Mayoritas masyarakat ibu kota tahu bahwa salah satu janji kampanye Anies Baswedan dan Sandiaga Uno ketika mencalonkan diri sebagai cagub-cawagub DKI Jakarta pada Pilkada 2017 silam adalah soal penghentian proyek reklamasi di Teluk Jakarta.Â
Harus diakui, karena janji tersebut sebagian warga terutama para nelayan mengapresiasi Anies dan Sandiaga. Warga menyebut Anies dan Sandiaga berpihak kepada nasib masyarakat kecil.
Setelah terpilih dan kemudian dilantik sebagai pemimpin baru, Anies menarik kembali dua draf Raperda tentang pulau reklamasi yang sudah dibahas di DPRD DKI. Saat itu, Anies beralasan kedua Raperda perlu dikaji ulang. Dengan demikian seluruh izin di pulau reklamasi otomatis dihentikan.
Pada Juni 2018, Anies menyegel 932 bangunan yang terdiri dari rumah kantor dan rumah tinggal di Pulau D. Pada September dia juga mencabut 13 dari 17 izin proyek pulau reklamasi. Empat disisakan, di mana tiga di antaranya sudah terlanjur dibangun, sedangkan yang satu izinnya bukan dari Pemprov DKI.
Seiring berjalannya waktu, ternyata 3 dari pulau reklamasi tadi justru dikelola kembali oleh Pemprov DKI, dan PT Jakarta Propertindo diberi tanggungjawab mengurus konstruksinya. Tidak hanya itu, izin pembangunan jalan di Pulau D turut dikeluarkan.Â
Belakangan terungkap kalau Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk bangunan yang sudah terbangun di pulau yang sama pun telah terbit. IMB diterbitkan atas nama Kapuk Naga Indah. Sebab, anak usaha Agung Sedayu Group itu yang membangun pulau buatan seluas 312 hektare itu. IMB bernomor 62/C.37a/31/-1.785.51/2018 terbit pada November 2018.
Karena kebijakannya mengeluarkan izin pembangunan jalan dan IMB itu akhirnya Anies dikecam. Anies disebut melanggar aturan, sebab dasar hukum untuk penerbitan IMB di pulau reklamasi berupa Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta serta Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil belum terbit. Anies juga diindikasi lebih tunduk pada kepentingan pengembang.
"Penerbitan IMB ini kan keliru. Seharusnya pemerintah tidak tunduk pada pengembang," kata Manuara Siahaan, anggota Komisi Bidang Pembangunan DPRD DKI Jakarta.
Lalu apa tanggapan Pemprov DKI atas kecaman tersebut? Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DKI Jakarta, Benni Agus mengatakan IMB bisa diterbitkan sekalipun pemerintah DKI dan DPRD belum mengesahkan dua Raperda tentang pulau reklamasi.Â
Benni menyebut telah memiliki Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta serta Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota Pulau C, D, dan E Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Dua peraturan yang dibuat gubernur sebelumnya itu yang menjadi dasar bagi penerbitan IMB.Â
"Kami lihat bangunan yang ada masih sesuai dengan kedua aturan di atas," ujar Benni.
Artinya dasar hukum penerbitan IMB adalah dua Pergub zaman mantan Gubernur Joko Widodo dan mantan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama.
Menegaskan pernyataan Benni, Anies mengatakan landasan hukum yang mendahului dua Pergub di atas yakni Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 Pasal 18 ayat 3. Anies juga beralasan bahwa PT Kapuk Naga Indah selaku pengembang Pulau D telah menyelesaikan kewajiban mereka kepada Pemprov DKI.
"Jadi suka atau tidak suka atas isi Pergub 206 tahun 2016, itu adalah fakta hukum yang berlaku dan mengikat," tegas Anies.
Baiklah bahwa PT Kapuk Naga Indah sudah menyelesaikan kewajiban, lalu berapa besar dananya? Kapan disetorkan? Mengapa Pemprov tidak membukanya ke publik? Masyarakat wajib mengetahui tentang hal itu.
Dan di samping persoalan terpenuhinya kewajiban pengembang, bukankah Anies seharusnya sudah sadar sejak awal bahwa memang pembangunan Pulau D sesuai peraturan? Mengapa dia harus bersikap seperti menipu warga (para pendukungnya saat Pilkada 2017) dengan berjanji menghentikan seluruh kegiatan reklamasi, pembangunan fasilitas dan termasuk penerbitan IMB?
Sekali lagi, di sinilah letak inkonsistensi Anies. Publik jadi bertanya-tanya, betulkah Anies mengeluarkan kebijakan karena sadar aturan (yang sudah terbit sebelum zamannya) atau karena demi mengakomodasi kepentingan pengembang? Keberpihakan terhadap para nelayan di mana?
Belum lama ini, Anies juga diketahui telah menandatangani Peraturan Gubernur Nomor 58 Tahun 2018 yang isinya kebijakan untuk melanjutkan kegiatan reklamasi. Pergub itu ditetapkan pada 4 Juni 2018 dan diundangkan pada 7 Juni 2018.
Janji penghentian reklamasi omong-kosong? Ya, omong kosong. Buktinya babak baru akan segera dimulai. Tapi apa mau dikata, "nasi sudah menjadi bubur". Semoga ke depan Anies tidak melakukan kecerobohan serupa.
***
Referensi: [1] [2] [3] [4] [5]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H