Kita ingat, konflik Pilkada 2017 DKI Jakarta bukan hanya menjadi urusan warga ibu kota saat itu, tetapi sudah menyita perhatian dan energi seluruh rakyat Indonesia.
Bahkan bisa dikatakan konflik Pilkada 2017 DKI Jakarta lebih mengerikan dibanding konflik di Pilpres 2019. Pada waktu itu penggunaan politik identitas cukup keras, yang barangkali teradopsi pula di Pilpres 2019.
Artinya di samping rekonsiliasi (politik dan sosial) pasca Pilpres 2019, rekonsiliasi dampak Pilkada 2017 DKI Jakarta juga harus diupayakan terwujud. Karena sampai sekarang belum pernah ada langkah-langkah untuk itu.
Jangan dianggap konflik Pilkada 2017 DKI Jakarta hanya urusan terpenjaranya Ahok dan menangnya Anies Baswedan. Urusannya lebih dari itu, masyarakat yang sempat terbelah harus dipersatukan kembali.
Siapa yang seharusnya menginisiasi itu? Ya sebenarnya Anies atau Ahok, atau malah keduanya. Tapi faktanya sampai sekarang Anies dan Ahok belum pernah bertemu usai Pilkada 2017.
Sekali lagi konflik di Pilkada 2017 DKI Jakarta wajib diselesaikan dengan cara rekonsiliasi, apa pun bentuknya. Namun kapankah hal itu terlaksana? Apakah tetap harus menunggu Anies dan Ahok "cipika-cipiki"? Bagaimana jika keduanya tidak berkenan?
Makanya perlu upaya lain, yang tidak mesti bertemunya Anies dan Ahok. Bisa antara Anies dan pihak (yang mewakili) Ahok, atau sebaliknya.
Nah mestinya momen tepat rekonsiliasi itu di sidang Kongres V PDI-P kemarin. Ahok dan Prabowo sama-sama berada di sana. Prabowo bisa saja mewakili Anies (karena partai pengusung Anies-Sandi salah satunya Gerindra) untuk merangkul kembali Ahok seperti dirinya dirangkul oleh Megawati.
Dan mestinya Megawati bisa menjadi mediator dengan memanfaatkan momentum kongres. Prabowo bukan cuma mempertahankan relasi baik dengan PDI-P, namun termasuk merangkul Ahok yang kini sudah jadi kader PDI-P.
Tapi ya sudahlah, mungkin di lain waktu. Hehehe...
Salam...