Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Waspada "Virus Korupsi" di Tengah Wabah Corona!

3 April 2020   18:22 Diperbarui: 8 April 2020   10:56 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi masker | Gambar: occrp.org

Sikap waspada dan melakukan berbagai upaya pencegahan penyebaran wabah Virus Corona (Covid-19) mutlak dijalankan terus-menerus saat ini dan ke depan, hingga tidak ada lagi warga yang menjadi korban.

Namun, satu hal lain yang patut diwaspadai adalah mewabahnya virus lama, di mana beberapa gejala dan sifatnya sama, yakni tidak kasatmata (baca: tidak diperlihatkan) dan sulit dideteksi (karena belum tersedia alat rapid diagnostict test).

Virus yang dimaksud adalah KORUPSI. Sampai sekarang, virus yang umumnya mengintai orang-orang serakah tersebut tetap masih sulit dikendalikan dan disembuhkan. Sama dengan Covid-19, virus korupsi belum ditemukan obatnya.

Potensi bahaya virus korupsi tidak kalah mengerikan. Semua harus waspada. Jangan sampai terlena begitu dalam atau terlalu fokus membentengi Covid-19, sehingga lalai mengatasi kemunculan wabah lama yang telah terbukti mematikan.

Baik Covid-19 maupun virus korupsi sama-sama sudah dan sedang menelan korban. Dan yang paling berbahaya nantinya adalah jika keduanya bersatu dan saling bekerjasama. Jumlah korban pasti akan semakin tidak terhitung lagi.

Setidaknya terdapat 4 (empat) "tanda" bakal bersatunya Covid-19 dan virus korupsi, khususnya di Indonesia. Bila tidak dicegah dan diantisipasi serius, korban terdampak bisa meningkat tajam. Antara lain:

Pertama, aksi menimbun bahan dan alat kebutuhan pokok, terutama yang amat diperlukan di tengah wabah Covid-19. Bahan atau alat yang ditimbun itu selanjutnya dijual dengan harga yang sangat mahal. Kesempatan dalam kesempitan.

Kedua, tindakan memanipulasi (memalsukan) barang yang dirasa sungguh dibutuhkan di masa penanganan wabah. Sekarang banyak beredar kabar bahwa beberapa barang tertentu sengaja dibuat seolah sesuai produk aslinya. Ini terkecuali untuk alat pelindung diri (APD), sejenis masker, face shield, sarung tangan dan sebagainya.

Misalnya, ada kegiatan produksi hand sanitizer, obat, suplemen, dan lain-lain yang tidak memenuhi kriteria komposisi yang benar dan tepat. Pokoknya asal dibuat menggunakan bahan dan takaran hasil terkaan, sedangkan informasi pada label dicetak mirip dengan produk yang sudah teregistrasi resmi.

Bagi pembuat, komposisi dan takaran asal-asalan tidak menjadi soal, yang penting bagaimana mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Bahwa ada sedikit kelonggaran izin membuat produk kebutuhan di saat wabah, mestinya prinsip kehati-hatian, keselamatan dan norma etika tetap dikedepankan.

Penulis tidak perlu menjelaskan panjang lebar mengapa kedua perbuatan di atas patut dianggap hasil "infeksi virus korupsi". Karena pada intinya, segala aksi dan tindakan yang merugikan orang lain masuk kategori korupsi.

Ketiga, munculnya wacana pembebasan narapidana korupsi dengan alasan untuk mencegah penyebarluasan wabah Covid-19. Padahal, kalau dipahami betul, justru Lapas yang paling aman. Karena protokol Lapas diakui ketat, tidak sembarang orang masuk untuk berinteraksi.

Bayangkan pula, di saat masyarakat dilarang mudik ke kampung halaman, di waktu yang bersamaan lahir kebijakan pemulangan puluhan ribu narapidana (termasuk koruptor) ke rumah mereka masing-masing. Aneh, bukan?

Baca: Menkumham Ingin Bebaskan Puluhan Ribu Napi karena Wabah Corona, Tepatkah?

Bagaimana mungkin virus korupsi bisa berhenti mewabah, kalau "inang" mereka yang belum steril (dibebaskan secara terpaksa tanpa alasan kuat) dilepasliarkan kembali ke tengah masyarakat?

Keempat, penggelontoran dana Rp405,1 triliun oleh pemerintah untuk penanganan wabah Covid-19. Pengalokasian dana sekian banyak tidak salah, asalkan dipastikan bermanfaat, tepat sasaran dan tidak diselewengkan (dikorupsi).

Jangankan uang triliunan rupiah, masker bantuan yang dikirim ke daerah-daerah saja dicuri dan diperjualbelikan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab untuk meraup keuntungan.

Karena poin keempat di atas yang paling ditunggu oleh virus korupsi, maka pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak boleh radikal menjalankan aksi social distancing atau larut menikmati kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

KPK wajib bergerak aktif untuk berkolaborasi dengan BNPB dan beberapa lembaga lain (tentu tanpa mengabaikan kesehatan dan keselamatan jiwa) untuk memastikan dana penanganan wabah tidak dikorupsi sepeser pun.

Firli Bahuri dan tim mesti tegas mengumandangkan bahwa pemberantasan korupsi tidak akan pernah surut meski langit runtuh, apalagi gara-gara wabah semata. Virus korupsi dan Covid-19 sama-sama mematikan.

Sekali lagi, wabah Covid-19 musuh besar, tetapi jangan lupa musuh lama yang lebih besar dan sedang mengintai, yakni virus korupsi. Pencegahan dan penanganan keduanya bukan sebatas hak, melainkan kewajiban bersama.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun