"Kami lihat bangunan yang ada masih sesuai dengan kedua aturan di atas," ujar Benni.
Artinya dasar hukum penerbitan IMB adalah dua Pergub zaman mantan Gubernur Joko Widodo dan mantan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama.
Menegaskan pernyataan Benni, Anies mengatakan landasan hukum yang mendahului dua Pergub di atas yakni Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 Pasal 18 ayat 3. Anies juga beralasan bahwa PT Kapuk Naga Indah selaku pengembang Pulau D telah menyelesaikan kewajiban mereka kepada Pemprov DKI.
"Jadi suka atau tidak suka atas isi Pergub 206 tahun 2016, itu adalah fakta hukum yang berlaku dan mengikat," tegas Anies.
Baiklah bahwa PT Kapuk Naga Indah sudah menyelesaikan kewajiban, lalu berapa besar dananya? Kapan disetorkan? Mengapa Pemprov tidak membukanya ke publik? Masyarakat wajib mengetahui tentang hal itu.
Dan di samping persoalan terpenuhinya kewajiban pengembang, bukankah Anies seharusnya sudah sadar sejak awal bahwa memang pembangunan Pulau D sesuai peraturan? Mengapa dia harus bersikap seperti menipu warga (para pendukungnya saat Pilkada 2017) dengan berjanji menghentikan seluruh kegiatan reklamasi, pembangunan fasilitas dan termasuk penerbitan IMB?
Sekali lagi, di sinilah letak inkonsistensi Anies. Publik jadi bertanya-tanya, betulkah Anies mengeluarkan kebijakan karena sadar aturan (yang sudah terbit sebelum zamannya) atau karena demi mengakomodasi kepentingan pengembang? Keberpihakan terhadap para nelayan di mana?
Belum lama ini, Anies juga diketahui telah menandatangani Peraturan Gubernur Nomor 58 Tahun 2018 yang isinya kebijakan untuk melanjutkan kegiatan reklamasi. Pergub itu ditetapkan pada 4 Juni 2018 dan diundangkan pada 7 Juni 2018.
Janji penghentian reklamasi omong-kosong? Ya, omong kosong. Buktinya babak baru akan segera dimulai. Tapi apa mau dikata, "nasi sudah menjadi bubur". Semoga ke depan Anies tidak melakukan kecerobohan serupa.
***
Referensi: [1] [2] [3] [4] [5]