Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengenal 4 Menteri Milenial Zaman Soekarno

24 Juli 2019   17:18 Diperbarui: 24 Juli 2019   17:20 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wikana | goodnewsfromindonesia.id

Pada sebuah kesempatan, yakni di sela kunjungan kerja untuk menjadi pembicara kunci di Forum Perdamaian Dunia ke-8 di Beijing, China (10 Juli 2019), mantan Presiden Megawati Soekarnoputri turut memberi tanggapan terkait wacana Presiden (Terpilih) Joko Widodo dalam menggaet kaum muda (milenial) masuk kabinet pemerintahanan sebagai menteri.

Menurut Megawati, masuknya kaum muda ke kabinet tidak masalah dan sah-sah saja, yang penting mampu bekerja, pintar, menguasai isu atau masalah, dan paham perundang-undangan.

Megawati juga menuturkan pemilihan calon menteri seharusnya tidak terjebak pada faktor usia, muda atau tua, melainkan yang dilihat adalah rekam jejak dan pengalaman yang mumpuni.

"Saya pikir bisa-bisa saja anak muda, tetapi kalau umpamanya muda, tapi tidak bisa apa-apa, mau bagaimana? Lalu, kalau usianya tua, kenapa tidak boleh? Yang penting itu punya pengalaman, orang-orang yang mumpuni di bidangnya masing-masing," tutur Megawati (11/7/2019).

Megawati berharap menteri dari kaum muda nantinya tidak sekadar 'mejeng' dan tidak mengerti praktik tata pemerintahan.

"Menurut saya, ini kelemahan kita dewasa ini. Banyak orang yang disodorkan, tetapi tidak mengerti secara praktis tata pemerintahan. Saya berpikir, jangan-jangan kemungkinan (jadi menteri) hanya untuk mejeng saja," kata Megawati.

Lebih lanjut, Megawati menegaskan bahwa rencana Jokowi memilih kaum muda jadi menteri bukanlah hal baru di pemerintahan Indonesia. Zaman Soekarno pernah ada beberapa menteri berusia muda. Saat itu Soekarno punya kriteria tersendiri.

"Saya kira secara natural dan obyektif harus dilihat keperluannya seperti apa. Zaman Bung Karno memerintah dulu, ada loh menteri yang muda, tetapi memang pintar dan bisa menguasai isu," tegas Megawati.

Saya pribadi sepakat dengan apa yang disampaikan Megawati, Jokowi harus betul-betul mempertimbangkan secara matang bila hendak memilih orang-orang yang relatif berusia muda masuk kabinet pemerintahannya ke depan.

Saya pernah mengulas pandangan saya di artikel berjudul "Kabinet Muda" Jokowi Bukan Asal Muda, Ini Maksudnya. Jika berkenan, sila dibaca.

Lalu siapa sajakah para menteri milenial zaman Soekarno yang dimaksud Megawati? Berikut uraiannya:

Pertama, Abdul Wahid Hasyim (1 Juni 1914-19 April 1953). Wahid Hasyim menjabat sebagai Menteri Agama yang pertama di Indonesia di usia 31 tahun. Ayah dari mantan Presiden Abdurrahman Wahid ini menjabat di 4 kabinet pemerintahan, yaitu Kabinet Presidensial (19 Agustus 1945-14 November 1945), Kabinet Republik Indonesia Serikat/ RIS (20 Desember 1949-6 September 1950), Kabinet Natsir (6 September 1950-3 April 1951) dan Kabinet Kabinet Sukiman-Suwirjo (27 April 1951-3 April 1952).

KH. Abdul Wahid Hasyim | nu.or.id
KH. Abdul Wahid Hasyim | nu.or.id
Pada masa muda, anak dari pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Hadratush Syaikh Hasyim Asyari (salah satu pahlawan nasional Indonesia) tersebut sudah dikenal aktif di berbagai kegiatan serta memiliki segudang pemikiran tentang agama, negara, pendidikan, politik, kemasyarakatan, NU, dan pesantren.

Di usia 25 tahun, Wahid Hasyim bergabung hingga menjadi ketua di Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI), federasi organisasi massa dan partai Islam, Selanjutnya pernah menjadi Ketua PBNU, terlibat sebagai anggota anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Wahid Hasyim meninggal dunia di usia 38 tahun (19 April 1953) karena kecelakaan mobil di Kota Cimahi, Jawa Barat.

Kedua, Wikana (18 Oktober 1914-hilang 1966). Wikana menjadi Menteri Negara Urusan Pemuda di usia 32 tahun, yakni di Kabinet Sjahrir II & III dan Kabinet Amir Sjarifuddin I & II (29 Juni 1946-29 Januari 1948).

Wikana | goodnewsfromindonesia.id
Wikana | goodnewsfromindonesia.id
Wikana merupakan salah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia, di mana saat terjadi Peristiwa Rengasdengklok, beliau ikut menculik Soekarno dan Hatta yang tujuannya agar kedua tokoh ini segera membacakan Proklamasi Kemerdekaan setelah kekalahan Jepang dari Sekutu pada 1945. 

Keberadaan Wikana hingga kini belum diketahui, yang pasti sudah meninggal dunia karena diduga menjadi korban penculikan dan pembantaian setelah Peristiwa Gerakan 30 September 1965 PKI (G30S/PKI).

Semasa mudanya, Wikana tercatat pernah aktif sebagai anggota Angkatan Baru Indonesia dan Gerakan Rakyat Baru serta Partai Indonesia (Partindo). Selain itu pada saat pembacaan naskah Proklamasi oleh Soekarno di Pegangsaan 65, Wikana yang mengatur segala keperluan, termasuk membujuk kalangan militer Jepang untuk tidak mengganggu jalannya upacara pembacaan teks proklamasi. 

Ketiga, Soepeno (12 Juni 1916-24 Februari 1949). Supeno menjabat menteri di usia 32 tahun di Kabinet Hatta I meneruskan Kabinet Amir Sjarifuddin II, yaitu menggantikan posisi Wikana sebagai Menteri Negara Urusan Pemuda. 

Soepeno | tirto.id
Soepeno | tirto.id
Di Kabinet Hatta I, nama kementerian diubah menjadi Kementerian Pembangunan dan Pemuda, dan Soepeno menjabat mulai 29 Januari 1948 sampai dengan 24 Februari 1949.

Soepeno dikenal sebagai tokoh pemuda di masa pergerakan nasional. Beliau aktif di Indonesia Moeda di Pekalongan, Tegal, Semarang dan Bandung. Pernah juga duduk di Dewan Pimpinan Pusat Partai Sosialis. Beliau meninggal dunia saat masih menjabat menteri, yakni ketika terjadi Agresi Militer II yang dilancarkan Belanda.

Keempat, Sumitro Djojohadikusumo (19 Mei 1917-9 Maret 2001). Ayah dari Prabowo Subianto ini menjabat sebagai menteri di usia 33 tahun. Beliau jadi menteri sebanyak 5 kali, di antaranya dua kali Menteri Perindustrian dan Perdagangan (6 September 1950-27 April 1951 dan 6 Juni 1968-27 Maret 1973), dua kali Menteri Keuangan (3 April 1952-30 Juli 1953 dan 12 Agustus 1955-24 Maret 1956) serta satu kali Menteri Riset (28 Maret 1973-28 Maret 1978).

Soemitro Djojohadikoesoemo | tirto.id
Soemitro Djojohadikoesoemo | tirto.id
Soemitro meninggal dunia di Rumah Sakit Dharma Nugraha, Jalan Balai Pustaka, Rawamangun, Jakarta Timur pada 9 Maret 2001 di usia 84 tahun setelah sekian lama menderita penyakit jantung dan penyempitan pembuluh darah.

Semasa hidupnya, Sumitro dikenal aktif menulis khususnya masalah ekonomi serta mendapat banyak penghargaan baik di dalam maupun di luar negeri.

Itulah kisah singkat tentang 4 menteri yang berasal dari kalangan muda atau milenial di zaman Soekarno. Tentu kisah lengkap mereka dapat dibaca lebih lengkap di berbagai sumber.

Sekali lagi, mereka berempat dipercaya sebagai menteri karena punya kapasitas, artinya tidak asal dipilih. 

Bagaimana dengan Jokowi atas rencananya melakukan hal yang sama? Mudah-mudahan pertimbangan beliau lebih baik dari pertimbangan yang pernah diambil oleh para pendahulunya.

Semoga juga Jokowi mengingat penggalan pidato Soekarno berikut: "Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia". Tidak harus 10, satu orang tapi mumpuni itu lebih baik.

***

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun