Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Regenerasi Petani, Sebuah Keharusan

28 April 2019   13:56 Diperbarui: 28 April 2019   16:57 2696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivitas ekskul menanam di sekolah saya. Gambar: Dokumentasi Pribadi

Sistem pertanian kota juga diharapkan dapat menjadi solusi ketahanan pangan di masa depan. Perlu diketahui bahwa hampir semua kebutuhan bahan pokok yang diperlukan oleh masyarakat kota berasal dari desa atau juga dari hasil impor.

Artinya, sangat bergantung pada suplai dari luar yang terkadang jumlah dan harga-harga belum tentu stabil. Produk-produk pertanian kota juga bisa menjadi alternatif ketika suplai dari desa kurang karena akibat gagal panen.

Pandangan bahwa bertani identik dengan sawah dan padi perlu diluruskan. Kegiatan bertani itu sangat beragam, tidak hanya melulu soal tanaman padi, namun ada banyak. Menanam sayuran, buah-buahan, dan tanaman pangan lainnya adalah bagian dari kegiatan bertani. Jadi ketika tanaman padi tidak mungkin diterapkan di perkotaan, jenis tanaman lainnya bisa menjadi alternatif.

Gambar: kompas.com
Gambar: kompas.com

Bertani Merupakan Bagian dari Pelestarian Lingkungan Hidup
Selain untuk kepentingan ekonomi dan ketahanan pangan, pengembangan pertanian kota akan sangat bermanfaat pada pemeliharaan lingkungan hidup. Bayangkan, di kota-kota besar setiap harinya puluhan hingga ratusan ton sampah diproduksi, dan sebagian di antaranya berupa sampah organik.

Sampah dengan jenis ini sebenarnya bisa diolah menjadi pupuk atau kompos untuk menyuburkan tanaman yang sedang dibudidayakan. Jadi tidak harus berakhir di tempat pembuangan sampah.

Dengan masyarakat kota punya kebiasaan menanam dan mengolah sampah, bukan tidak mungkin habitus baru, yakni kepedulian pada kebersihan lingkungan akan terbentuk. Masyarakat pasti enggan membuang sampah sembarangan, mereka bakal terbiasa memilah sampah-sampah berdasarkan jenisnya.

Gambar: http://poskotanews.com
Gambar: http://poskotanews.com

Kebiasaan memilah sampah ini memang sudah dimulai di beberapa tempat terutama di area-area fasilitas pelayanan publik, namun hal tersebut dirasa belum maksimal mengedukasi warga. Aksi pemanfaatan sampah sendiri kurang sukses digalakkan yang diharapkan mampu mengubah pola pikir masyarakat. Selama ini sampah dianggap tidak berguna, padahal jika pemanfaatannya ditekuni sungguh-sungguh, sampah akan berubah menjadi berkah, bukan bencana semata.

Mengapa Generasi Muda Enggan Berwirausaha Tani
Di atas saya sebut bahwa keprihatinan saya baru terlihat dari kesan pribadi terhadap siswa-siswi yang berada di kota. Sementara hal ini bisa saya maklumi, di atas juga sudah saya uraikan alasannya. Akan tetapi saya kurang menerima jika minimnya pilihan pada profesi petani berasal juga dari siswa-siswi yang berada di perdesaan.

Anak-anak yang bersekolah di desa seharusnya sadar bahwa di lingkungan mereka dibesarkan dan dididik, ada potensi besar yang wajib dikelola, yaitu sektor pertanian. Belum lagi bila anak-anak tersebut lahir dari keluarga petani, di mana orangtua mereka berprofesi sebagai petani. Mereka harus paham bahwa profesi orangtua mereka bukanlah profesi rendahan, bertani tidak identik dengan pekerjaan orang-orang miskin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun