Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Menemukan Pengganti Sandiaga, Sesulit Mencari Sebatang Jarum di Tumpukan Jerami

9 Februari 2019   13:14 Diperbarui: 10 Februari 2019   10:49 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah genap enam bulan Anies Baswedan "menjomblo". Semenjak ditinggal sendiri oleh Sandiaga Uno pada Agustus tahun lalu, Anies ternyata masih belum juga menemukan calon pasangan idealnya. Sepertinya Sandiaga adalah sosok yang tak tergantikan di hati Anies.

Partai Gerindra dan PKS pun sibuk mencari orang yang layak menempati posisi Sandiaga. Kedua partai ini bekerja keras siang dan malam merekrut dan menyeleksi banyak figur, yang sebenarnya figur yang diinginkan diputuskan berasal dari kader PKS, bukan dari partai lain atau profesional.

Meskipun tugas mencari calon pasangan Anies merupakan kolaborasi antara Partai Gerindra dan PKS, tetapi pemegang hak veto adalah Partai Gerindra. PKS bisa saja mengajukan calon, namun yang memutuskan cocok tidaknya Partai Gerindra.

Setelah dua kali PKS mencoba menyodorkan beberapa nama calon, ternyata belum juga membuahkan hasil sepakat.

Pertama pada Agustus 2018, ada dua nama yang langsung disodorkan PKS, sesaat setelah Sandiaga Uno mengundurkan diri dari posisi wakil gubernur karena harus ikut dalam kompetisi Pilpres 2019, yakni Mardani Ali Sera dan Nurmansjah Lubis. Dua nama ini diajukan oleh Sekretaris Jenderal DPP PKS, Abdul Hakim kepada Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta, Muhammad Taufik dan Taufik yang merasa mewakili partainya setuju.

Tidak menunggu lama, keputusan Taufik dianulir oleh beberapa kader Partai Gerindra. Mereka beranggapan bahwa kedua nama yang disahkan Taufik cacat administrasi. Taufik memutuskan sepihak tanpa berkonsultasi dengan para kader, terutama di wilayah DKI Jakarta. Artinya Mardani dan Nurmansjah otomatis ditolak.

Enam bulan berselang, PKS kembali mengajukan tiga nama, tepatnya pada awal Januari lalu, yaitu Agung Yulianto, Ahmad Syaikhu, dan Abdurrahman Suhaimi. PKS berharap fit and proper test segera dilakukan terhadap ketiga calon tersebut. Bahkan diprediksi keputusan bersama Partai Gerindra dan PKS clear sebelum masuk Februari.

Namun, lagi-lagi hingga kini belum ada juga titik terang, siapa sebenarnya sosok pendamping Anies mengelola pemerintahan di ibu kota. Padahal Anies sendiri pernah mengatakan jika uji kelayakan dan kepatutan selesai pada Januari.

"Minggu ini mereka akan melakukan fit and proper test pada tiga nama yang diajukan oleh PKS," kata Anies di Taman Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (3/1/2019).

Anies juga mengungkapkan bahwa proses uji dan penetapan keputusan terhadap para calon pendampingnya murni kewenangan partai politik, Partai Gerindra dan PKS. Anies tidak ingin campur tangan dalam hal itu.

Anehnya, meskipun mengaku demikian, ternyata Anies punya kriteria khusus terhadap calon pasangan idealnya, yaitu harus taat kepadanya sebagai gubernur.

"Kriteria wagub harus taat pada gubernur karena memang fungsinya mendukung. Ketika bertugas, tidak bawa agenda sendiri, tapi mengikuti agenda yang sudah ditetapkan oleh gubernur yang ada di RPJMD," ungkap Anies.

Kriteria yang diberikan Anies mungkin saja akan bertolak belakang dengan kehendak warga ibu kota, yang persis sama dengan kriteria yang diperjuangkan oleh pengurus DPD Partai Hanura DKI Jakarta.

"Wagub DKI harus betul-betul yang mampu menjalankan tugas maupun fungsinya. Saya yakin, jika tiga orang yang diajukan PKS terpilih, hanya duduk manis saja. Ini bisa saya pastikan. Makanya, Hanura menolak," tegas Mohamad Ongen Sangaji, Ketua Fraksi Hanura DPRD DKI sekaligus sebagai Ketua DPD Partai Hanura DKI.

Warga DKI Jakarta sesungguhnya hanya berharap calon wakil gubernur pendamping Anies berkapasitas, kompeten dan paham persoalan ibu kota. Tidak lebih rumit dari itu. Posisi wakil gubernur bukan jabatan pajangan, atau sekadar pengekor gubernur.

Jangan sampai kriteria rumit dan proses berbelit-belit menghambat tugas administrasi pemerintah daerah. Apalagi jika dikaitkan lagi dengan kepentingan politik yang lebih besar dan jauh dari kebutuhan warga.

Semoga posisi wakil gubernur segera terisi, Anies tidak "jomblo" lagi dan warga dilayani lebih baik.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun