Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akhirnya genap berusia 75 tahun pada Senin, 17 Agustus 2020, Â terhitung sejak dibacakannya teks "Proklamasi Kemerdekaan" oleh Soekarno bersama Mohammad Hatta, pada 17 Agustus 1945, pukul 10.00 WIB di Jl. Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.
Terwujudnya proklamasi kemerdekaan NKRI tentu tidak terlepas dari peran penting beberapa pihak, para pendahulu, tokoh bangsa. Di antaranya, mereka yang tergabung dalam "golongan tua" dan "golongan muda".
Tokoh dari golongan tua yang dimaksud diwakili oleh Soekarno, Mohammad Hatta, Ahmad Subardjo, Mohammad Yamin, Buntaran, Syamsi, dan Iwa Kusumasumantri. Mereka dinamakan "Kelompok Sukarno".
Sementara tokoh golongan muda merupakan perwakilan pemuda dan pelajar yang berasal dari beragam lokasi perkumpulan (Gedung Menteng 31, Markas Prapatan 10, dan Asrama Baperpi Cikini 71).
Mereka-mereka yang disebut "Kelompok Sukarni" ini di antaranya Sukarni, Chairul Saleh, Yusuf Kunto, Muwardi, Shodanco Singgih, Wikana, Sayuti Melik, Sudiro, BM Diah, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono, Adam Malik, dan Armansyah.
Apakah proses proklamasi kemerdekaan berjalan lancar? Tidak. Dahulu prosesnya berjalan dalam kondisi menegangkan. Golongan tua dan golongan muda berselisih pendapat. Keduanya beda penafsiran dan langkah.
Golongan tua ingin agar proklamasi berjalan normal sesuai agenda kerja Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang diketuai oleh Soekarno, sedangkan golongan muda membangkang, tidak mau mengikutinya.
Alasan golongan muda membangkang yaitu karena PPKI dianggap sebagai lembaga bentukan penjajah, Jepang. Mereka tidak mau Jepang campur tangan lagi dalam urusan kemerdekaan Indonesia, seusai negara itu menyerah kepada sekutu pada 14 Agustus 1945.
Soekarni dan kawan-kawan meminta golongan tua pimpinan Soekarno sesegera mungkin memproklamasikan kemerdekaan, meskipun terjadi pertumpahan darah atau kehilangan nyawa.
Kemerdekaan Indonesia harus "tertoreh" sebagai hasil perjuangan bangsa, bukan hadiah atau pemberian Jepang. Itulah keinginan golongan muda kepada golongan tua.
Pertimbangan lain dari golongan muda yakni, tanggal kemerdekaan belum jelas kapan saatnya. Mereka berpikir, jangan-jangan hanya upaya licik Jepang yang masih ingin melanjutkan kekuasaannya di Indonesia.