Kecuali mereka yang mengalami gangguan kesehatan atau pun sekadar menikmati hidup bersama pasangan sambil berbagi cinta dan sumber daya.
Sementara orang yang memutuskan tidak menikah itu contohnya mereka yang menjadi biarawan-biarawati di agama tertentu, atau mungkin keputusan pribadi yang alasannya sulit dijelaskan.
Mengejar cita-cita bukan persoalan mudah. Untuk menjadi seorang dokter perlu belajar keras sejak dini agar kelak bisa diterima di perguruan tinggi yang mensyaratkan hal itu. Istilahnya ada lembaga pendidikan sebagai sarana persiapan.
Dan sudah jadi dokter pun, supaya makin terampil dan profesional, mesti mengambil pendidikan spesialis. Ini salah satu contoh dari sekian banyak cita-cita berupa profesi atau jenis pekerjaan.
Lalu bagaimana dengan cita-cita menikah (berkeluarga dan memiliki anak), bukankah lebih rumit lagi? Mengapa tidak tersedia sekolah khusus persiapan pernikahan padahal dengan dinyatakan lulus dari sana pun (seandainya ada) belum tentu berhasil pula pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari?
Menikah penuh dinamika yang cukup kompleks. Di samping membahagiakan pasangan (lahir dan batin), tujuan lain dari pernikahan adalah untuk menghadirkan manusia baru (keturunan) yang diharapkan semakin berkualitas dari segi kesehatan (fisik, psikis, dan lainnya), kesejahteraan dan pendidikan.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa hidup menikah bukan pilihan sembarang. Sebelum diputuskan wajib pikirkan baik-baik serta butuh persiapan secara matang.
Barangkali untuk mengantisipasi ketiadaan sekolah khusus pernikahan tadi, di masing-masing agama sebenarnya sudah ada semacam kegiatan yang memfasilitasi para penganutnya untuk mempersiapkan diri. Istilahnya berbeda-beda tentunya.
Namun ada kabar aktual bahwa pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) akan membuat sebuah kebijakan baru.
Kebijakannya yakni mulai 2020 setiap pasangan yang hendak menikah wajib memiliki "lisensi" atau sertifikat. Tampaknya mirip dengan aturan yang berlaku bagi para pengemudi kendaraan, harus ada surat izin mengemudi (SIM).
Nantinya kebijakan tersebut bakal dituangkan dalam bentuk program sertifikasi pernikahan (perkawinan). Setiap pasangan wajib mengikuti kursus (kelas atau bimbingan pra-nikah) supaya mendapat sertifikat yang kemudian digunakan sebagai syarat melangsungkan pernikahan.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!