Mata publik melihat, sepanjang HRS tiba di Indonesia, ada sebanyak 5 (lima) kegiatan massa berskala besar terjadi, yang jelas-jelas bertentangan dengan aturan PSBB Transisi.
Kegiatan itu yakni penyambutan HRS di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, penyambutan HRS di Petamburan, acara Maulid Nabi Muhammad SAW di Tebet, ceramah HRS di Megamendung (Bogor), dan acara pernikahan putri HRS di Petamburan.
Massa yang hadir di 5 (lima) kegiatan itu cukup besar. Bahkan yang terakhir, acara pernikahan putri HRS disebut-sebut mencapai 10 ribu orang lebih. Bolehkah HRS dan kelompoknya melanggar PSBB?
Ini bukan masalah keberpihakan politik. Ini soal keselamatan seluruh warga. Dunia sedang berada di masa krisis, dilanda pandemi Covid-19. Mengapa Pemprov DKI Jakarta tidak tegas melarang HRS dan kelompoknya agar tidak melaksanakan kegiatan yang memicu kerumunan?
Menurut epidemiolog, Dicky Budiman, terselenggaranya berbagai kegiatan yang melibatkan HRS dan kelompoknya disebabkan oleh ketidaktegasan Pemprov DKI Jakarta menjalankan aturan. Tidak konsisten, pandang bulu, padahal taruhannya keselamatan masyarakat luas.
"Ketidaktegasan dan ketidakkonsistenan dalam menerapkan intervensi sosial, physical distancing. Jelasnya, tidak tegas dan akan merugikan masyarakat luas. Tidak boleh pandang bulu, tidak boleh juga kendur, karena ini untuk kesehatan masyarakat," kata Dicky, Sabtu (14/11) - detik.com.
Sampai kapan aturan PSBB Transisi di DKI Jakarta diperpanjang dan sampai kapan pula berakhirnya pelanggaran? Cuma Pemprov DKI Jakarta dan publik yang tahu. Semoga semua berujung baik.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H