Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Haruskah Pakai Pin Emas Seharga Rp 9,1 Juta Supaya Layak Disebut Anggota Dewan?

16 Agustus 2019   19:06 Diperbarui: 16 Agustus 2019   19:23 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Betapa enaknya jadi wakil rakyat terutama mereka yang akan segera dilantik untuk periode 2019-2024. Misalnya para anggota DPRD DKI Jakarta, selain mendapat gaji dan tunjangan-tunjangan, ternyata sebelum mulai bertugas mereka dikabarkan akan menerima hadiah berupa pin emas yang ditaksir masing-masing seharga Rp 9,1 juta.

Total anggota DPRD DKI Jakarta penerima pin emas yang rencananya dilantik pada 26 Agustus 2019 sebanyak 106 orang. Mereka berasal dari partai politik yaitu PDI-P, Partai Gerindra, PKS, Partai Demokrat, PAN, Partai Golkar, PSI, PKB, Partai NasDem, dan PPP.

Dana pengadaan pin emas berasal dari anggaran internal DPRD DKI Jakarta dengan total Rp 964 juta, atau hampir menyentuh angka Rp 1 miliar.

"Kita kasih 2 ada yang kecil dan gede. Yang gede untuk acara resmi yang kecil untuk acara biasa. Pokoknya 23 sampai 24 karat. Per pin 5 gram. 1 gram sesuai harga pasaran saja," ujar Sekretaris DPRD DKI Jakarta, M. Yuliadi (Kamis, 15 Agustus 2019).

Jelasnya, setiap anggota mendapatkan dua buah pin emas, yakni yang ukuran kecil seberat 5 gram seharga Rp 3,8 juta dan yang ukuran besar seberat 7 gram seharga Rp 5,3 juta. Itulah mengapa harga keduanya mencapai Rp 9,1 juta. Asumsinya jika harga emas per 1 gram di pasaran sejumlah Rp 761.000.

Apakah sebuah kewajiban menggunakan pin emas oleh para anggota dewan? Sepertinya memang demikian karena sudah menjadi tradisi. Lihat saja ketika rapat atau berkunjung ke suatu tempat, mereka pasti memakai aksesoris yang biayanya tergolong mahal tersebut.

Pertanyaan selanjutnya, haruskah pin emas dan tidak bisa digantikan dengan pin berbahan lain yang harganya lebih murah?

Jika pihak DPRD DKI Jakarta menjawab, mereka tentunya akan mengatakan bahwa dana yang dikeluarkan toh masih terjangkau, dan itu tidak seberapa bila dibandingkan dengan anggaran pengadaan barang-barang lain.

Betul jumlah uang Rp 964 juta sangat kecil di mata anggota dewan, tapi tidak di mata warga yang hidupnya serba kesusahan. Di DKI Jakarta, masih banyak orang melarat dan butuh perhatian para wakilnya.

Mengapa anggota DPRD DKI Jakarta seakan tidak sensitif melihat keadaan warga yang mereka wakili? Apakah mereka abai menilai uang ratusan juta itu sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan warga daripada sekadar menghiasi badan mereka dengan aksesoris mahal?

Kalau dipikir-pikir, sebenarnya mereka tidak harus membatalkan pembelian aksesoris sebagai penanda bahwa mereka adalah anggota dewan terhormat. Mereka bisa membeli pin berbahan lain yang lebih murah tanpa harus kehilangan wibawa di hadapan rekan-rekan pejabat dan warga biasa.

Mestinya anggota DPRD DKI Jakarta mau mencontoh apa yang dilakukan oleh 45 anggota DPRD Ponorogo yang membatalkan pembelian pin emas dan menggantikannya dengan pin berbahan kuningan. Masih sama-sama berwarna keeemasan, bukan?

"Periode sebelum-sebelumnya memang selalu pin emas, dan itu sifatnya diberikan. Tapi sekarang kami lebih setuju pin biasa (kuningan). Ini juga supaya lebih efisien dalam penggunaan anggaran," kata Wakil Ketua DPRD Ponorogo, Miseri Effendi (Rabu 7/8/2019).

Jadi anggaran pengadaan pin emas untuk 45 orang yang sebelumnya sejumlah Rp 147 juta berkurang drastis menjadi hanya Rp 9 juta, yang artinya hemat Rp 138 juta.

Ini bukan masalah sanggup tidaknya suatu daerah membiayai keperluan para anggota dewan, melainkan lebih kepada sensitivitas dan kepedulian melihat keadaan warga. Masih banyak warga yang kesusahan, tidak terkecuali di DKI Jakarta.

Maukah DPRD DKI Jakarta mengikuti langkah DPRD Ponorogo? Biarlah mereka yang menjawabnya. Semoga saja.

***

Referensi: [1] [2] [3] [4] [5]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun