Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pengganti Imam Nahrawi Sebaiknya Pelaksana Tugas, Ini Alasannya

19 September 2019   15:02 Diperbarui: 19 September 2019   15:18 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menpora Imam Nahrawi (kanan) meninggalkan ruangan untuk menunggu giliran bersaksi dalam sidang kasus dugaan suap dana hibah KONI dengan terdakwa Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (29/4/2019). Ending Fuad Hamidy didakwa menyuap Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana, pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo dan staf Kemenpora Eko Triyanto | KOMPAS.com

Menjelang akhir masa pemerintahannya di periode pertama, Presiden Joko Widodo (Jokowi) terpaksa akan melakukan perombakan kabinet yaitu mencari pengganti Imam Nahrawi sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Imam bersama asisten pribadinya Miftahul Ulum resmi jadi tersangka kemarin (Rabu, 18 September 2019). Imam diduga menerima uang suap sebesar Rp 26,5 miliar sebagai commitment fee atas pengurusan proposal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) kepada Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) untuk Tahun Anggaran 2018.

Penerimaan uang yang digunakan untuk kepentingan pribadi oleh Imam terjadi dalam dua tahap, yaitu Rp 14,7 miliar melalui Miftahul pada rentang waktu 2014-2018 dan Rp 11,8 miliar lagi yang diminta dalam rentang waktu 2016-2018. Sila baca: Makna di Balik Penetapan Status Tersangka terhadap Imam Nahrawi.

Menanggapi status tersangka terhadap Imam, Jokowi mengaku tetap menghormati proses hukum yang sedang dan akan berjalan. Dan meskipun waktu yang tersisa tinggal satu bulan, Jokowi mengatakan akan mencari sosok pengganti imam. Surat pengunduran diri Imam diterima Jokowi pada Kamis, 19 September 2019.

"Saya menghormati apa yang sudah diputuskan oleh KPK bahwa Pak Imam Nahrawi sudah menjadi tersangka karena urusan dana hibah dengan KONI. Tentu saja akan kami segera pertimbangkan apakah segera diganti dengan yang baru atau memakai Plt (pelaksana tugas). Tadi disampaikan ke saya surat pengunduran diri dari Pak Menpora Imam Nahrawi," kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (19/9/2019).

Pengganti Imam, Menteri Baru atau Pelaksana Tugas?

Menurut hemat penulis, sosok pengganti Imam bukan kader partai politik dan sebaiknya berstatus pelaksana tugas (Plt). Berikut alasannya:

Pertama, kabinet pemerintahan periode pertama Jokowi akan berakhir pada 20 Oktober 2019, yang artinya tinggal satu bulan lagi. Melantik pejabat menteri baru agak kurang pas karena akan mengganggu dinamika dan kinerja kementerian. Menteri baru tentunya bakal butuh waktu beradaptasi, yang jika dipikir-pikir sisa sebulan tidak cukup untuk itu.

Kedua, memilih menteri baru otomatis mesti berasal dari partai Imam bernaung, yaitu Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sebuah kebiasaan bahwa jika seorang menteri (dari partai politik) meninggalkan jabatannya, maka wajib digantikan oleh kader lain dari parpol itu sendiri.

Pertanyaannya, apakah PKB bersedia meluangkan waktu menyeleksi kader terbaiknya untuk menggantikan Imam sebagai menteri? Apakah mau pula bila masa jabatan putus (cukup satu bulan) seiring berakhirnya kabinet pemerintahan Jokowi di periode pertama?

Apabila Jokowi memilih dari PKB, maka pasti akan ada diskusi panjang. PKB tentu punya posisi tawar, misalnya mereka baru bersedia mengusung kader kalau masa jabatan diteruskan langsung untuk kebutuhan kabinet pemerintahan di periode kedua.

Apakah Jokowi mau meladeni tawar-menawar seperti itu? Dilema memang, di satu sisi jatah jabatan warisan Imam merupakan hak PKB, tetapi di sisi lain Jokowi belum tentu akan meneruskan jatah itu untuk lima tahun ke depan. Bisa saja calon Menpora periode 2019-2024 sudah dikantongi Jokowi, yang mungkin bukan kader PKB lagi.

Ketiga, seandainya Jokowi mencari pengganti Imam dari parpol lain, sama dengan PKB, pasti akan ada diskusi dan tawar-menawar. Atau katakanlah dari kalangan profesional (yang dinilai lebih aman), namun bagaimana dengan proses adaptasi, bukankah butuh waktu?

Orang yang dipilih dari kalangan profesional pun akan mempertimbangkan hal yang sama dengan apa yang dipikirkan PKB atau parpol lain: diskusi dan tawar-menawar. Sementara pemimpin di Kemenpora urgent diadakan.

Lalu bagaimana solusi terbaik yang mesti diambil Jokowi? Solusinya adalah menunjuk pejabat tinggi di Kemenpora atau bisa juga salah seorang menteri di kementerian lain untuk mengambil alih tugas dan tanggung jawab warisan Imam. Jadi tidak perlu ada pelantikan menteri baru.

Selanjutnya bagaimana dengan PKB, apakah bersedia jatah mereka berakhir sebelum waktunya? Di sini hanya butuh pendekatan politik saja. Jokowi bisa mengajak Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) 'ngopi bareng'. 

Sekian. Terima kasih.

***

[1] [2] [3]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun