Di pasar, semua boleh menjual dan membeli barang apa pun yang dibutuhkan, namun pastinya harus menggunakan dinar, dirham, dan fulus sebagai alat pembayaran. Mulai dari makanan, minuman, baju, obat-obatan, ayam, pulsa, hingga barang yang tergolong mewah seperti kendaraan bermotor.
Hal yang perlu diketahui adalah, pasar tidak disewa atau dikenai pajak, tidak disekat, tidak mengandung riba, lapak tidak boleh dikuasai (pedagang bisa berganti), sebab dianggap bertentangan dengan syariat Islam.
"Tidak boleh ada pajak dan riba, maksudnya pasar tidak boleh dipajak dan tidak boleh ada riba karena haram. Tujuan dari Pasar Muamalah adalah untuk menegakkan syariat Islam, bahwa dalam jual-beli ini, seperti halnya solat dan haji, ada hukum-hukumnya," ungkap Zaim.
Andaikan tidak punya ketiga alat tukar yang dipersyaratkan, maka seseorang bisa menukar uangnya ke wakala (penyedia dinar, dirham, dan fulus). Nilai alat tukar terhadap barang merupakan hasil kesepakatan antara pembeli dan penjual.
"Prinsip Pasar Muamalah itu sama-sama ridho, setara, kesepakatan. Untuk penukaran, bisa melalui wakala, yaitu orang yang menyediakan dinar, dirham, dan fulus. Saat di sana (pasar) bisa ditukarkan," kata Zaim.
Lebih lanjut tentang Pasar Muamalah, sila baca (klik angka) referensi pustaka yang saya lampirkan di bagian bawah artikel ini. Intinya, bagi Zaim, Pasar Muamalah dibuat demi tegaknya ajaran Islam.
Mengenal Sosok Zaim
Penggagas sekaligus pemimpin (amir) Pasar Muamalah bernama lengkap Zaim Saidi. Ia lahir di Parakan, Jawa Tengah, pada 21 November 1962. Pada 1994, ia menikahi Dini Damayanti dan dikaruniai lima anak.
Sejak 2002, Zaim membuka Wakala Adina, sebuah tempat pengedaran dinar dan dirham pertama di Indonesia. Ia pula menulis sejumlah buku dan mendirikan perusahaan penerbitan bernama Pustaka Adina. Lebih lengkap profilnya, sila baca (klik) "Zaim Saidi".
Perlukah Mewaspadai Pasar Muamalah?