Siapa yang tidak kenal Tri Rismaharini atau yang akrab dipanggil Risma? Beliau kini sedang menjabat sebagai Walikota Surabaya. Jabatan ini sudah diemban sejak 2010 silam. Artinya telah berjalan sepanjang 2 (dua) periode berturut-turut.
Menjadi walikota selama 10 (sepuluh) tahun bisa dianggap sebuah bukti amanah Risma atas kepercayaan warga Surabaya terhadap dirinya. Janji pengabdiannya tetap dipegang teguh, tanpa tergoyahkan.
Risma, satu dari segelintir kepala daerah yang cukup fenomenal di negeri ini. Hampir setiap tindak-tanduknya konsiten masuk berita di berbagai media. Mulai dari aksi heroik, luapan emosi, hingga capaian prestasinya.
Misalnya saja untuk aksi heroik, Risma pernah turun ke jalan mengatur lalu-lintas, menertibkan pedagang kaki lima (PKL), menata trotoar, membantu petugas pemadam kebakaran (damkar), memperbaiki taman, dan sebagainya.
Bagi sebagian orang, aksi-aksi Risma tersebut dinilai berlebihan dan semacam upaya untuk mencari popularitas. Namun jika dipahami, apa yang dilakukannya sebenarnya mau memberi contoh bagaimana menjadi seorang pemimpin yang baik.
Pemimpin tidak boleh hanya duduk-duduk saja di balik meja kerja. Seorang pemimpin harus punya rasa peduli dan mau rutin mengecek segala hal yang terjadi di tengah warga. Tidak sebatas menunggu laporan bawahan. Semua wajib dipastikan sesuai arahan dan kebutuhan.
Berikutnya, soal luapan emosi, baik itu yang terlihat "negatif" maupun "positif". Luapan emosi "negatif" misalnya, Risma sempat memarahi petugas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil gara-gara lambannya penerbitan KTP Elektronik (e-KTP).
Selain itu, Risma juga disebutkan pernah mengamuk kepada kontraktor proyek jembatan bundaran kampus Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya. Progres pengerjaan jembatan tidak sesuai harapan, itulah yang membuatnya naik pitam.
Untuk luapan emosi "positif", tidak terhitung berapa kali Risma mengeluarkan kata "maaf". Maaf, maaf, dan maaf. Kata yang sering keluar dari mulutnya dikala dirinya berhadapan dengan warga dan pejabat terkait.
Permintaan maaf Risma yang amat menghebohkan publik beberapa waktu lalu adalah saat ia sujud berlutut di kaki pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya.
Tepatnya pada Senin, 29 Juni 2020, saat rapat audiensi membahas penanganan pandemi Covid-19 bersama pengurus IDI Surabaya, Risma menangis dan spontan bersimpuh di kaki seorang dokter. Ia meminta maaf karena merasa disalahkan akibat tingginya angka Covid-19 di wilayahnya.