Setelah ditunggu-tunggu, akhirnya Presiden Joko Widodo mengumumkan 6 (enam) nama menteri baru hasil reshuffle di Kabinet Indonesia Maju (KIM). Pengumuman dilakukan sekitar pukul 15.30 WIB, Selasa (22/12/2020).
Didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Presiden Jokowi menyebut nama serta memanggil keenam menteri barunya untuk disaksikan langsung oleh publik di Istana Negara.
Keenam menteri baru tersebut, antara lain Tri Rismaharini (Wali Kota Surabaya) sebagai Menteri Sosial, dan Sandiaga Uno (Wakil Dewan Pembina Partai Gerindra dan mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta) sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Selanjutnya Budi Gunadi Sadikin (Wakil Menteri BUMN) sebagai Menteri Kesehatan, dan Sakti Wahyu Trenggono (Wakil Menteri Pertahanan) sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.
Lalu Yaqut Cholil Qoumas (tokoh muslim dan Ketua PP GP Ansor) sebagai Menteri Agama, dan Muhammad Luthfi (Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat) sebagai Menteri Perdagangan.
Melihat perombakan komposisi kabinet pemerintahan ini, berarti posisi yang diganti untuk diisi bukan hanya Menteri Sosial yang sebelumnya dijabat Juliari Peter Batubara serta Menteri KKP yang dijabat Edhy Prabowo.
Posisi Menteri Sosial tetap dipegang kader PDI Perjuangan, Tri Rismaharini. Sedangkan untuk posisi Menteri KKP beralih dari tangan Partai Gerindra ke kalangan profesional non partai, yakni Sakti Wahyu Trenggono.
Partai Gerindra konsisten diberi ruang di kabinet, cuma dialihkan ke posisi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, oleh Sandiaga Uno. Jadi, ternyata tidak ada pengurangan jatah.Â
Dan hal yang cukup mengejutkan sebagai dampak perombakan kabinet, 4 (empat) menteri lama diganti. Yakni Fachrul Razi, Wishnutama Kusubandio, Terawan Agus Putranto, dan Agus Suparmanto.
Atas dasar pertimbangan apa sehingga keempat menteri lama itu dicopot dari jabatan mereka? Tentu, yang paling tahu jawabannya adalah Presiden Jokowi sendiri.
Kiranya publik tidak perlu bertanya lebih lanjut, apalagi mempersoalkan keputusan Presiden Jokowi. Yang penting, hasil rekomposisi kabinet dapat membawa perubahan yang lebih baik bagi negara ke depan.
Terakhir, yang tidak kalah menarik yaitu, dengan masuknya Sandiaga Uno di kabinet, rekonsiliasi politik di antara para mantan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden di Pilpres 2019 lalu, menjadi genap seutuhnya.
Jokowi, Ma'ruf Amin, Prabowo Subianto, dan Sandiaga Uno akhirnya duduk bersama juga untuk bersinergi membangun negeri, meski mengemban jabatan dan tanggungjawab yang berbeda-beda.
Pantas diterka, bahwa jika Edhy Prabowo tidak terjerat kasus dugaan korupsi ekspor benih lobster, kemungkinan besar Sandiaga Uno mustahil masuk kabinet.
Sebab, andaikan Presiden Jokowi melakukan reshuflle dalam kondisi normal, artinya tidak ada menteri yang tersangkut kasus hukum, jatah masing-masing partai di kabinet tidak berubah.
Maksudnya, tidak mungkin jatah Partai Gerindra ditambah bila memang Sandiaga Uno sudah disiapkan masuk kabinet.
Artinya, Sandiaga Uno belum tentu "dipaksakkan" masuk kabinet jadi menteri, karena jatah masing-masing pihak telah diatur sedemikian rupa.
Edhy Prabowo pun rasanya sulit diganti atau dialihkan jabatannya ke posisi lain kalau kasus benih lobster tidak terjadi.
Oleh karena itu, bersatunya Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno di kabinet tidak terlepas dari "jasa" Edhy Prabowo yang membiarkan tangannya "digigit" lobster.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H