Setiap orang di dunia ini tentu punya cita-cita dalam hidupnya. Pada umumnya cita-cita selalu terkait profesi atau jenis pekerjaan apa yang akan dilakukan ke depan.
Misalnya kalau sudah besar atau dewasa ingin menjadi pilot, dokter, pengacara, dosen, guru, tentara, polisi, diplomat, presiden, penulis, penyanyi, pengusaha, dan sebagainya.
Pokoknya cita-cita bermacam-macam, di mana masa timbulnya berbeda di setiap pribadi. Ada yang muncul sejak masa kecil, remaja dan bahkan saat beranjak dewasa.Â
Cita-cita juga terkadang mengalami perubahan, tidak tetap. Misalnya saat kecil mau jadi dokter, ternyata pas masuk SMA beralih ingin jadi guru. Sewaktu SMP ingin jadi presiden, tapi faktanya cuma jadi seorang menteri.
Ada pula yang sudah jadi dokter tapi tiba-tiba mengubah haluan untuk menjadi pengusaha, atau kedua-duanya tetap dijalankan. Cita-cita bertahan atau berubah tidak masalah. Yang penting miliki terlebih dahulu.
Mengapa seseorang mesti punya cita-cita? Alasannya, supaya diri termotivasi untuk belajar dan berlatih sehingga apa yang diinginkan dalam hidup tercapai. Tanpa cita-cita, seseorang akan mudah patah semangat, rentan mengidap penyakit malas, cepat menyerah dan kehilangan arah hidup.
Tentu namanya cita-cita wajib positif. Tidak ada cita-cita ingin jadi perampok, preman, koruptor, pembunuh, dan sejenisnya. Karena hal itu mungkin menguntungkan diri sendiri, namun tidak dengan orang lain.Â
Intinya cita-cita adalah panggilan hidup, yang sejatinya harus membawa manfaat bagi diri sendiri dan juga orang lain.
Itulah pemahaman singkat dan sederhana mengenai cita-cita. Akan tetapi, sadarkah bahwa sesungguhnya masih ada bentuk panggilan hidup lain yang jarang sekali orang sebut? Apa itu? Menikah atau berkeluarga.
Panggilan hidup yang satu ini jarang disebut karena memang hampir tidak pernah ditanyakan untuk dijawab dan tidak dirasa penting untuk diungkap. Umpamanya di sekolah, ketika ada pembahasan soal cita-cita, maka ujungnya selalu menyangkut beragam profesi, seperti yang telah diuraikan di atas.
Padahal memilih hidup berkeluarga (menikah) atau tidak, termasuk bagian dari cita-cita. Setiap orang akan dihadapkan pada dua pilihan tersebut. Dan pada dasarnya, menikah berarti terarah pada kelahiran anak (keturunan).Â