Kemarin, Rabu (24 Juli 2019), Komisi Perdagangan Federal Amerika Serikat (Federal Trade Commission/ FTC) akhirnya menjatuhkan sanksi kepada Facebook karena tersandung skandal Cambridge Analytica pada 2018 lalu.
Sanksi yang diberikan berupa denda uang sebesar 5 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 70 triliun. Jumlah denda tersebut diketahui merupakan sanksi terberat yang pernah dijatuhkan FTC dalam sejarah.
"Meski telah berulang kali berjanji kepada miliaran penggunanya di seluruh dunia untuk menjaga informasi pribadi pengguna, namun pengguna telah dikecewakan," tutur Ketua FTC, Joe Simons.
Keputusan FTC didasarkan pada hasil voting 5 regulator, di mana tiga regulator dari Partai Republik setuju atas sanksi terhadap Facebook, sedangkan dua regulator dari Partai Demokrat menolak.
Dengan adanya sanksi berat itu, Facebook diharapkan dapat direstrukturisasi agar tidak ada lagi penyalahgunaan data pribadi para pengguna. Dan pihak Facebook menyatakan sepakat.
Facebook sendiri sudah melakukan langkah antisipasi untuk menerima resiko, yakni dengan menyiapkan anggaran khusus sebesar 3-5 miliar dolar AS. Jika dibandingkan dengan pendapatan perusahaan, jumlah denda yang terealisasi tergolong kecil.
Pada 2018, Facebook memiliki pendapatan sebesar 55 miliar dolar AS atau setara Rp 768 triliun, plus cadangan kas lebih dari 40 miliar dollar AS atau setara Rp 559,2 triliun.
Mark Zuckerberg sebagai chairman memastikan pihaknya akan membangun sistem keamanan yang lebih kuat, agar data pribadi pengguna tetap terlindungi.
Langkah yang diambil Mark yaitu membentuk sebuah komite khusus menangani aspek privacy dan perlindungan data, serta menunjuk salah satu petinggi Facebook menjadi Chief Privacy Officer untuk mengawasi hal itu.
Sekadar menyegarkan ingatan, pada awal 2018 lalu, terkuak ada sekitar 87 juta data pengguna yang diduga disalahgunakan untuk kepentingan Pilpres 2016 di Amerika Serikat oleh firma analis data, Cambridge Analytica.
Sebenarnya skandal Cambridge Analityca adalah satu di antara 20 skandal yang dialami Facebook sepanjang 2018. Sila cek di sini. Khusus skandal yang sedang dibahas, pada waktu itu diperkirakan sekitar 1 juta akun Facebook di Indonesia bocor, meski diakui tidak digunakan.
Lalu apa hikmahnya buat Facebook dan para pengguna?
Pertama, Facebook sebagai penyedia layanan mesti patuh pada peraturan yang ada, baik yang bersifat umum maupun yang terkait dengan perlindungan data pribadi. Bahwa para pengguna percaya sudah diberi jaminan privacy, bukan berarti Facebook berhenti melakukan langkah-langkah lanjutan.Â
Kedua, Facebook wajib membentengi diri dari perusahaan-perusahaan lain yang bermaksud jahat meraup keuntungan namun tidak terdeteksi secara langsung. Entah itu untuk urusan komersil atau pun politik.
Belakangan muncul sebuah aplikasi bernama FaceApp dan itu ditengarai bakal berpotensi mencuri data. Aplikasi semacam ini harus diantisipasi.
Ketiga, Facebook mestinya membatasi informasi apa saja yang wajib dicantumkan oleh para pengguna ketika mendaftarkan akun. Jadi tidak semua hal diminta. Kalaupun informasi harus rinci, maka semua akun wajib tervalidasi dan terverifikasi, biar tidak sembarang orang membuat akun.
Umpamanya akun seseorang baru bisa diproses dan siap digunakan bila sudah mendapat "centang" biru, hijau atau sejenisnya. Dengan demikian pengguna memperoleh jaminan dan berhak menuntut Facebook jika suatu saat data pribadinya disalahgunakan atau bocor.Â
Keempat, sebaiknya para pengguna yang data pribadinya bocor atau disalahgunakan diberi insentif, sebagai bentuk pertanggungjawaban moral pihak Facebook. Misalnya saja mereka yang menjadi korban Cambridge Analytica.
Karena para pengguna akan bertanya, uang yang sebesar Rp 70 triliun tersebut di kemanakan oleh FTC? Bukankah harusnya diberikan kepada para korban?
Kelima, para pengguna juga tentu harus lebih hati-hati lagi ke depan. Jangan sembarang mencantumkan data pribadi. Karena terkadang ada yang suka memamerkan nomor kontak, alamat e-mail dan sebagainya.Â
Keenam, semoga Bu Susi Pudjiastuti konsisten menuntut saham 10 persen Facebook jika berhasil memenangkan lomba dayung (paddle) melawan Mark Zuckerberg, tanpa merasa kasihan karena nasib perusahaan itu sedang apes.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H