Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sejak Susi "Lengser", Nelayan Mengeluh Dikejar dan Diusir Kapal Asing

30 Desember 2019   02:17 Diperbarui: 30 Desember 2019   03:14 5843
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapal coast guard China mengusir nelayan Indonesia di perairan Natuna | Gambar: kumparan.com/istimewa

"Pendapatan kami di era Ibu Susi melimpah ruah, sekarang turun drastis. Kami rindu Ibu Susi, kami rindu gebrakan-gebrakan beliau," ungkap Herman, salah seorang nelayan di Kabupaten Natuna.

Sebagai salah seorang menteri baru di kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo di jilid 2, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo mestinya paham bahwa visi dan misi presiden tidak berubah, yaitu tetap melanjutkan apa yang sudah dimulai di jilid 1 sejak 2014 silam.

Di bidang kemaritiman yang meliputi urusan kelautan dan perikanan misalnya, presiden masih meminta agar program untuk "tidak membelakangi laut" diteruskan. Laut harus dijadikan sebagai halaman, di mana rumah menghadap.

Maksudnya bahwa laut merupakan masa depan dan sumber kehidupan. Oleh karena itu, segala potensi yang ada di laut termasuk ikan dan kekayaan lain di dalamnya dikelola maksimal demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta memajukan bangsa.

Mengelola kehidupan di laut bukan cuma soal menangkap dan mengolah ikan-ikan untuk dikonsumsi, dijual atau diekspor, tetapi juga bagaimana menggali lagi nilai ekonomis dari laut. Kalau diuraikan rinci satu per satu pasti cukup banyak. Dan upaya ini dapat berhasil bila masing-masing pihak berkolaborasi.

Umpamanya, ke depan KKP bisa bekerjasama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) untuk mengeksplor kawasan pantai mana saja yang potensial dipoles sebagai objek wisata bahari, serta bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam menjamin kebersihan pantai dan sekitarnya.

Maka dari itu, di samping membenahi hal-hal yang masih kurang, Edhy berkewajiban pula meneruskan program-program baik yang pernah dimunculkan oleh mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti. Sulit pun memunculkan program baru, minimal yang lama dipertahankan.

Pertanyaannya, semenjak dilantik pada Oktober lalu, adakah program baru yang ditelurkan Edhy berkenaan dengan upaya pemaksimalan sektor kelautan dan perikanan, selain "mengotak-atik" program-program sebelumnya?

Mencuatnya kritikan atau usulan kepada Edhy bukan faktor suka atau tidak suka beliau jadi menteri, yang barangkali dikaitkan dengan anggapan bahwa sebagian masyarakat belum "move on" dari Susi. Sama sekali bukan itu.

Kritikan muncul amat wajar, sebab Edhy memang sudah dua bulan lebih jadi menteri. Masyarakat menunggu, program baru apa yang beliau perjuangkan untuk lima tahun ke depan dan akhirnya membawa manfaat. Adakah?

Edhy Prabowo saat mengunjungi lokasi budidaya lobster di Lombok | Gambar: KOMPAS.com
Edhy Prabowo saat mengunjungi lokasi budidaya lobster di Lombok | Gambar: KOMPAS.com
Jangankan program baru, Edhy malah membawa masyarakat masuk ke dalam perdebatan yang tidak penting, antara boleh atau tidaknya mengeluarkan izin ekspor benih lobster ke luar negeri.

Entah berapa lama, mungkin satu bulan, izin ekspor benih lobster dibuat jadi polemik. Masyarakat yang kontra bersuara lantang menolak kebijakan Edhy, salah satunya Susi. Karena riuh, akhirnya presiden pun turut menengahi dan memberi tanggapan.

Apa hasil dari polemiknya? Hasilnya adalah ternyata Edhy mengatakan penerbitan izin ekspor benih lobster belum final. Seolah "tersadar" saat kunjungan kerja di Tanjung Elong, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Sabtu (12/12), beliau menegaskan masih wacana.

Sebaiknya Edhy fokus kerja, jangan munculkan polemik baru lagi. Pekerjaan sangat-sangat banyak. Program lama yang terbukti berhasil saja mestinya tetap dipantau agar tidak mengalami kemunduran. Misalnya, kebijakan menghalau, menangkap, dan menenggelamkan kapal asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia. Itu harus dijaga dan ditingkatkan.

Maukah Edhy konsisten menghalau, menangkap dan menenggelamkan kapal asing? Belum ada pernyataan tegas soal itu. Bahkan beliau malah mengarahkan agar kebijakan tersebut jadi bahan diskusi. Padahal tidak perlu lagi. Mayoritas masyarakat setuju tindakan tegas terhadap nelayan asing pencuri ikan.

Jika Edhy terus-menerus bersikap lembek, maka jangan heran nanti kapal nelayan asing makin menjadi-jadi, merasa mendapat kesempatan untuk kembali menguasai perairan Indonesia. Mereka akan seenaknya menguras isi laut kita tanpa ada rasa takut.

Sebenarnya tidak perlu mengira kapan itu terjadi, terhitung satu minggu setelah Edhy dilantik (sebagai pengganti Susi), kapal China, Vietnam dan Malaysia sudah berani menyerbu perairan Natuna dan menangkap ikan secara bebas di sana. Bukti dalam bentuk video sudah ramai tersebar di media sosial.

Nelayan-nelayan asing tadi menangkap ikan menggunakan pukat harimau, yang nyata-nyata dilarang di negara kita. Tidak cukup mencuri ikan, mereka juga berani mengejar dan mengusir nelayan kita yang sedang melaut.

"Selang satu minggu sejak pergantian menteri (Susi Pudjiastuti diganti Edhy Prabowo), info dari anggota kami langsung banyak kapal asing. Sebulan kemudian makin ramai. Mereka (nelayan lokal) dikejar coast guard China. Kami sering diuber-uber kapal asing. Mereka nabrak-nabrak kapal kita. Di media sosial, di Natuna sudah heboh soal ini," ujar Herman, Ketua Nelayan Lubuk Lumbang, Kelurahan Bandarsyah, Kecamatan Bunguran Timur, Kabupaten Natuna (29/12).

Kapal coast guard China mengusir nelayan Indonesia di perairan Natuna | Gambar: kumparan.com/istimewa
Kapal coast guard China mengusir nelayan Indonesia di perairan Natuna | Gambar: kumparan.com/istimewa
Penampakan kapal asing | Gambar: kumparan.com/istimewa
Penampakan kapal asing | Gambar: kumparan.com/istimewa
Kapal asing pencuri ikan berbendera Malaysia | Gambar: kumparan.com/Zuhri Noviandi
Kapal asing pencuri ikan berbendera Malaysia | Gambar: kumparan.com/Zuhri Noviandi
Beraninya kapal asing masuk ke perairan Indonesia ketika Edhy menjabat sesungguhnya bentuk penghinaan terhadap negara ini dan Edhy pribadi. Nelayan asing barangkali menganggap Edhy tidak seganas Susi.

Mendengar kejadian itu seharusnya Edhy selaku menteri berang dan mengangkat bendera perang, memastikan ke nelayan asing bahwa pergantian menteri bukan kesempatan untuk menjajah Indonesia dan nelayannya.

Bagaimana mungkin kita yang punya laut tapi yang menangkap ikan adalah nelayan asing? Bagaimana bisa, sebelumnya kita yang mengusir nelayan (dan kapal) asing, sekarang malah berada di posisi terusir?

Konsisten menghalau, menangkap atau menenggelamkan kapal asing jangan dipandang sebatas tindakan gagah-gagahan. Dengan cara itulah kita tunjukkan ke dunia luar bahwa bangsa kita pemberani, punya harga diri, dan taat pada aturan internasional yang berlaku.

Sekali lagi, Edhy sebaiknya tetap mempertahankan kebijakan-kebijakan baik sebelumnya sembari memikirkan program-program baru. Sebab tidak mungkin ada kedaulatan ekonomi di sektor kelautan dan perikanan jika kita belum berdaulat di perairan kita sendiri.

***

[1] [2] [3] [4]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun