Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Benarkah Vaksin Buatan Oxford Gunakan Sel Janin Aborsi?

28 Agustus 2020   12:43 Diperbarui: 28 Agustus 2020   12:59 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di saat warga dunia sedang mengharapkan datangnya vaksin dan obat Covid-19, tiba-tiba muncul kabar yang menghebohkan dan tergolong buruk, yaitu salah satu kandidat vaksin yang diketahui siap diproduksi massal ternyata proses pembuatannya dianggap bertentangan dengan etika, ajaran moral, dan agama.

Vaksin yang dimaksud buatan Universitas Oxford, Inggris dan perusahaan farmasi AstraZeneca. Vaksin tersebut berlabel AstraZeneca dan kini tengah jadi rebutan banyak negara. Salah satunya, Australia.

Melansir suara.com (Rabu, 26/8/2020, sila klik), Perdana Menteri Scott Morrison disebut telah memesan sebanyak 25 juta dosis vaksin AstraZeneca untuk dibagikan secara gratis kepada warga.

Morrison memesan vaksin pada Selasa, 18 Agustus 2020. Dan 2 (dua) hari berikutnya, tepatnya pada Kamis, 20 Agustus 2020, kalangan Gereja di Australia melayangkan kecaman dan penolakan.

Petinggi Gereja yang diwakili oleh Uskup Agung Sydney (Katolik), Anthony Fisher; Uskup Agung Gereja Anglikan, Glenn Davies; dan Uskup Gereja Ortodoks Yunani-Australia, Makarios Griniezakis, meminta Morrison membatalkan pemesanan vaksin.

Ketiga uskup mengecam dan menolak, sebab terungkap bahwa vaksin AstraZeneca dibuat menggunakan sel-sel ginjal janin yang sengaja digugurkan (aborsi).

Uskup Fisher bahkan sampai membuat beberapa tulisan di halaman Facebook miliknya (Archbishop Anthony Fisher OP), mengenai apa yang ia sebut "dilema etis" dari penggunaan vaksin Astra Zeneca.

Anthony Fisher | Sumber gambar: news.com.au
Anthony Fisher | Sumber gambar: news.com.au
Salah satunya ditulis pada Selasa, 25 Agustus 2020 berikut:

"A number of media outlets have misrepresented comments I have made about a potential COVID1-19 vaccine. I have not, nor would I, call for Catholics to boycott the vaccine if it became available. What I did was join with other faith leaders to ask the Prime Minister to, in addition to the agreement made with AstraZeneca, pursue arrangements for other vaccines and not just limit themselves to one, which some in our community will find ethically concerning. It is in all our interests that a vaccine is widely taken up, and so it is deeply disappointing that my words weren't reported accurately or fairly. If we are indeed 'all in this together,' then we need to ensure that legitimate concerns raised are not exaggerated".

Pernyataan lebih lengkap Fisher, sila baca "Oxford University Coronavirus Vaccine Has 'Ethical Concerns', Sydney Archbishops Warn Followers" dan "Ethical Concerns over Covid Vaccine".

Mengapa sel-sel janin dipakai untuk memproduksi vaksin? Pakar vaksin dari Universitas Sydney, Robert Booy memaparkan bahwa replikasi sel-sel muda (janin) lebih cepat dan banyak ketimbang sel-sel yang sudah tua.

"Sel-sel janin bisa melakukan 50 kali replikasi, sementara sel-sel yang tua lebih sedikit replikasinya. Jadi, untuk memproduksi vaksin, virus harus dibiakkan di dalam sel janin berkali-kali dan kemudian dipanen," papar Booy.

Senada dengan Booy, Deputi Kepala Kantor Kesehatan Australia, Nick Coatsworth menjelaskan, meskipun menggunakan sel-sel janin, pengembangan vaksin AstraZeneca cukup ketat dan sudah memenuhi standar regulasi etis.

"Sel-sel manusia sangat penting dalam pengembangan vaksin. Regulasi etis di sekitar penggunaan sel-sel manusia sangat ketat, terutama terkait sel janin manusia. Yang mengembangkan vaksin ini adalah unit penelitian di Universitas Oxford yang sangat terkemuka. Jadi menurut saya, kita bisa percaya pada cara mereka mengembangkan vaksin tersebut," jelas Coatsworth.

Untuk memproduksi vaksin menggunakan sel-sel janin dengan alasan efektifitas replikasi. Artinya jelas, jawaban atas pertanyaan sesuai judul "Benarkah Vaksin Buatan Oxford Gunakan Sel Janin Aborsi?" sudah ditemukan.

Mengapa Australia memesan vaksin AstraZeneca? Apakah karena ketidaktahuan atau memang tidak mau tahu, yang penting vaksin bagi warga tersedia?

Selanjutnya, mengapa pula Universitas Oxford dan perusahaan farmasi AstraZeneca tetap menggunakan sel-sel janin yang sengaja diaborsi? Bukankah pembuat vaksin Covid-19 sejenis ada yang menggunakan sel hewan sebagai media pengembangan?

Barangkali jawabannya adalah, demi kecepatan dan efektifitas. Lagipula, penggunaan sel-sel janin sudah dilakukan selama 50 tahun terakhir. Tidak peduli melanggar etika, ajaran moral dan agama. Yang penting standar medis terpenuhi dan Covid-19 segera berakhir.

Patutkah publik (khususnya pemerintah dan warga Australia) mempertimbangkan pendapat para uskup tadi? Bukankah sebagian besar warga di sana menganut agama, di mana dibekali ajaran mengenai larangan aborsi atau pembunuhan?

Semua agama pasti melarang aborsi. Janin, meski masih berukuran kecil namun sudah terbentuk sebagai manusia, yang punya hak untuk hidup. Bukan benda atau hewan yang dengan gampang akan digunakan untuk berbagai kepentingan.

Perlu dipahami, Gereja sejak dahulu amat menentang yang namanya aborsi. Jangankan aborsi untuk kebutuhan medis (pengembangan vaksin), aborsi karena terpaksa (yang dilakukan demi menyelamatkan sang ibu) saja tetap keras dilarang.

Bagi Gereja, janin adalah manusia, citra Allah. Dan yang memberi kehidupan bagi si janin yaitu Allah sendiri. Maka dari itu, manusia (dewasa) tidak punya hak untuk mengakhiri hidup si janin.

Dalam kasus rumit sekalipun, misalnya terbentuknya janin akibat perkosaan, Gereja memerintahkan umat untuk tidak melakukan aborsi atau pengguguran. Janin harus dirawat, dilahirkan, dan dibesarkan.

Larangan membunuh dan perintah mengasihi sesama bahkan tertuang tegas di dalam Alkitab. "Jangan Membunuh" (bagian ke-5 dari Sepuluh Perintah Allah). "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" (baca Mat 22:36-40; Mrk 12:31; Luk 10:27; Rom 13:9, Gal 5:14).

Lebih lengkap tentang pandangan iman Gereja Katolik soal aborsi, sila baca (klik) "Mengapa Aborsi Itu Dosa?". Gereja berpandangan bahwa kehidupan manusia sudah dirancang Allah, jauh sebelum dibentuk secara fisik di dalam kandungan.

"Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa" (Yer 1:5).

Bukankah janin merupakan mahakarya Allah yang wajib dijaga? Bukankah pula janin adalah sesama yang mesti dikasihani? Bagaimana mungkin misi menyelamatkan manusia (membuat vaksin) justru mengorbankan hak hidup manusia lain (janin yang tak berdaya)?

Kiranya itulah alasan Gereja menolak aborsi dalam kepentingan apa pun, yang disuarakan kembali oleh Fisher, Davies, dan Griniezakis. Menggunakan sel-sel janin hasil aborsi sangat bertentangan dengan moral dan ajaran iman.

Semoga para peneliti dan pembuat vaksin berhenti "mengorbankan" manusia dalam misi kemanusiaan. Sebab, jangankan janin manusia, hewan langka saja amat dilindungi saat ini.

Masih banyak "materi" lain yang bisa dikreasikan untuk jadi media pengembangan vaksin dan obat-obatan. Janin yang belum tersentuh dosa memiliki hak untuk hidup. Allah Sang Pencipta yang memberikan hak istimewa itu.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun