Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dapat "Rapor Merah" di Awal Periode Kedua, Jokowi Sebaiknya Evaluasi Kabinet

21 Oktober 2020   22:06 Diperbarui: 21 Oktober 2020   22:19 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin, Selasa, 20 Oktober 2020, genap 1 (satu) tahun Joko Widodo dan Ma'ruf Amin memimpin Indonesia. Atau, tepat 6 (enam) tahun juga Joko Widodo berkuasa.

Mengesampingkan jejak kepemimpinannya pada periode pertama (2014-2019), di awal periode kedua ini, ternyata Jokowi bersama Ma'ruf Amin terpaksa mendapat "rapor merah" dari hasil kerja mereka.

Melansir KOMPAS.com, Selasa (20/10/2020), kinerja Jokowi-Ma'ruf Amin jauh dari harapan. Berdasarkan hasil survei Litbang KOMPAS, mayoritas publik mengaku tidak puas atas kinerja pemerintah sepanjang 1 (satu) tahun belakangan ini.

Litbang KOMPAS menyajikan kesimpulan bahwa, hanya 45,2 persen publik yang menyatakan puas terhadap kinerja Jokowi-Ma'ruf Amin, sementara ada sebanyak 52,5 persen yang merasa tidak puas.

Jika dilihat, ketidakpuasan publik lebih tertuju pada soal kinerja ekonomi dan hukum. Tentu hal ini terjadi karena terhentinya pergerakan roda perekonomian gara-gara Covid-19 dan polemik keberadaan Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Di samping sisi ekonomi dan hukum, aspek lain yang disorot publik karena memang berdampak pada kinerja pemerintah yakni masalah komunikasi. Para pejabat tinggi negara di lingkaran presiden dianggap kurang piawai menyosialisasikan kebijakan dan capaian pemerintah.

Dan ternyata bukan cuma publik, Jokowi sendiri mengafirmasi kekecewaannya mengenai kemampuan komunikasi para bawahannya. Ia sampai berulang kali menegur menteri tertentu yang dinilai "asal bicara" dan akibatnya tidak menarik simpati masyarakat.

Bahkan ada pula menteri atau pejabat terkait yang amat diharapkan hadir dan berbicara kepada masyarakat, malah tampak menghindar. Maka dari itu, presiden pun kembali mengingatkan agar tidak terjadi lagi hal serupa di masa mendatang.

Semua menteri terkena teguran Jokowi. Itulah yang disampaikan Kepala Kantor Staf Kepresiden (KSP), Moeldoko. Untuk itu, seluruh menteri diminta berevaluasi dan memperbaiki diri.

"Kami semuanya ditegur oleh Presiden bahwa komunikasi kita sungguh sangat jelek. Untuk itu, ini sebuah masukan dari luar maupun teguran dari Presiden untuk perbaikan ke depan dengan baik. Tetapi itu bukan sebuah alasan bagi kami untuk tidak berkomunikasi dengan baik. Kami selalu membenahi diri, kita selalu ingin memperbaiki diri," ujar Moeldoko, Rabu (21/10/2020).

Komunikasi publik terbukti sangat mempengaruhi kinerja pemerintahan. Artinya sisi ini tidak boleh diabaikan. Komunikasi tidak asal berbicara, atau dengan tindakan lain yang serampangan. Wajib terencana, terarah, dan terealisasi. Kiranya salah satu kinerja pemerintah adalah aspek komunikasi publik.

Ketika komunikasi publik saja tidak memuaskan dari para pembantu presiden, lalu bagaimana dengan aspek-aspek lainnya, khususnya tupoksi mereka masing-masing? Bukankah bisa lebih mengkhawatirkan lagi?

Memang, 1 (satu) tahun di awal periode kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf Amin belum dapat mewakili gambaran kinerja pemerintah yang terjadwal 5 (lima) tahun, di mana tersisa 4 (empat) tahun lagi.

Namun jika hal-hal buruk yang sudah mulai muncul tidak segera dibenahi, maka bukan tidak mungkin bakal merusak perjalanan dan catatan kinerja pemerintahan yang masih tersisa.

Sebaiknya Jokowi mau "memperlebar" lagi cakupan evaluasinya terhadap para menteri. Jangan terbatas pada masalah komunikasi publik, kalau sungguh ingin memanfaatkan momentum buruk Covid-19, "membajak krisis".

Krisis demi krisis yang tengah melanda akibat Covid-19 optimis berakhir manis kelak jika Jokowi dan jajarannya sungguh-sungguh bekerja keras, belajar dari pengalaman (kesalahan), tidak larut dalam kebingungan, dan mau memotivasi masyarakat untuk terus bangkit.

Sudahkah Jokowi tahu dan paham, siapa sajakah para pembantunya yang layak dipertahankan karena nyata andal "membajak"? Seharusnya, sudah. Ia sedianya tidak lagi "menggertak" dan "mengancam". Segera lakukan evaluasi kabinet, reshuffle anggota tim kerja.

Jokowi harus berani memberhentikan menteri dan wakil menteri yang cuma jadi "pajangan", payah berkomunikasi, dan nyaman berada di atas "mesin pembajak". Ia wajib mencari sosok yang lebih memenuhi kriteria ideal. Mengaku "tidak punya beban", maka ia juga mesti mampu menyingkirkan menteri "penambah beban".

Semoga Jokowi berniat melepaskan beban-bebannya yang tidak kelihatan, sehingga semakin nyaman "membajak" untuk kebaikan dan kemajuan bangsa.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun