Saya tiba-tiba kembali membaca sebuah artikel buatan KOMPAS TV yang dipublikasikan pada Sabtu, 7 November 2020 dan kemudian saya bagikan di akun Facebook pada Minggu, 8 November 2020. Artikelnya berjudul "Terkuak! Jusuf Kalla Ungkap Alasan Jokowi Copot Rizal Ramli Jadi Menteri" (sila klik).
Belum sempat membacanya, karena kala itu saya sedang sibuk, serta menduga, paling berita biasa saja, meskipun saya juga tetap membagikannya ke media sosial. Entah kenapa, saya hanya punya waktu membagikan tanpa ikut membaca. Tapi saya rasa, saya tidak menyebarkan berita bohong sehingga tidak perlu disesali.
Ya, hari ini, Selasa (10/11), saya baru membaca artikel tadi. Isinya mengenai rangkuman percakapan antara Karni Ilyas dengan mantan Wakil Presiden ke-10 dan 12 Republik Indonesia, Jusuf Kalla (JK), yang tayang pada Kamis, 6 November 2020 di akun Youtube Karni Ilyas Club (sila klik).
Menjawab sederet pertanyaan Karni, JK mengungkap banyak hal terkait pengalamannya selama menjadi pejabat negara, dalam hal ini sebagai wakil presiden. Termasuk juga bagaimana JK menilai perkembangan di dalam negeri saat ini dan usul solusi yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah.
Agak meloncat, tapi saya menulis artikel ini seusai menonton tayangan video KIC untuk lebih mengetahui duduk persoalan. Artinya, ternyata masalah JK dan Rizal Ramli sebenarnya cuma salah satu bagian dari hasil diskusi pada video.
Di artikel KOMPAS TV dan video KIC, JK membongkar sesuatu yang bisa dianggap 'aib' para mantan penghuni istana negara, pembantu-pembantu presiden dalam menjalankan roda pemerintahan.
JK mengatakan, Rizal dicopot dari jabatannya oleh Presiden Joko Widodo padahal baru sepuluh bulan menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, karena sesuatu hal yang cukup berdasar. Rizal dinilai tidak mampu mengkoordinasikan kerja para menteri yang dikomandoinya.
"Di era Pak Jokowi dia tidak bisa memimpin dan koordinir menteri-menteri di bawahnya. Tidak bisa koordinasi, akhirnya di-reshuflle setelah 10 bulan menjabat. Waktu dia dipanggil, saya sedang bersama Pak Jokowi. Dijelaskan bahwa untuk kebaikan kabinet, maka dia diganti," kata JK.
Tidak hanya itu, JK turut membeberkan bagaimana Rizal diberi kewenangan di bidang kemaritiman. Ceritanya, saat Jokowi membentuk kabinet (Kabinet Indonesia Kerja) dan memanggil para calon menteri, Rizal yang termasuk dipanggil meminta agar jabatan Menko Perekonomian, Menteri Keuangan, atau Menteri BUMN yang sebaiknya diberikan kepadanya.
Namun Jokowi tidak mengabulkannya. Pasti ada faktor atau pertimbangan tertentu. Dan akhirnya Rizal ditawari kursi Menko Maritim. Keinginannya tidak terkabul dan terjadi diskusi demi diskusi, selanjutnya Rizal menerima tawaran Jokowi.
Berjalan 10 bulan, Rizal dicopot dan digantikan oleh Luhut Binsar Panjaitan. Berikutnya JK mengungkap lagi, sejak muncul kabar bahwa Rizal hendak diangkat jadi menteri, sebanyak 11 dari 12 pejabat eselon 1 (level Dirjen) Kementerian Keuangan mengeluhkan sosok Rizal.
Para pejabat tersebut mengaku akan mundur dari jabatan apabila Rizal diangkat jadi Menteri Keuangan. Alasannya, mereka menganggap Rizal tidak mengerti persoalan dan gemar mengucapkan kata-kata berbau "kebun binatang". Lanjut, JK ikut membuka ke Karni mengapa di pemerintahan SBY, Rizal selalu gagal masuk kabinet. Rizal tidak dianggap.
Setelah menonton tayangan video diskusi antara JK dan Karni, saya mencoba mencari video lain, latar belakang sehingga "borok" Rizal sampai dibuka ke publik. Dan saya menemukan videonya, yang diunggah juga akun Youtube KIC.
Ternyata JK terpaksa meladeni pertanyaan Karni untuk menjawab pernyataan Rizal di video KIC sebelumnya, diskusi antara Karni dan Rizal (sila klik). JK membantah pengakuan Rizal, di mana disebut suka menghalang-halangi Rizal menempati posisi strategis.
"JK selalu block saya. Pokoknya JK enggak mau Rizal pegang ekonomi dan keuangan. Jokowi sebenarnya lebih mau mendengarkan saya," demikian kutipan kalimat Rizal.
Tidak perlu saya uraikan panjang lebar isi tayangan video, yang jelas Rizal menyampaikan bahwa salah satu alasan JK melakukan itu terhadap dirinya karena menyangkut bisnis besar di tanah air, yang sebagian dikuasai JK.
Menyanggah Rizal, JK menjelaskan, wewenang memilih menteri, menilai kinerja, dan merombak kabinet adalah tanggungjawab presiden sepenuhnya. Dirinya tidak pernah ikut mencampuri. Hal itu sejak masa pemerintahan SBY.
"Saya tak pernah halangi. Ya maunya (dia begitu), tapi yang menentukan kan presiden. Waktu itu semua calon menteri kan di-interview dulu oleh Pak SBY. Semua dipanggil. Dia tidak pernah dipanggil. Memang dia tidak pernah diperhitungkan oleh Pak SBY. Kalau diperhitungkan kan harusnya dia dipanggil," tegas JK.
Entah apa maksud Karni merancang diskusi yang akhirnya menimbulkan kehebohan ini. Heboh karena publik terperangah. Seburuk itukah kisah dan relasi para mantan penghuni istana? Karni mulai dari Rizal, lalu dilanjutkan ke JK. Tujuannya cuma Karni yang tahu.
Publik bertanya-tanya, apa iya para mantan pejabat di lingkaran istana harus mengungkit kenangan buruk di masa lampau? Bukankah hal itu "urusan dapur" yang mestinya ditutup rapat-rapat?
"Makanannya" telah habis, dan pastinya sudah terbuang jadi "kotoran", mengapa harus mempersoalkan lagi cara memasak dan bumbu yang dipakai? Tidakkah dipertimbangkan opini publik sesudahnya?
Namun demikian, agaknya terdapat pula pembelajaran di balik ini semua. Publik menjadi tahu bahwa kisah masa lalu dan relasi masa kini para mantan pejabat negara tidaklah seindah yang dibayangkan. Di sana tertoreh intrik dan berbagai kepentingan.
Saran saya, sebaiknya Rizal dan JK berhenti "berbalas pantun". Tidak perlu dilanjutkan. Sebagai mantan pejabat, keduanya wajib menjaga wibawa masing-masing. Biarlah publik tetap percaya bahwa setiap pejabat pemerintahan itu adalah negarawan. Salam.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H