Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok baru sebatas dipanggil dan diwawancarai oleh Menteri BUMN Erick Thohir beberapa hari yang lalu, tepatnya pada Rabu, 13 November 2019 terkait suksesi kepemimpinan di beberapa perusahaan BUMN, tapi aksi penolakan terhadapnya sudah gencar dilakukan oleh sekelompok orang.
Alasan sekelompok orang tersebut yakni karena Ahok dinilai kerap bikin gaduh, tidak mampu menjaga lisan, pernah tersangkut kasus penodaan agama yang berujung sanksi pidana, dan sebagainya.
Padahal, seperti yang dikatakan Erick, kapasitas dan kompetensi Ahok masih akan diperiksa lebih lanjut oleh Tim Penilai Akhir (TPA), apakah layak diberi amanah sebagai salah seorang petinggi BUMN atau tidak.
Tidak hanya itu, Erick pun mengaku bakal memanggil lagi beberapa orang untuk diwawancara, selain Ahok. Dan terbukti hari ini, Senin, 18 November 2019, Erick telah memanggil mantan Wakil Ketua KPK sekaligus mantan Komisaris Utama PLN, Chandra Hamzah.
Saat ditanya mengenai hasil pertemuannya dengan Erick yang menghabiskan waktu selama dua jam, Chandra mengatakan bahwa pembahasannya tidak spesifik soal posisi atau jabatan di BUMN.
"Banyak (yang dibahas dalam pertemuan). Kebetulan, saya pernah jadi Komut (Komisaris Utama) PLN, ditanya pengalaman saya waktu itu gimana. Cuma, BUMN yang dibicarakan banyak. Pembicaraan iya (lebih spesifik ke hukum). Pak Menteri ( Erick Thohir) ingin BUMN ini maju, kendalanya apa, yang pernah saya alami apa. Kira-kira begitu," kata Chandra.
Artinya, sama dengan Ahok, Chandra juga belum tentu bakal jadi pimpinan BUMN dan di perusahaan mana. Yang jelas, Chandra mengaku bakal ada pertemuan lanjutan bersama Erick.
Kalau track record Chandra mau "digoreng" serupa dengan Ahok, nanti kasus lama Chandra (bersama Bibit Samad Rianto) soal pencekalan Anggoro Widjojo dan Joko Tjandra sepuluh tahun silam turut diungkit. Sementara usai kasus itu, Chandra malah diberi kepercayaan sebagai Komisaris Utama PT PLN.
Maka dapat disimpulkan sementara, penempatan seseorang pada posisi penting di BUMN tentu berdasarkan kriteria khusus, yang berhubungan langsung dengan torehan prestasi dan target pencapaian kinerja.
Tidak ada manusia sempurna, yang bebas dari masalah sekecil apa pun. Semua orang di dunia ini pasti punya kelemahan dan kelebihan. Kesempurnaan hanya milik Tuhan.
Dan oleh karena kodrat ketidaksempurnaan itulah, maka alangkah baiknya jika seseorang yang diberi amanah untuk melayani publik, yang dikedepankan adalah sisi baik atau kelebihannya. Sekali lagi, yang terkait dengan tugas dan tanggungjawab.
Kemudian, ternyata selain Ahok dan Chandra, nama mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno tengah dikabarkan akan diberi posisi penting juga di BUMN, yaitu sebagai Direktur Utama PT PLN.
Benarkah Sandiaga akan diangkat jadi Direktur PT PLN? Sama dengan status Ahok dan Chandra, kapasitas dan kompetensi Sandiaga masih akan diuji oleh TPA.
Entah sampai kapan Erick melangsungkan proses pemanggilan terhadap beberapa orang yang dinilai potensial, yang jelas, hasil final bakal diumumkan pada awal Desember 2019.
Erick memanggil dan memproses sekian nama karena memang ada semacam misi khusus untuk memperbaiki ratusan perusahaan BUMN yang dideteksi memiliki masalah internal.
Sekali lagi dan lagi, proses penjaringan dan seleksi calon pimpinan baru di berbagai perusahaan BUMN tengah berlangsung, belum ada hasil apa-apa. Dan seandainya sudah ada hasilnya, sikap yang paling tepat diambil tidak lain dan tidak bukan yakni menerima dengan penuh harapan. Ya, harapan agar BUMN semakin baik.
Pertanyaannya, mengapa kemudian terdapat sekelompok orang atau sebagian pihak yang tampaknya bertindak seolah paling tahu dibanding Menteri BUMN dan anggota TPA?
Mengapa tidak mempercayakan penuh kepada pemerintah soal suksesi kepemimpinan di BUMN? Mengapa pula harus menyerang pribadi orang terlalu keras padahal belum tentu diberi amanah? Adakah pihak penyerang lebih kompeten ketimbang orang yang diserang?
Apa jadinya sekarang? Semua saling menyudutkan. Perlu diketahui, orang yang diserang tentu punya massa pendukung juga yang tidak mungkin diam seribu bahasa. Sejauh ini aksi sudut-menyudutkan terjadi di media sosial.
Lebih parah lagi, ada pribadi lain yang namanya ikut dibawa-bawa padahal sangat mungkin tidak tahu-menahu soal urusan suksesi kepemimpinan di BUMN. Entah mereka benar nyata secara fisik atau tidak, di media sosial ramai nama Poppy dan Sandra.
Siapa Poppy dan Sandra? Yang tahu pasti adalah pihak yang mengenal dan kemudian mengangkat nama mereka ke permukaan supaya jadi bahan konsumsi publik. Baikkah jika akhirnya orang yang tidak punya urusan ikut terseret?
Oleh karena itu, daripada larut dalam perdebatan (melebar) soal siapakah sosok yang akan dipercaya sebagai pimpinan baru di perusahaan BUMN, lebih baik keputusannya diserahkan saja kepada presiden, Menteri BUMN dan para anggota TPA.
Memberi saran boleh, yang penting tidak memaksakan kehendak, saling menyudutkan, atau sampai berencana melakukan aksi boikot perusahaan. BUMN akan tetap bertahan dan mencapai kejayaannya jika seluruh anak bangsa punya niat membesarkannnya dan tidak memelihara budaya korupsi.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H