Yunarto Wijaya, Direktur Charta Eksekutif Charta Politika adalah satu dari lima orang yang ditarget untuk dibunuh oleh sang inisiator, Mayor Jenderal TNI (Purn) Kivlan Zein. Empat orang selain Yunarto adalah Menko Polhukam Wiranto, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Kepala BIN Budi Gunawan, dan Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan Gories Mere.
Berdasarkan rilis kepolisian, di samping Kivlan, ada juga nama-nama lain yang disebut terlibat merancang pembunuhan yakni Mayor Jenderal TNI (Purn) Soenarko, serta politisi PPP Habil Marati.
Apa tanggapan Yunarto setelah tahu bahwa dia masuk daftar orang-orang yang akan dibunuh? Ternyata dia sama sekali tidak menaruh dendam, tetapi justru memberi maaf.
"Saya pribadi dan keluarga sudah memaafkan dan tak memiliki dendam apapun baik kepada perencana maupun eksekutor," kata Yunarto (12/6/2019).
Bayangkan seandainya Anda yang berada di posisi Yunarto, apakah berkenan melakukan hal yang sama dan tidak berencana mencari cara untuk membalas? Atau setidaknya bersikap reaktif keras agar pelaku disesah cepat?
Jawabannya tergantung pribadi masing-masing. Ada yang mungkin berlaku seperti Yunarto dan ada pula yang sebaliknya. Namun satu hal, saat ini cukup langka menemukan orang-orang seperti dia. Jangankan terancam dibunuh, merasa tersinggung karena persoalan sepele saja bisa-bisa langit mau diruntuhkan. Betul, tidak?
Apa sih yang membuat Yunarto bersikap demikian? Bukankah memang perlu diberi 'pelajaran' kepada orang yang berniat jahat supaya jera? Apakah Yunarto takut kepada mereka?
Prinsip inilah yang dikedepankan oleh Yunarto, "Hukum Kasih". Ya, hukum untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Bagi Yunarto membenci orang lain bukanlah solusi dalam hidup ini. Ada banyak cara yang lebih baik dalam memperlakukan seorang penjahat, misalnya memberinya kesempatan untuk bertobat, menyesali perbuatan dan diharapkan berjanji untuk tidak mengulanginya di kemudian hari.
Yunarto pun mengaku, menjadi target pembunuhan justru membuat dia belajar kembali tentang kasih. Pemahaman kasih merupakan puncak kematangan spiritualitas. Memaafkan orang yang memusuhinya justru membuat dia merasa lebih bisa mensyukuri dan menikmati kehidupan.Â
Apakah kita mampu mensyukuri dan menikmati hidup tanpa harus mengganggu atau pun terganggu dengan tindakan orang lain di sekeliling kita? Semoga.
Bagi Yunarto persoalan dirinya dengan mereka yang mengancamnya sudah selesai. Hanya saja karena sekarang berada di tangan pihak berwajib, maka semestinya hal itu dipercayakan pada proses hukum. Karena memang bukan cuma Yunarto yang dilanda ancaman, tetapi ada beberapa orang lain lagi.
Yunarto meminta agar semua pihak mempercayai proses hukum dan tidak mau di sana ada tekanan dan ujaran kebencian.
"Kejadian ini harus dilihat bukan dalam konteks keselamatan orang-orang yang ditarget. Tapi bagaimana demokrasi kita yang telah tercemar. Tercemar ujaran kebencian yang tidak bisa 'membunuh' perbedaan. Tercemar dengan aneka rupa kebohongan yang anti terhadap keberagaman," tambah Yunarto.
Tindak-tanduk Yunarto yang selama ini disaksikan publik ternyata tidak semua diterima banyak orang, meski sejatinya jauh dari tujuan buruk. Sebagai pimpinan lembaga survei, Yunarto berhak dan tetap terikat pada disiplin keilmuan ketika dia menyampaikan sebuah hasil analisis atau berpendapat. Dan rasanya telah dia jalani sepenuhnya.
Yunarto sadar bahwa ada saja pihak tertentu yang alergi terhadap perbedaan, entah itu persoalan identitas, pilihan politik dan sebagainya. Maka dia berharap perbedaan tersebut jangan sampai 'terbunuh'.
Keberagaman adalah sebuah keniscayaan yang mesti diterima dan dijunjung tinggi. Dan hal ini ada di setiap tempat pun peradaban, tidak terkecuali di Indonesia.
Untuk itu Yunarto berpesan kepada seluruh masyarakat Indonesia supaya tetap menghargai perbedaan.
"Ini bukan sekadar untuk disesali, tapi seyogianya menjadi pembelajaran bersama agar tak lagi terulang di waktu-waktu yang akan datang. Karena itu, jangan lelah untuk terus mencintai Indonesia. Memperkuat persatuan dan merawat kebinekaan dalam satu tarikan nafas sebagai manusia Indonesia," lanjut Yunarto.
Apakah kita bersedia mencintai Indonesia terus-menerus tanpa kenal lelah? Bagaimana caranya? Ya perkuat persatuan dan rawat kebhinnekaan di antara kita.
Semoga bangsa Indonesia jaya dan abadi selamanya. Amin!
***
Referensi: kompas.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H