Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) dan perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak, dua agenda yang berlangsung dalam waktu bersamaan hari ini, Rabu, 9 Desember 2020.
Sila dikatakan kebetulan atau tidak, namun kiranya kedua agenda ini sangat berkaitan satu dengan yang lain. Yang satu dilaksanakan untuk memperingati hari pentingnya mengenyahkan perilaku koruptif, sedangkan lainnya dalam rangka memilih pemimpin daerah.
Ketika pada tahun-tahun sebelumnya Hakordia diramaikan berbagai atraksi unik dan penyampaian testimoni, kali ini berbeda. Sebagian besar wilayah di Indonesia tengah sibuk, sehingga tidak sempat merancang atraksi dan merangkai testimoni.
Sebanyak 270 daerah, yang meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota terpaksa "lupa" Hakordia. Bagi warga di daerah-daerah tersebut, meluangkan waktu ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) lebih penting ketimbang ikut atraksi dan menyuarakan testimoni soal Hakordia.
Acaranya berbeda, tetapi saling berkaitan. Memilih pemimpin daerah ketimbang beratraksi dan bertestimoni tidaklah mengesampingkan keberadaan Hakordia. Sesungguhnya, keduanya bisa dilaksanakan berbarengan di lokasi yang sama.
Maksudnya adalah, para pemegang hak pilih di Pilkada 2020 mestinya tetap mengenang Hakordia di TPS. Mereka tidak boleh lupa, esensi Hakordia setiap tahun itu dapat dimanfaatkan sekarang ini saat menentukan pilihan atas sosok yang pantas memimpin daerah.
Tema Hakordia 2020 yakni "Membangun Kesadaran Seluruh Elemen Bangsa dalam Budaya Antikorupsi". Artinya, masyarakat diingatkan kembali agar sadar dan mau memelihara sikap antikorupsi, minimal selama setahun ke depan.
Apakah masyarakat masih sadar? Lalu bagaimana cara memelihara sikap antikorupsi itu? Mulai kapan? Mestinya konsisten sadar, dan sikap tersebut langsung diwujudnyatakan mulai hari ini.
Caranya, masyarakat sebaiknya mengedepankan logika sebelum menentukan pilihan di Pilkada 2020. Jangan memilih sosok yang berpotensi tidak amanah, ingkar janji, dan tampak sulit menghindari diri dari godaan korupsi.
Jangan pula memilih sosok yang cuma tebar pesona tanpa program, itulah harapan kepada masyarakat pemilik hak pilih. Apa gunanya punya pemimpin baru bila kelak mengkhianati janji-janji politiknya, dan lebih parah lagi tersangkut kasus korupsi?
Bukankah pengalaman-pengalaman di masa lampau layak digunakan sebagai bahan pembelajaran oleh masyarakat sehingga tidak kembali jatuh di lobang yang sama (salah memilih pemimpin)?
Harus diakui, tersangkutnya beberapa kepala daerah di "jaring korupsi" tidak terlepas dari kontribusi buruk masyarakat. Ya, sebagian masyarakat di awal kurang peduli dan jeli melihat sosok calon pemimpin yang akan jadi panutan.
Rekam jejak calon kepala daerah tidak diperhatikan sungguh-sungguh. Aspek relasi kekerabatan, kesamaan identitas, dan pesona tampang lebih diutamakan. Kapasitas dan kualitas diabaikan.
Maka dari itu, pelaksanaan Pilkada 2020 serentak dengan perayaan Hakordia 2020, semestinya dijadikan sebagai kesempatan berharga dan tidak disia-siakan. Pilihlah calon pemimpin yang jujur, berani, bertanggungjawab, dan antikorupsi.
***Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H