Kalimat satir (yang ada benarnya) pada tulisan di bak belakang sebuah  truk dan kini menjadi viral di medsos sejatinya adalah kondisi sebenarnya cara dan etika berkendara kita, tidak hanya perempuan tapi juga lelaki pengendara, baik roda dua atau lebih.
Ucapan satir sopir tersebut memang juga tidak salah karena memang ada kecendrungan perempuan presentasinya lebih banyak dalam hal membuat bingung pengendara di depan/ di belakangnya saat mengendarai kendaraan. Sayangnya saya gak punya data akurat tentang itu.
Saya tidak akan membahas gender namun lebih kepada kemalasan kita semua dalam memaksimalkan penggunaan sein dalam berkendara. What wrong with Lampu sein?
Kehadiran lampu sein pada kendaraan adalah berfungsi memberi tanda (signal) pada kendaraan yang berada di depan atau di belakang saat kendaraan kita akan berbelok. Signal ini diharapkan dapat menghindarkan kita dari terjadinya tubrukan atau senggolan saat kita akan berbelok.
Remehnya pandangan kita terhadap pentingnya lampu sein membuat kita semua malas memfungsikan lampu sein saat berbelok atau yang lebih parah lagi membelokkan kendaraan ke arah kiri namun nyala lampu sein berada di kanan. Gokil.
1. Nyalakan lampu sein sebelum belok/manuver
Menyalakan lampu sein dengan tujuan dasar memberi sinyal tentu saja sebaiknya dilakukan sebelum kendaraan berbelok, karena menyalakanya saat pas berbelok hanya akan membuat kendaraan di depan/ di belakang kita kaget dan gugup untuk mengerem. Bisa jadi kita selamat namun lawan kita terjatuh atau menubruk kendaraan lain akibat manuver kita yang mendadak.
Sebaiknya kita menyalakan sein pada jarak 100-200 meter sebelum kita berbelok pada kondisi ramai lancar dan bolehlah 50 meter pada kondisi kendaraan padat merayap. Semuanya tentu saja bertujuan agar pengendara di depan atau di belakang tahu serta paham tujuan kendaraan kita.
2. Matikan segera lampu sein setelah berbelok/manuver
Anggapan remeh keberadaan lampu sein adalah dengan tidak segera mematikan lampu sein setelah kita melakukan belokan/manuver sehingga membuat pengendara lain menjadi bingung.Â
Bentuk dan letak lampu sein yang gampang diraih oleh tangan baik pada kendaraan roda dua atau empat serta pengoperasiannya yang mudah seharusnya membuat kita tidak abai dengan menyalakan lampu sein sepanjang berkendara. Janganlah kita buat bingung orang lain saat berkendara.
3. Kendaraan lawan nyelonong walau lampu sein sudah menyala.
Yang paling repot dan membuat jengkel adalah saat kita sudah menyalakan lampu sein pada jarak yang cukup namun lawan kita tetap nyelonong dan tak memberi kesempatan kita untuk berbelok.
Biasanya tipe seperti ini banyak dilakukan anak sekolah, namun bila kondisi ini ditemukan pada orang dewasa maka orang ini emang jelas tidak mengenyam pendidikan berkendara atau harus belajar lagi pada kursus berkendara hehehhe.
4.Hati-hati saja tidak cukup tapi harus hyper hati-hati.
Kehati-hatian kita berkendara di masyarakat kita ternyata belum cukup, kita berhati-hati tetapi akibat kecerobohan orang lain sering  menjadikan mereka yang berhati-hati menjadi celaka. Tidak ada resep yang jitu kalau seluruh komponen masyarakat pengendara belum mau disiplin dan menjalankan kendaraan dengan sebenar-sebenarnya. Aturan dan rumus hanya menjadi sia-sia belaka.
Namun satu hal yang saya yakini adalah cara kita berkendara bisa menjadi tolak ukur keperibadian kita yang sebenarnya.
So, bagamana bila letak alat untuk menyalakan lampu sein berada di kaki, letaknya pada setang/stir saja kita belum mampu menggunakannya dengan benar.
Salam kelap-kelip lampu sein....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H