Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Benarkah Vaksin Buatan Oxford Gunakan Sel Janin Aborsi?

28 Agustus 2020   12:43 Diperbarui: 28 Agustus 2020   12:59 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sel-sel janin bisa melakukan 50 kali replikasi, sementara sel-sel yang tua lebih sedikit replikasinya. Jadi, untuk memproduksi vaksin, virus harus dibiakkan di dalam sel janin berkali-kali dan kemudian dipanen," papar Booy.

Senada dengan Booy, Deputi Kepala Kantor Kesehatan Australia, Nick Coatsworth menjelaskan, meskipun menggunakan sel-sel janin, pengembangan vaksin AstraZeneca cukup ketat dan sudah memenuhi standar regulasi etis.

"Sel-sel manusia sangat penting dalam pengembangan vaksin. Regulasi etis di sekitar penggunaan sel-sel manusia sangat ketat, terutama terkait sel janin manusia. Yang mengembangkan vaksin ini adalah unit penelitian di Universitas Oxford yang sangat terkemuka. Jadi menurut saya, kita bisa percaya pada cara mereka mengembangkan vaksin tersebut," jelas Coatsworth.

Untuk memproduksi vaksin menggunakan sel-sel janin dengan alasan efektifitas replikasi. Artinya jelas, jawaban atas pertanyaan sesuai judul "Benarkah Vaksin Buatan Oxford Gunakan Sel Janin Aborsi?" sudah ditemukan.

Mengapa Australia memesan vaksin AstraZeneca? Apakah karena ketidaktahuan atau memang tidak mau tahu, yang penting vaksin bagi warga tersedia?

Selanjutnya, mengapa pula Universitas Oxford dan perusahaan farmasi AstraZeneca tetap menggunakan sel-sel janin yang sengaja diaborsi? Bukankah pembuat vaksin Covid-19 sejenis ada yang menggunakan sel hewan sebagai media pengembangan?

Barangkali jawabannya adalah, demi kecepatan dan efektifitas. Lagipula, penggunaan sel-sel janin sudah dilakukan selama 50 tahun terakhir. Tidak peduli melanggar etika, ajaran moral dan agama. Yang penting standar medis terpenuhi dan Covid-19 segera berakhir.

Patutkah publik (khususnya pemerintah dan warga Australia) mempertimbangkan pendapat para uskup tadi? Bukankah sebagian besar warga di sana menganut agama, di mana dibekali ajaran mengenai larangan aborsi atau pembunuhan?

Semua agama pasti melarang aborsi. Janin, meski masih berukuran kecil namun sudah terbentuk sebagai manusia, yang punya hak untuk hidup. Bukan benda atau hewan yang dengan gampang akan digunakan untuk berbagai kepentingan.

Perlu dipahami, Gereja sejak dahulu amat menentang yang namanya aborsi. Jangankan aborsi untuk kebutuhan medis (pengembangan vaksin), aborsi karena terpaksa (yang dilakukan demi menyelamatkan sang ibu) saja tetap keras dilarang.

Bagi Gereja, janin adalah manusia, citra Allah. Dan yang memberi kehidupan bagi si janin yaitu Allah sendiri. Maka dari itu, manusia (dewasa) tidak punya hak untuk mengakhiri hidup si janin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun