Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

HRS ke Indonesia, Bakal Ada yang Luar Biasa?

5 November 2020   07:25 Diperbarui: 5 November 2020   07:37 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin sore, sekitar pukul 16.30 WIB, saya tiba di Pontianak, Kalimantan Barat. Saya dari kampung ke sana menggunakan bus, ada hal penting yang ingin saya urus. Karena urusannya hari ini (Kamis, 5/11), maka saya terpaksa menginap.

Di terminal, saya memesan layanan ojek online untuk mengantar saya ke hotel terdekat. Jaraknya dari terminal sekitar 8,2 kilometer. Datanglah seorang pengemudi yang namanya sesuai aplikasi menjemput saya.

Tak lupa menjaga protokol kesehatan, sepanjang perjalanan kami tetap memakai masker. Kami menghabiskan waktu selama 10 menit untuk sampai di hotel, tempat saya berencana menginap.

Saya tidak perlu menyebutkan nama pengemudi itu. Yang saya tahu dia orang Melayu (dari logat bicaranya) dan cukup ramah. Saat saya di terminal saja, dia sempat chat saya supaya hati-hati karena banyak pengemudi lain yang disebutnya reseh.

Sepuluh menit di perjalanan, kami tidak hanya diam. Kami ngobrol soal kesehatan, ekonomi, dan politik. Waktunya memang singkat, tapi itulah yang terjadi. Bukan saya yang membuka topik pembicaraan, melainkan pengemudi itu.

Inti obrolan kami adalah, bahwa gara-gara Covid-19, kesehatan masyarakat menjadi terganggu, roda ekonomi terhambat, dan situasi politik tidak menentu. Kami juga sempat membahas UU Cipta Kerja yang sudah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo beberapa hari yang lalu.

Covid-19 dan UU Cipta Kerja yang dikeluhkan si pengemudi. Baginya, seharusnya pemerintah lebih serius lagi menangani wabah, serta tidak menekan hidup masyarakat (terutama kalangan buruh) dengan aturan-aturan baru.

Pemerintah harus dikritik, dan bila perlu didemo terus-menerus, agar tidak sewenang-wenang. Mentang-mentang punya dukungan politik yang luar biasa, akhirnya pemerintah tidak mau mendengar aspirasi masyarakat. Wajib ada oposisi bagi pemerintah. Demikian kesimpulan curhat si pengemudi kepada saya.

Yakinlah, andai ada kesempatan lebih panjang, si pengemudi pasti akan bicara banyak hal. Saya tahu dari sikapnya yang terus menyela saya. Dia agak kurang sepaham dengan pemerintah. Sementara saya, beda. Maka, saya pun mendengar saja, cuma berkomentar singkat. Ya, masing-masing pribadi punya hak mengambil posisi berbeda. Tidak masalah. Saya suka karena dia bersikap kritis.

"Bang, itulah pemerintah sekarang. Sesuka hati membuat kebijakan. Makanya pas ada kabar Habib (Rizieq Shihab) mau pulang, daerah-daerah senang. Akan ada revolusi. Tunggu aja. Habib nyampe Indonesia tanggal 10 ini. Dia yang pimpin demo besar-besaran," katanya.

"Oh, begitu ya? Iyalah, bagus-bagus saja, yang penting demo tidak melanggar protokol kesehatan, tidak merusak, apalagi sampai ada nyawa yang menjadi korban," sahut saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun