Menurut saya, William tidak salah (meskipun mungkin bablas karena mengunggahnya ke media sosial). Deadline penyisiran anggaran tiga hari sebelum pembahasan di DPRD, dan ketika William mengoreksinya, artinya memang benar di waktu dan tempat yang tepat.
Lalu apa alasan Anies menyebut William "cari panggung". Bukankah panggung itu sudah otomatis tersedia pada Senin, 28 Oktober 2019 yang wajib dimanfaatkan William sebagai wakil rakyat?
Kemudian soal sistem yang tidak smart, apakah maksudnya bahwa si peng-input data anggaran tidak perlu mengandalkan hati dan kejeliannya saat bekerja karena sudah percaya penuh kepada koreksi 'salah-benar' sarana teknologi?
Sehebat dan secanggih apa pun sistemnya, intervensi manusia tetap diperlukan. Maknanya, yang salah bukan sistemnya, tetapi orang-orang yang menggunakan sistem (alat bantu) itu sendiri. Sekali lagi, sistem adalah alat bantu, bukan andalan satu-satunya.
Dan karena disinggung sebagai 'pewaris' sistem buruk (tidak smart), dua mantan Gubernur DKI Jakarta yaitu Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat turut berkomentar.Â
Ahok mengaku sistem (e-budgeting) tidak bermasalah, asal petugas peng-input data tidak mengada-ada atau melakukan mark up anggaran. Sistem itu diperlukan justru demi menjamin transparansi anggaran.
Senada dengan Ahok, Djarot juga menilai bahwa kesalahan ada pada petugas. Petugas itulah yang mestinya dievaluasi. Dan bilamana sistem butuh penyempurnaan, hal itu bisa dilakukan lebih lanjut.
William, Anies dan Ahok-Djarot telah beragumen. Namun hemat saya tidak perlu saling menyalahkan satu dengan yang lain. Yang paling penting di sini sebenarnya mempertahankan dan memperbaiki sistem, serta mengawasi para petugas yang bekerja di balik sistem itu.
Saya punya pengalaman soal "sistem-sisteman", sangat sederhana, tidak serumit e-budgeting Pemprov DKI Jakarta, tetapi agaknya mirip. Beberapa tahun yang lalu, saya pernah memimpin sebuah lembaga pendidikan (kepala sekolah) yang tentunya berurusan dengan soal anggaran.
Bicara mengenai anggaran, khususnya di lembaga pendidikan, boleh dibilang kompleks dan rumit. Salah-salah alokasi bisa fatal dan menyebabkan kerugian keuangan sekolah (defisit).
Sekolah yang saya pimpin itu 'akrab' dengan yang namanya defisit (pemasukan sedikit, pengeluaran banyak). Penyusunan RKAS kerap dilakukan manual dan lebih banyak mengandalkan terkaan (kira-kira).