Seandainya ada semacam pemilihan menteri Kabinet Indonesia Maju (KIM) paling disorot publik sepanjang satu tahun terakhir, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto pasti masuk dalam daftar nominasi. Bahkan layak diprediksi, Terawan mungkin bisa tercatat sebagai pemegang peringkat tertinggi.
Mengapa? Karena Terawan selama ini sangat "diminati" dan sering dicari. Kehadirannya dinanti dan suaranya dirindukan. Meningkatnya "minat" publik terhadap pensiunan jenderal Angkatan Darat berbintang tiga itu disebabkan pandemi Covid-19. Baru tiga bulan dilantik, mantan Kepala RSPAD Gatot Subroto ini terpaksa memikul beban yang cukup berat.
Pada awal Maret 2020, Indonesia dilanda virus berbahaya dan mematikan yang diketahui dunia berasal dari Kota Wuhan, China. Maka dari itu, sebagai menteri yang membidangi kesehatan, Terawan langsung mendapat tugas, yang bisa dikatakan amat mengejutkan dan lebih berat dibanding yang dipikul para menteri lainnya.
Terawan harus menangani dan menghalau Covid-19, meski pada awalnya ia optimis Indonesia mustahil terpapar. Ia mesti jadi menteri terdepan yang berkewenangan memimpin pemulihan kesehatan masyarakat.
Entah sampai kapan pandemi Covid-19 berakhir, yang pasti Indonesia sudah terpapar kurang lebih 8 (delapan) bulan, dengan jumlah kasus positif hampir menyentuh angka 380 ribu.
Kementerian Kesehatan di bawah kendali Terawan tidak mungkin bekerja sendiri mengatasi sebaran wabah dan mencari solusi. Presiden Joko Widodo turun tangan membentuk gugus tugas nasional, yang kemudian para kepala daerah meneruskannya di wilayahnya masing-masing.
Pandemi masih "bergentayangan", menambah jumlah kasus positif, serta vaksin penangkal dan obat penyembuh yang cocok belum ditemukan untuk diedarkan.
Menurut perkiraan dan pengakuan pemerintah, akhir tahun ini vaksin impor bakal hadir dalam jumlah terbatas. Artinya, harapan masyarakat untuk segera terbebas dari gangguan pandemi akan terus dinanti.
Semoga vaksin dan obat secepatnya hadir. Namun sepanjang ditunggu-tunggu, Terawan pastinya konsisten disorot dan dikritik publik. Bukan mustahil akan ada lagi jenis "olok-olokan" lain kepadanya, setelah video parodi "Terawan Mundur" dan "Kursi Kosong" persembahan Najwa Shihab.
Dinanti dan dimarahi publik, mengapa Terawan tampaknya tetap aman dari "amukan" Jokowi? Mengapa ia tidak diberhentikan karena kinerjanya yang dinilai buruk telah menghambat perwujudan mimpi-mimpi pemerintah di berbagai sektor?
Apakah betul Terawan yang lebih memilih diam dan tidak mau tampil di muka publik, ternyata sedang "bekerja dalam sunyi"? Tentu cuma dirinya dan Jokowi yang paling tahu tentang hal itu.
Semua yang dikerjakan Terawan pasti selalu berada di bawah pemantauan Jokowi. Mengapa ia tidak diberhentikan? Mungkin Jokowi melihat bahwa pembantunya ini tidak seburuk yang disangka publik.
Sepenilaian penulis, Terawan sepertinya bukan orang yang suka banyak bicara, apalagi berdebat. Semua bisa dibaca dari rekam jejaknya sebelum jadi menteri. Walaupun berpangkat jenderal, ia lebih suka tampil layaknya masyarakat awam atau sipil.
Harapan penulis, sila publik terus "meminati" Terawan selama pandemi Covid-19 belum berakhir, tapi jangan ada lagi "kursi kosong" dan "parodi mundur". Ia pasti terima dikambinghitamkan atas "rapor merah" pemerintah setahun terakhir", walaupun sesungguhnya ia tidak pantas mendapatkannya.
Bukan membela Terawan, publik semestinya "meminati" juga para menteri lain, yang barangkali memanfaatkan kesempatan pandemi Covid-19 untuk berleha-leha dan berharap tidak disalahkan.
Jokowi-Ma'ruf Amin dapat "rapor merah" bukan gara-gara Terawan semata. Semua menteri wajib bertanggungjawab atas tupoksi dan kinerjanya masing-masing.
Mudah-mudahan pandemi Covid-19 lekas berakhir, aktivitas masyarakat menjadi hidup sedia kala, dan roda pemerintahan kembali normal.
***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI