya, mengenai kepatuhan kepada pimpinan. Jelas, Presiden Jokowi adalah pimpinan Moeldoko, baik dalam statusnya sebagai pensiunan prajurit maupun Kepala KSP.
Dengan tidak "minta restu", maknanya Moeldoko juga tidak patuh, pun kemudian menganggap atasan tertingginya di kabinet pemerintahan seseorang yang statusnya seperti warga biasa.
Seorang bawahan wajib menunjukkan kepatuhan dan penghormatan terhadap pimpinan. Karena dalam berpolitik, keteladanan yang baik mutlak bagi calon pemimpin. Sudahkah Moeldoko menunjukkan hal itu sehingga pantas memimpin sebuah partai politik? Rasanya belum.
Dan ketujuh, melansir artikel KOMPAS.com (29/3/2021) yang menyajikan hasil survei Charta Politika (20-24 Maret 2021), ternyata dari 195.638 responden yang diwawancara, kebanyakan menyatakan "TIDAK SETUJU dengan PENUNJUKAN MOELDOKO sebagai KETUA UMUM".
Rinciannya: 18,1 persen menyatakan setuju; 37,6 persen tidak setuju; dan 44,3 persen tidak menjawab. Artinya apa? Bisa dipastikan 44,3 persen responden yang tidak menjawab bisa saja memihak kelompok tidak setuju.
Tentu sebelum melakukan survei, Charta Politika pasti telah mendata calon responden yang dirasa netral dan kredibel untuk diminta keterangan. Sehingga dengan membaca hasil survei ini saja, tegas menggambarkan bahwa Moeldoko belum tepat memimpin Partai Demokrat.
Ada banyak cara sebenarnya bagi setiap warga negara dalam menunjukkan kontribusi terbaik untuk bangsa ini. Khusus Moeldoko, menjalankan tugas sebagai Kepala KSP dengan sebaik-baiknya, sudah cukup. Tidak perlu memaksakan diri masuk Partai Demokrat, setidaknya selama masih berada di pemerintahan.
Sekian. Terima kasih. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H