Kedua, dari sisi pengalaman, Fadil banyak berkiprah di bidang reserse. Sebelum jadi Kapolda Jawa Timur dan kini Kapolda Metro Jaya, Fadil pernah bertugas sebagai Kasat III Ditreskrimum Polda Metro Jaya (2008) dan Wadir Reskrimum Polda Metro Jaya (2009).
Kemudian menjadi Kasubdit IV Dittipidum Bareskrim Polri (2011), Direktur Ditreskrimum Polda Kepulauan Riau (2011), Anjak Madya Bidang Pidum Bareskrim Polri (2015), dan Direktur Ditreskrimsus Polda Metro Jaya (2016).
Berikutnya lagi, pernah menjabat Wakil Dirtipidiksus Bareskrim Polri (2016) dan Dirtipid Siber Bareskrim Polri (2017). Sekian uraian ini, di luar jabatan lain yang sempat juga diemban Fadil. Lebih lengkap riwayat karirnya, sila klik "Fadil Imran".
Maka, membaca rekam jejaknya, Fadil terbukti bukan cuma tertempa di bidang reserse, melainkan juga akrab di lingkungan Bareskrim. Fadil tidak perlu lagi beradaptasi jika terpilih jadi Kabareskrim.
Ketiga, pembaca masih ingat kisah "sikap tegas" Fadil terhadap ormas (yang berakhir terlarang) beberapa waktu lalu? Ya, sosok Kabareskrim harus memiliki jiwa tegas. Tanpa ketegasan, mustahil persoalan kriminal teratasi.
Keempat, mengingat kriteria umur bukan penghambat bagi seorang perwira tinggi untuk menjabat di posisi strategis, penulis yakin, terpilihnya Fadil tidak akan membuat para perwira tinggi lain kecewa. Bukankah Listyo dan Fadil sama-sama angkatan 1991?
Kelima, "dipaksa" jadi Kapolda Metro Jaya untuk menegakkan aturan terkait protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19 dan hasil kerjanya dielu-elukan masyarakat luas, bukankah Fadil sempat masuk bursa calon Kapolri?
Maknanya, jangankan posisi Kabareskrim, untuk jabatan Kapolri saja dianggap layak diemban Fadil. Tidakkah demikian? Sekian. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H