Aspek keadilan dalam hal vaksinasi, mestinya tidak dipahami sebatas "sama rata". Semua kalangan diberi hak mendapat vaksin gratis. Mestinya tidak seperti itu.
Maksudnya begini. Haruskah orang kenyang atau belum lapar turut dihidangkan makanan sama takarannya dengan orang yang kelaparan berhari-hari? Maknanya, beda perlakuan bukan berarti tidak adil.
Kesempatan mendapatkan vaksin memang wajib merata bagi seluruh warga. Baik dari segi jumlah maupun kualitas. Inilah yang harus dipastikan pemerintah.
Akan tetapi, mencoba mengambil hati kalangan mampu untuk ikut memihak kaum lemah di saat krisis, sebaiknya dilakukan pemerintah. Bahkan sebenarnya tidak hanya diberi beban membayar vaksin mandiri, orang kaya juga sepatutnya diajak patungan.
Sembari menunggu tanggapan pemerintah dan kalangan mampu atas usul Hotman, rupanya sudah ada pemerintah daerah yang menawarkan inisiasi membayar vaksin bagi warganya, yakni Pemprov Nusa Tenggara Timur.
Gubernur NTT Viktor Laiskodat berencana menggunakan APBD dalam membiayai vaksin kepada seluruh masyarakat di sana. Hal ini diputuskan demi meringankan beban pemerintah pusat.
Dijelaskan oleh Kepala Biro Humas dan Protokol Setda NTT, Marius Ardu Jelamu, rencana Gubernur Viktor bakal segera dikoordinasikan dengan Kementerian Kesehatan.
"Ini ide besar dari Bapak Gubernur kita, yang tentunya akan kita koordinasi dulu dengan Kementerian Kesehatan. Tujuannya meringankan beban pemerintah pusat. Karena kita tahu defisit APBN kita banyak sekali," ungkap Marius, dilansir dari KOMPAS.com (06/01/2021).
Akankah Kementerian Kesehatan mempertimbangkan dan mengabulkan rencana Pemprov NTT tersebut? Seharusnya, iya. Sebab, Pemprov NTT yang menawarkan diri. Selain melihat tujuan baik di baliknya, segala hal pasti sudah dikalkulasi.
Andaikata Kemenkes mengizinkan Pemprov NTT, masih akan adakah Pemprov lain yang tergerak hati melakukan hal yang sama? Mudah-mudahan. Karena beban pandemi Covid-19 merupakan tanggungjawab bersama, maka "berat sama dipikul, ringan sama dijinjing" pantas dikedepankan.
***