Lalu apakah dengan pencabutan status legal dan pelarangan aktivitas membuat anggota HTI berhenti bergerak?
Tidak! Mereka tetap bermanuver tersamar. Simbol-simbol yang mereka pakai selama ini juga masih ada, misalnya bendera.
Prabowo mestinya tahu bahwa ternyata salah satu elemen pendukungnya adalah anggota HTI. Bahkan di dalam tim pemenangannya ada elit ormas terlarang tersebut. Mereka masuk dalam kelompok yang menggaungkan seruan "Ganti Presiden". Entah Prabowo yang sementara memanfaatkan suara HTI untuk meningkatkan kekuatannya mengalahkan Jokowi, atau malah HTI-lah yang menunggangi Prabowo agar misi mereka terwadahi. Hanya dua pihak inilah yang paling tahu.
"#2019GantiPresiden adalah gerakan rakyat yang sudah emoh terhadap rezim zalim, bohong, dan ingkar janji," ujar Ismail Yusanto, juru bicara HTI (Tempo, Agustus 2018).
Dengan bergabungnya HTI di barisannya, layakkah Prabowo mengaku bahwa beliau tidak dekat dengan kelompok Islam radikal?
Bukankah ketika HTI dibubarkan, salah satu partai yang kencang berteriak adalah Partai Gerindra? Bukankah juga partai pimpinan Prabowo ini ikut mengajukan gugatan ke pengadilan agar pencabutan status badan hukum dan pembubaran HTI dibatalkan?
Saya masih percaya Prabowo secara pribadi tidak berniat menggoyang Pancasila, tetapi tidak dengan HTI yang berada di belakangnya. Kutipan "Ibu saya seorang Nasrani. Saya lahir dari rahim seorang Nasrani" Prabowo jauh dari pertimbangan HTI untuk kemudian rela mengurungkan perjuangan misi mereka.
Prabowo harus tahu, bukan keterpilihan beliau menjadi presiden yang ditakuti rakyat, tetapi eksistensi dan misi HTI terhadap negara ini. HTI akan menjadi ancaman besar bagi keharmonisan kehidupan bangsa.
Siapkah Prabowo berhadapan dengan HTI pendukungnya? Semoga beliau tidak kewalahan.