Terawan adalah pembantu Presiden Joko Widodo. Ketika menghadiri acara Najwa, ia turut membawa "muka" Presiden Jokowi. Penangungjawab tertinggi penanganan pandemi Covid-19 itu presiden, bukan menteri. Bahkan Terawan sesungguhnya wajib meminta izin Presiden Jokowi, manakala mau hadir.
Saya tidak sepakat dengan cara Najwa mengundang Terawan. Menurut saya kurang beretika. Bagaimana mungkin seorang pejabat negara dipaksa hadir, dengan cara-cara yang tidak baik? Tajuk acara Najwa pun terbaca agak "sarkas": Mata Najwa Menanti Terawan. Hasilnya, Terawan ternyata terbukti tidak hadir, dan saya setuju dengan sikapnya.
Najwa bukan polisi, jaksa, hakim, atau apapun namanya yang diberi tugas untuk "menginterogasi" atau "menghakimi" Terawan. Najwa semestinya bisa bersikap bijak, bahwa yang diundang itu adalah pejabat negara, bukan tersangka, terdakwa, atau terpidana buron. Undangan "sarkas" lewat media sosial saja sejatinya sudah menjatuhkan wibawa Terawan di mata publik. Sebagian warganet akhirnya "mem-bully" Terawan.
Oleh sebab itu, saya setuju dengan apa yang ditulis Addie MS di Twitternya berikut: "Mengundang itu biasanya disertai niat untuk menghormati yang diundang". Apakah Najwa berniat menghadirkan Terawan secara terhormat? Atau demi sensasi supaya program acara di stasiun televisi semakin populer?
Sekali lagi, mari kita atasi kegelisahan dan mengejar segala keinginan tanpa mengesampingkan nilai-nilai etika. Kita harus optimis, badai pandemi Covid-19 pasti berlalu. Semoga kita semakin taat protokol kesehatan dan pemerintah lebih serius lagi menjalankan kebijakannya. Untuk tugas "menghakimi" Terawan, biarlah menjadi kewenangan Presiden Jokowi.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H