Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Andai Gatot Mau Tetap "Intim" Dulu ke Jokowi, Mungkin...

21 Agustus 2020   17:16 Diperbarui: 21 Agustus 2020   17:27 2968
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo dan Presiden Joko Widodo | Sumber gambar: idntimes.com

Gatot Nurmantyo, mantan Panglima TNI 2015-2017 diketahui menjadi bagian dari Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), sebuah wadah atau forum yang diakui para pendukungnya sebagai gerakan moral untuk menegakkan kebenaran dan keadilan sosial.

Bukan sebatas anggota biasa, Gatot ternyata salah seorang pimpinan presidium KAMI, bersama Din Syamsuddin dan Rochmad Wahab. KAMI sendiri turut didukung ratusan aktivis, yang sebagian besar di antaranya dianggap publik kerap berseberangan dengan pemerintah.

Mereka yang tergabung dalam KAMI, misalnya ada Said Didu, Rocky Gerung, Titiek Soeharto, Rachmawati Soekarnoputri, Sri Bintang Pamungkas, Bactiar Nasir, Sobri Lubis, Abdullah Hehamahua, Hatta Taliwang, serta nama-nama lainnya.

Dibentuk beberapa waktu yang lalu di masa pandemi Covid-19, KAMI selanjutnya melakukan deklarasi pada Selasa, 18 Agustus 2020 di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat. Salah satu isi deklarasi adalah 8 poin tuntutan (sila klik) yang dialamatkan kepada pemerintah.

Meski diakui hanya berupa gerakan moral yang bertujuan mengingatkan pemerintah untuk serius menangani krisis yang tengah menimpa negeri, KAMI juga dinilai oleh sebagian pihak sebagai kelompok aksi yang punya agenda terselubung dan bernuansa politik.

Sila berpendapat sama atau berbeda, yang pasti keberadaan KAMI tengah menyita perhatian publik saat ini. Bagaimana tidak, kegiatan deklarasi KAMI ternyata  tidak berhenti di Tugu Proklamasi, melainkan akan diteruskan ke berbagai daerah di seluruh Indonesia.

Contohnya hari ini, Jumat (21/8), ada deklarasi lanjutan KAMI yang diselenggarakan di Kota Solo (sila klik), di kampung halaman Presiden Joko Widodo. Menariknya lagi, Gatot ikut hadir di acara tersebut.

Salahkah Gatot bergabung dengan KAMI? Tentu, tidak. Setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk berserikat atau berpendapat, tidak terkecuali Gatot. Karena hal itu dilindungi oleh Undang-undang (UU).

Jika KAMI dibuat untuk tujuan politik, itu juga sah-sah saja. Dan siapa pun berhak bergabung di dalamnya. Cuma, satu hal yang patut diingat, tidak diarahkan untuk mengacaukan negara dan merongrong pemerintahan.

Sekali lagi, tidak ada larangan bagi Gatot untuk masuk KAMI dan kemudian berpolitik. Dirinya bebas menentukan ke wadah mana menyalurkan "energi berlebihan".

Baca: Membaca Gatot yang Dulu, Kini, dan Nanti

Namun menurut penulis, jika memang Gatot ingin berpolitik dan punya misi yang lebih besar ke depan, mestinya ia tidak terlalu terburu-buru. Bagaimana mungkin dirinya yang belum lama berhenti sebagai Panglima TNI, dalam waktu cepat 'berseberangan" dengan Presiden Jokowi?

Maksudnya begini, mengapa Gatot tidak merangkai langkah-langkahnya dari bawah dan mencoba untuk tetap "patuh" terhadap pemerintah, dalam hal ini Presiden Jokowi selaku mantan atasan tertingginya?

Mengapa Gatot tidak mengikuti langkah Moeldoko (mantan Panglima TNI) dan Tito Karnavian (mantan Kapolri) yang dengan rendah hati mau "mengekor" Presiden Jokowi terlebih dahulu?

Bukankah Moeldoko dan Tito kelak tetap punya kesempatan mengejar mimpi seusai "magang" di kabinet pemerintahan Presiden Jokowi? Sekarang Moeldoko dipercaya sebagai Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) dan Tito sebagai Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

Selaku mantan Panglima TNI, Gatot seharusnya tidak "menganggur" dan terkesan terbuang. Bukankah dirinya pernah menjadi "bawahan" Presiden Jokowi? Mengapa tidak dikaryakan lagi seperti Moeldoko dan Tito?

Kalau pun bukan anggota kabinet pemerintahan, setidaknya Gatot diberi jabatan baru oleh Presiden Jokowi. Misalnya jadi komisaris di perusahaan BUMN atau sebagai duta besar.

Betul, tidak ada kewajiban bagi para purnawirawan berpangkat jenderal masuk kabinet atau menjabat posisi tinggi di pemerintahan. Sama, presiden juga tidak wajib menghimpun mereka ke dalam "ketiaknya".

Akan tetapi, "nasib terbuang" jarang terjadi kepada para mantan Panglima TNI dan Kapolri, khususnya di masa kepemimpinan Presiden Jokowi. Cuma Gatot yang dibiarkan mencari jalannya sendiri.

Bayangkan saja, berhembus kembali isu reshuffle, dan salah satu kabar yang didapat Indonesia Police Watch (IPW) adalah, bahwa setelah pensiun, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto (panglima TNI sekarang) bakal masuk kabinet. Hadi diprediksi jadi Menteri Pertahanan (sila klik).

Kapankah Gatot ditarik membantu Presiden Jokowi? Mengapa ia dibiarkan terbuang dan akhirnya melampiaskan energinya dengan cara mengikuti berbagai perkumpulan aktivis?

Melihat perkembangan, tampaknya memang Presiden Jokowi tidak berminat merangkul Gatot. Mantan pendukung Prabowo-Sandiaga di Pilpres 2019 itu betul-betul "dilepasliarkan".

Apa yang menyebabkan Gatot disisihkan dan tidak bernasib sebaik Moeldoko dan Tito? Penyebabnya menurut penulis adalah, Gatot tidak konsisten "intim" dengan Presiden Jokowi.

Diakui terbuka atau tidak, sedari dulu sebagian publik menilai Gatot sudah berpolitik. Terhitung sejak ia masih berstatus Panglima TNI. Ia dinilai gemar tebar pesona dan kerap bertindak sebagai "pemilik kebijakan" ketimbang "pelaksana perintah".

Memuncak belakangan ini, Gatot mempertegas posisinya sebagai oposisi pemerintah dan bergabung di KAMI. Ia enggan patuh dan menolak masuk radar "calon magang", seperti yang dilakukan Moeldoko dan Tito.

Semoga saja langkah Gatot tidak salah sehingga misi-misi besarnya terwujud. Alangkah baik baginya bila tidak bergerak terlalu keras dan berkenan memoles citra setepat mungkin.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun